Dua Kelompok Menyerang Lisa

7.8K 696 22
                                    


***

Prang!

"Astaga Dayang Im! Anda baik-baik saja?!" pekik salah satu pelayan yang datang dengan tergopoh begitu melihat sosok wanita tua yang menjadi panutannya memecahkan mangkuk kaca.

Pecahan kaca berceceran di atas lantai, tampak pula tetesan darah yang mengucur dari jari-jarinya yang tak sengaja sobek akibat pecahan mangkuk.

"Aku tidak apa-apa, ini hanya luka kecil," balas Dayang Im seraya membersihkan sisa pecahan kaca. Namun, gerakannya langsung terhenti ketika pelayan itu datang dan menggantikan tugasnya.

"Tidak perlu, Dayang Im. Biar saya saja. Lebih baik, Anda mengobati luka Anda saja."

Mengangguk lemah, Dayang Im memilih melakukan ucapan si pelayan. Ia berjalan menjauh, menuju kamarnya dengan perasaan gamang dan aneh. Sesampainya di kamar pun, ia tak mampu mengantupkan kelopak matanya. Akhirnya ia kembali terduduk.

"Ada apa ini? Mengapa perasaanku tidak tenang?"

Dayang Im bangkit dari tempat tidurnya, berjalan menuju jendela kayu kamar, lalu membuka. Sinar putih dari purnama langsung menyusup ke dalam kamarnya, memberikan penerangan temaram dalam kemar.

Di balik mata keriput itu, manik hitamnya memandang langit dengan berbagai rasa yang bergejolak. Entah apa dan mengapa, seolah ada sisi lain dirinya yang hendak menyampaikan pesan, terapi tak kunjung sampai. Ia terus melamun, diam. Hingga akhirnya, Dayang Im menyadari satu hal yang kiranya mengusik pikiran.

"Ya Tuhan, bukankah ini malam purnama? Bagaimana kalau wajah Nona Lisa berubah? Astaga, mengapa aku baru menyadarinya? Aku harus menyusul Nona Lisa."

Dengan langkah terburu, Dayang Im menuju pusat transportasi untuk meminjam satu kuda. Namun, belum sempat niatnya terlaksana, tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara pukulan genderang. Perasaannya makin tidak karuan, karena jika dalam istana dibunyikan genderang, berarti ada pertanda buruk. Bisa karena ada pemberontak, berita kematian, atau pelaksanaan hukuman publik.

Menyampingkan niat awal, Dayang Im memutar arah menuju asal suara guna bertanya lebih dahulu. Selama di perjalanan, ia melihat banyak prajurit berjalan dengan tergopoh menuju gerbang istana. Jantungnya makin berdebar, wajah asli Lisa yang pernah ia lihat langsung terbayang begitu saja, mengganggu pikiran.

"Hei, ada apa? Mengapa semua orang tampak terburu-buru?" tanya Dayang Im tak sabar pada salah satu prajurit yang ia temui di tengah perjalanan.

"Rombongan Selir Yu diserang pemberontak, dan kabarnya Permaisuri Aerin terbunuh."

Jedar!

Seolah disambar petir, tubuh Dayang Im menegang. Bibirnya terasa kelu, pikirannya makin kalut. Rombongan Selir Yu, itu berarti termasuk Lisa yang ada di sana. Bagaimana keadaan gadis itu? Apakah baik-baik saja?

"Apa?!" Dayang Im menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Itu tidak mungkin. Tapi ... Permaisuri Aerin memang ... astaga, Yang Mulia!"

Tubuh Dayang Im tumbang seketika.

****

"Kerahkan semua pasukan! Cari pemberontak sampai dapat!" teriak Jenderal Wu mengatur barisan prajuritnya. Tak lupa membagi beberapa kelompok anak buahnya pada masing-masing panglima yang ia percayai. Tak butuh waktu lama, para prajurit pun segera berangkat untuk mengejar pemberontak.

Saat ia membalikkan badan untuk melapor ke istana kaisar, betapa terkejutnya ia saat mendapati Kaisar Lee sudah tidak ada di tempat. Sarung pedang bermata dua, pedang keramat paling berbahaya yang dimiliki Kaisar Lee juga tampak menghilang dari tempatnya. Bermodal firasat, ia segera berlari menuju kandang kuda, melepas satu ekor, dan segera memacu hewan perkasa itu menembus kegelapan hutan.

"Permaisuri Aerin, semoga Kaisar Lee menemukanmu."

