7 | Positif?

590K 33.2K 3K
                                    

Aku bagaikan bunga yang tak mekar.


***

D

unia Anara seakan berhenti, dirinya bagaikan tertimpa ribuan ton besi. Mimpi dan harapannya hancur, melihat benda yang bernama test pack itu memberikan hasil dua garis merah, yang menandakan dia positif berbadan dua.

Ponsel yang ada di wastafel ia lempar ke kaca sampai retak. Seperti itu lah dirinya sekarang, bagaikan kaca yang sudah retak, tidak dapat kembali.

"Nggak mungkin, nggak, gue nggak mau hamil!" ucap Anara sambil memukul perutnya.

"Mimpi gue masih belum tergapai, NGGAAAAAK!" Anara berteriak sekencang-kencangnya sambil menangis, untung saja kamar mandinya ada di dalam kamarnya, jadi suaranya tidak akan terdengar keluar.

"Gue gak mau hamil," Bibirnya tergetar sorot matanya terluka, dia membiarkan shower menyala dan membasahi seluruh badannya.

"Semuanya gak ada gunanya lagi, hidup gue udah ancur!" Racau Anara, lalu satu tangannya meronggah gunting di atas wastafel.

Guntingnya dia todongkan pada perutnya, tak ada keraguan dalam dirinya. Untuk apa dia hidup bila hanya akan menanggung malu.

Satu senti lagi gunting akan mengenai perutnya, tapi ketukan dari pintu kamar mandi menghentikannya dilanjut dengan suara lembut seseorang.

"Ana, kamu lagi mandi?" tanya Bunda dari luar.

Gadis itu cepat-cepat melempar guntingnya, tidak dia tidak boleh gegabah. Setelah apa yang sudah dia perbuat dan kini dia akan pergi begitu saja? Tidak, sudah banyak dosa yang dia buat, kali ini saatnya dia mencari solusi kedepannya.

Bila saja Arsi, bunda Anara, tidak datang ke kamarnya mungkin Anara sudah bertindak gegabah dan nyawanya mungkin sudah melayang.

Dia berdiri mematikan shower. "Ana lagi mandi, Bun!" teriak gadis bergetar, Anara masih membayangkan bagaimana bila Arsi tau keadaannya sekarang?

"Kalo udah turun, ya, kita makan bareng," kata Arsi.

"Iya Bun."

Gadis itu cepat-cepat mengambil handuk dari gantungan, tidak ada minat untuk mandi. Dia segera keluar dari kamar mandi setelah badannya di baluti oleh handuk kimono.

Tidak ada kaos ketat untuk saat ini, untungnya juga karena Anara lumayan menyukai kaos over size. Dia memakai kaos berwarna hijau daun dengan celana joger panjang.

Gadis itu bergegas menuju meja makan, tak lupa dia memasang topengnya, menyembunyikan kesedihannya dengan senyuman.

Menu hari ini seperti biasa opor ayam kesukaan Anara, dan beberapa sayuran untuk menjadi pemanis.

Saat gadis itu duduk dan mencium bau daging dia langsung mual dan ingin muntah. Dia segera berlari menuju wastafel di dapur.

"Wleee ... wlee ... Ohok ... Ohok ...,"

"Ana kenapa?" tanya Arsi panik, wanita itu mengelus-elus punggung Anara agar lebih enakan.

"Bun Ana mual nyium bau ayam," ucap gadis itu setelah membersihkan mulutnya.

"Kok tumben?"

"Bibi buatkan teh anget ya, Non," ucap Bi Suti.

Sedangkan Arsi menggandeng Anara ke sofa diruang tengah. "Besok olimpiade kamu gimana, Ana?" tanya Arsi.

Anara menggeleng pelan. "Ana mau ngundurin diri aja Bun, Ana gak pantes buat ikut olimpiade."

"Loh kenapa?" tanya Arsi terkejut, baru pertama kali dia mendengar Anara menolak untuk ikut olimpiade.

Galang : Musuh Jadi Suami? [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now