Duel Para Selir

8.1K 681 36
                                    

😚

***

Bulan nan sempurna, tampak gagah di peraduannya. Cahaya putih mengintip malu di antara ranting pepohonan hutan. Menciptakan siluet-siluet temaram, menjadi pengiring bunyi langkah jantan seekor kuda putih nan perkasa bersama penunggangnya.

Malam bulan purnama, adalah malam keramat dalam satu bulan yang selalu ia nanti. Setelah bulan lalu ia harus menelan kekecewaan karena yang ia nantikan tidak datang. Maka, malam purnama ini mungkin akan menjadi kesempatan pertama baginya.

Namun, ia kecolongan satu langkah. Wanita itu pergi tanpa sepengetahuannya. Hingga tiba-tiba ia dikejutkan kabar yang dibawa oleh salah satu prajurit penjaga, bahwa telah terjadi penyerangan pada rombongan Selir Yu. Awalnya, ia tak merasa harus sibuk mengurusi, tetapi ketika prajurit tersebut mengatakan, bahwa Permaisuri Aerin mati tenggelam di danau, dan tersedot putaran air ghaib, tubuhnya menegang seketika.

Sejak awal, apa yang ia lakukan memang sudah gila, tetapi gadis itu lebih gila. Untuk apa ia pernah mengajarinya pedang, jika dia tetap tidak bisa menjaga diri.

"Yang Mulia!" teriak seseorang dari belakang. Tanpa menoleh, ia sudah tahu jika itu adalah Jenderal Wu yang datang menyusul. Alih-alih memelankan laju, ia lantas memecut kudanya agar lebih cepat.

Tak butuh waktu lama, Kaisar Lee sudah sampai di danau lebih cepat. Selain karena laju kuda, ini juga karena ia mengeluarkan sedikit kekuatannya. Bukan hal aneh, jika seorang pemimpin memiliki kekuatan selain fisik kuat. Ini sudah menjadi hukum alam bagi tiap pemimpin yang terlahir di dunia Fantasia.

Melihat sekeliling danau yang luas, samar-samar ia melihat cahaya-cahaya mungil berwarna merah dari seberang. Yakin, itu adalah para prajuritnya yang baru sampai, tetapi posisi mereka tidak sama. Kaisar Lee datang dari arah utara, sedangkan mereka datang dari sisi selatan.

Setelah turun dari kudanya, Kaisar Lee berjalan menuju bibir danau. Perlahan, ia melepas satu persatu lembar baju kerajaan yang ia kenakan hingga membuatnya bertelanjang dada.

"Apakah Anda akan menyelam ke dalam sana?"

Suara berat oleh pria lain yang tiba-tiba muncul itu membuat Kaisar Lee diam di tempatnya. Pria itu menunggu sosok yang menyusulnya itu berjalan mendekat.

"Bukankah ini terlalu berbahaya?" tanya Jenderal Wu lagi ketika ia berdiri di samping Kaisar Lee.

"Bukankah ini memang harus?" Sambil menatap riak danau.

"Ada putaran air di sana."

Kini Kaisar Lee menatap lawan bicaranya, tatapan datarnya memberi isyarat jika ia benar-benar serius akan ucapannya. "Itu bukan putaran air."

Setelah mengucapkannya, Kaisar Lee lantas menceburkan diri. Jenderal Wu terdiam sejenak, menatap riak air danau sekilas, lalu memilih menyusul para prajuritnya. Ia mendapat firasat, ada satu hal penting yang akan mereka dapatkan.

***

"Selir Yu, apakah Anda baik-baik saja?"

Selir Yura datang ke kediaman Selir Yu setelah mendapat berita yang menggemparkan itu. Seharusnya, ia berada di istana kepala selir, bukan berada di sana. Sayangnya, jiwa penggosip dalam dirinya terasa bergejolak ketika mendengar kedatangan Selir Yu. Ia harus mendapatkan bahan cerita untuk para dayang dan pelayannya besok dengan topik panas ini.

"Syukurlah, aku baik-baik saja."

Selir Yu tengah melakukan pengobatan karena luka kecil di siku dan telapak tangannya akibat terjatuh saat berlari. Lantas, wanita itu tersenyum tipis ketika mendapati kedatangan Selir Yura dengan kehebohannya.

"Masa, sih, kudengar Permaisuri Aerin terbunuh?"

Mendengar itu, wajah Selir Yu langsung berubah muram. Ia menunduk, lalu terisak. Mengingat kerusuhan pasar itu, membuat luka hatinya tergores. Ia merasa sesak dalam dadanya.

"Saya tidak tahu. Saat di pasar, saya juga diserang. Saya tidak tahu di mana Permaisuri Aerin, karena tiba-tiba dia menghilang. Tapi, saat di perjalanan, beberapa prajurit yang aku kerahkan untuk mencarinya memberi kabar kalau dia tewas karena terseret putaran air ghaib di dalam danau. Anda tahu sendiri, danau di dunia kita ini dipenuhi makhluk-makhluk aneh. Kasihan sekali Permaisuri, semoga dia bisa diselamatkan."

"Kudengar di sana ada makhluk seperti manusia, tapi berekor ikan. Rumornya, makhluk itu tinggal di aliran sungai kematian dan danau-danau di tengah hutan. Katanya juga, mereka makan manusia. Tapi 'kan Permaisuri Aerin punya sihir, percaya tidak percaya, kalaupun dia mati, jasadnya pasti utuh karena makhluk itu tidak berani makan sesama mereka."

Selir Yu menggelengkan kepala pelan. "Saya tidak tahu, mengapa Anda bisa berpikir begitu."

"Sudah kubilang sejak dari awal, dia itu penyihir."

"Senang melihatmu kembali dengan selamat." Suara itu bukan dari Selir Yu maupun Selir Yura.

Kedua orang yang asik bercakap itu lantas menoleh ke asal suara, tepatnya pada sosok dua wanita yang tengah berdiri di ambang pintu. Melihat kedatangan tamu lagi, Selir Yu segera membungkuk sebagai tanda hormat, tak lupa menyambut dengan senyum manis.

"Selamat datang, Selir Yuki dan Selir Yuna. Senang kalian berkunjung kemari. Silakan duduk!"

Selir Yuki dan Selir Yuna duduk di hadapan Selir Yu, sama-sama menatap datar lawan bicaranya.

"Kupikir, bisa saja Anda menarik ucapan Anda barusan." Selir Yuki berkata tajam.

Selir Yu tetap memasang wajah tenang. Pertemuannya dengan Selur Yuki, cepat atau lambat telah ia prediksi akan seperti ini. Ada rasa terdesak ketika tiga orang dengan satu tujuan sama dan bertolak belakang dengannya, berkunjung di saat kritis seperti ini. Untung saja, ia masih bisa mengontrol diri untuk tetap tenang, meskipun dalam dadanya tengah bergejolak. Darahnya memanas, seolah mengalirkan setruman tak kasat mata tiap denyut jantungnya.

"Sebuah kehormatan bagi saya, jika para selir sudi bertandang. Bagaimana kalau kita berbincang dengan meneguk secangkir teh hangat?" Selir Yu masih berusaha beramah tamah.

"Bagaimana mungkin, Anda bisa meneguk air hangat, sedangkan Permaisuri Aerin tengah sekarat meneguk air danau?" tajam Selir Yuna. Hal lumrah memang jika wanita itu selalu mengucapkan kalimat sarkas yang langsung membuat lawan bicaranya bungkam, tetapi kali ini berbeda. Wanita itu tengah berusaha menyudutkan.

"Maafkan kelancangan saya, tetapi bagi saya, kalian adalah tamu terhormat. Bagaimana mungkin, saya tidak beramah tamah?" Selir Yu tersenyum samar, membalas tatapan tajam Selir Yuna yang menatapnya terang-terang. "Lagipula, saya tahu kalau saat ini bukan waktunya kalian bersedih."

Lantas saja, kalimat yang dilontarkannya itu serta merta membuat ketiga wajah tamunya merah padam, seolah tengah ditelanjangi. Rahang Selir Yuna mengeras, agak berbeda dengan Selir Yuki yang berusaha tetap tenang. Sedangkan, Selir Yura hanya bisa terdiam, takut kalau memperkeruh suasana.

Wajah ramah Selir Yu seketika menggelap, tampaklah kini sosok wanita yang tengah tersenyum sinis, bertolak belakang dengan imej  lembut yang selalu ia bangun, dan selalu berusaha menunjukkan sisi terbaik darinya.

"Aku tahu, kalau dua serangan itu dari kalian!" ucap tajam Selir Yu, kini ia benar-benar marah.



***

😘



Luluk Layalie

The Queen Of Fantasia (Revisi)Where stories live. Discover now