Dengan perasaan terluka atas berita yang ia dapat, Jenderal Wu hanya bisa berharap cemas.

Semoga Anda masih hidup.

***

"Apa?! Ada penyerangan lain?" Selir Yuki menatap tak percaya pada ketua kelompok sewaannya yang datang untuk melaporkan kematian Permaisuri Aerin.

"Ya, Yang Mulia. Sepertinya ada kelompok lain yang hendak membunuh permaisuri. Tadi, kami juga terlibat pertarungan, beruntung kami hanya terluka. Jumlah mereka sangat banyak, saya pikir, mereka adalah kelompok penyerang oleh salah satu elit kerajaan, tapi saya tidak bisa memastikan siapa dalangnya. Dilihat dari teknik penyerangan, bisa dibilang kalau kemampuan mereka hampir sama dengan keluatan kita."

"Tunggu dulu!" Tiba-tiba seulas senyum penuh rahasia muncul di wajah Selir Yuki. "Kupikir ada beberapa hal janggal dalam ceritamu, Ketua Cha."

Pria yang dipanggil Ketua Cha itu mengerutkan kening bingung, ia sudah menceritakan semua hal yang ia ketahui dengan jujur, tidak merasa menyembunyikan apa pun dari sosok wanita di hadapannya.

"Saya―"

Ucapan Ketua terjeda oleh gelengan kepala Selir Yuki. "Aku tidak meragukan ceritamu, Ketua Cha. Tapi, tidak sadarkah Anda? Pengirim pasukan penyerang itu ada di dekat Anda sendiri."

"Jadi, Anda juga yang mengirim pasukan tersebut?"

Lagi-lagi Selir Yuki menggeleng. "Bukan aku, tapi salah satu dari wanita yang seharusnya kita bunug malam ini."

Kedua mata Ketua Cha membulat seketika. "Bagaimana bisa? Itu tidak masuk akal sekali."

Selir Yuki menajamkan tatapannya, lalu mengetukkan jari telunjuknya ke kepala untuk mengejek lawan bicaranya. Bagi seorang Selir Yuki, menyimpulkan mana kawan, mana lawan, bukanlah hal sulit. Ia belajar banyak dari sikap dan perilaku seseorang, termasuk taktik dan trik dalam menjebak lawan.

"Selir Yu itu serigala berbulu domba. Sebenarnya, aku sudah mencium kebusukannya selama ini. Hanya saja, aku masih ragu. Tapi, setelah mendengar penuturanmu, keyakinanku membulat. Wanita itu benar-benar licik. Bahkan, lebih licik dariku."

Ketua Cha tetap diam, ia sudah paham ke mana arah pembicaraan ini. Harus ia akui, Selir Yuki memang memiliki ketajaman insting yang tak terduga. Dalam kandidat permaisuri, seharusnya memang wanita sepertinya 'lah yang seharusnya mendapatkan tahta. Selain cerdas, juga memiliki kekuatan politik yang kuat. Tidak seperti Permaisuri Aerin, yang terlalu lemah dalam segala hal, termasuk dalam berpikir. Bahkan, untuk menyelamatkan diri pun ia tidak bisa. Alih-alih selamat, ia malah dengan senang hati masuk ke dalam kandang singa.

"Dia selalu bersikap baik selama ini, tak lain hanya sebagai manipulasi. Sungguh cerdas. Bahkan, aku hampir tertipu."

"Saya paham sekarang, Selir Yuki. Selir Yu sengaja mengajak Permaisuri Aerin turut dalam perjalanannya. Padahal, sebelumnya dia telah merencanakan semua dengan matang, termasuk serangan kita."

"Anda benar, Ketua Cha. Jika pasukanmu dihadang banyak prajurit kerajaan, bukankah itu berarti prajurit mengikuti mereka sejak awal? Lalu, bagaimana bisa, mereka yang sebanyak itu tidak menyadari kalau Permaisuri Aerin terpisah dari rombongan, dan malah tetap mengikuti Selir Yu sehingga dia terlindungi dari serangan kita. Tidak masuk akal. Selir Yu benar-benar telah merencanakan semua jauh lebih matang daripada kita."

"Setidaknya, baik dari pihak kita, maupun mereka, tidak ada yang berhasil membunuh Permaisuri Aerin. Wanita bodoh itu mati karena ulahnya sendiri."

***

The Queen Of Fantasia (Revisi)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें