18 | Selesai

513K 31K 2.3K
                                    

"Oh let's go back to the start."
-The Scientist-Coldplay-

***

"Bidadari gak pantes buat sedih."

Sorot mata gadis itu menanamkan kecewa yang begitu dalam, rasanya deja vu. Lelaki yang ada di depannya menarik tubuh mungil itu dalam pelukannya. Di peluk oleh lelaki ini rasanya seperti pisau menancap dalam dadanya, sakit.

"Aku gak tau apa masalah kamu, tapi aku tau kamu sedang rapuh." Lelaki itu mengelus puncak rambut Anara.

Anara menangis, tangisnya semakin pecah. Dirinya kini ada di antara kebimbangan. Dia kecewa pada Pram, dia marah, tidak lagi ingin mengenal Pram. Tapi, semesta seakan menarik dia untuk terus mengingat masa lalu dengan Pram.

Anara mendorong tubuh Pram, sudah cukup. Pram tidak boleh masuk lagi ke dalam hidupnya, cukup sekali Pram menghancurkan hatinya, bahkan yang itu saja sedang dalam tahap penyembuhan.

"Cukup Pram! Kita udah selesai!" Ucap Anara penuh penekanan.

"Di antara kita nggak ada kata selesai, mau aku atau kamu. Kita janji buat gak bilang kata selesai. Kita selesai kalo Tuhan ambil nyawa kita."

"Persetanan dengan janji, kita pernah janji untuk nggak akan saling meninggalkan. Terus apa kamu nepati itu? Satu tahun kamu hilang gak ada kabar, Pram. Susah payah aku lupain kamu, dan sekarang kamu kembali seakan gak ada hal yang terjadi?" Anara berhenti sejenak menahan tangisnya supaya tak menjadi, "pergi jauh dari aku, itu akan jauh lebih baik."

Pram menggenggam tangan Anara, tapi gadis itu menepisnya. Rasa cinta memang masih ada tapi kini sudah mati dan berganti oleh rasa kecewa yang begitu dalam.

"Aku bakal jelasin alasannya, Ra." Lelaki itu berulang kali meraih tangan Anara, tapi nihil.

"Apapun pejelasannya, kamu udah ingkar. Kalo menurut kamu kita belum selesai, ayo selesain di sini." Anara berdiri hendak akan pergi, berlama-lama dengan Pram akan membuat dia kembali terjebak di masa lalu.

"Kita putus."

"Nggak." Pram menahan tangan Anara agar gadis itu tidak pergi.

"Kita. Putus." Anara mengulang perkataannya, dengan penuh penekanan.

"Kita pacaran atas kesepakatan berdua, dan putus juga harus dengan keputusan bersama. Jadi, kalo aku nggak mau putus kita nggak putus."

"Terserah, kisah kita udah selesai setahun yang lalu!" Anara menepis tangan Pram, lalu pergi meninggalkan lelaki itu.

***

"Ara belum balik, ya?" tanya Jay pada kedua sahabat Anara yang lima menit yang lalu baru duduk di meja kantin kepemilikan Gloues.

"Belum, gue udah coba telepon dia tapi gak diangkat." Raut wajah Gaisa tampak cemas.

"Tadi waktu jam pelajaran olahraga gue liat Ara lari-lari di koridor, tiba-tiba si anak baru ikutin Ara ke halaman belakang. Kayaknya mereka akrab deh, soalnya gue liat mereka ngobrol gitu." Ucap Jay membuat teman-temannya heran, sudah jelas Anara bilang tidak mengenal Adhiz Prama.

"Lah kan Ara bilang gak kenal." Sahut Aji.

"Mungkin mereka kenalan, gak usah di besar-besarin," Samuel menatap teman-temannya, masalah kecil saja di besar-besarkan. Jaman sekarang orang yang baru ditemuinya dalam hitungan menit pun bisa langsung akrab.

"Asal lo tau si anak baru itu gak mau temenan, ada orang yang ngedekitin aja dia langsung pergi. Irit ngomong kayak yang gagu," timpal Zigo, lelaki ini memang orang yang paling kesal pada Pram, karena Pram fansnya berkurang.

Galang : Musuh Jadi Suami? [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang