Tekad Untuk Pulang

6.2K 491 35
                                    

Tentang aku yang tak mampu merenggut yang kurindukan kembali

***

Setelah pesan pria misterius itu, entah mengapa Lisa memberanikan diri untuk percaya.

Mulai hari itu, ia menghindari pertemuan dengan siapa pun termasuk Kaisar Lee dan Pangeran Lee Sung dengan alasan sakit. Padahal, sebenarnya ia sedang mempersiapkan diri untuk perjalanan ke kuil suci seperti apa yang dijanjikan pria misterius yang akan mengantarkannya pulang.

Meski separuh diselimuti keraguan, tetapi Lisa berusaha memantapkan hati. Mengingat pria itu pernah memberikannya buku sihir, yang faktanya adalah kunci dari semua akar permasalahan ini.

Selama lebih dari satu bulan, Lisa belajar menunggang kuda di area belakang istana permaisuri yang dengan perintahnya dibangun dinding baru yang tinggi dan tertutup. Tentu hal ini agar pelatihannya tidak terganggu. Selain itu, ia juga belajar mebggunakan pedang dari salah satu prajurit penjaga istana permaisuri. Meski tidak langsung mahir, setidaknya lumayan untuk bekal berjaga diri.

Namun, perbuatannya itu malah mengundang kecurigaan di kalangan para selir. Hingga akhirnya mereka mengirimkan orang sebagai penyusup ke dalam istana permaisuri untuk menggali informasi.

"Permaisuri Aerin akan melakukan perjalanan rahasia ke kuil puncak bukit," gumam Selir Yuki mengulangi laporan Song Nara.

"Kuil? Tempat itu ... bukankah bangunan penyihir?" Selir Yura sedikit syok dengan kabar yang dibawa.

"Benar. Penyihir hitam Mavelda. Untuk apa dia ke sana? Apakah dia mau balik menyerang kita melalui bantuan Mavelda?" timpal Selir Yuna masih dengan wajah datar.

Mavelda adalah sosok manusia yang memiliki kemampuan sihir hitam. Karena kekuatan terlarang, dia dikutuk menjadi abadi dengan menjalani berbagai cobaan hidup. Alih-alih senang dengan keabadian, Mavelda sebenarnya disiksa dengan efek samping kekuatannya sendiri. Sehingga demi melepaskan kutukan, dia akan membagi kutukannya dengan orang-orang yang ingin meminta pertolongan padanya.

Selir Yuki terkekeh. "Mavelda tidak akan membantunya. Sebaliknya, penyihir itu akan menyerangnya. Astaga, bagaimana bisa Permaisuri Aerin berpikir sempit seperti itu? Haha ... dia sedang ingin bunuh diri rupanya."

***

“Dayang Im, apakah Anda sudah menyiapkan semua?” tanya Lisa amat gugup. Bahkan, sejak tadi ia tidak bisa tinggal diam. Kakinya terus berjalan ke sana kemari tanpa lelah.

Dayang Im mengangguk pasti. “Sudah, Yang Mulia. Kita bisa berangkat besok pagi. Saya harap Anda benar-benar sudah mahir menunggangi kuda seperti yang telah Jenderal Wu ajarkan beberapa hari belakangan ini.”

“Hei, Dayang Im. Anda jangan meremehkanku, aku sudah bisa, tahu! Hanya kudanya saja yang kadang hilang kendali sendiri sampai loncat-loncat.”

“Bukan seperti itu, Yang Mulia. Masalahnya, perjalanan ini akan memakan waktu setengah hari lebih untuk mencapai kuil suci di puncak gunung.”

“Iya-iya … aku tahu.”

“Untuk sekarang, Anda bisa beristirahat. Saya akan mengambil persediaan obat untuk nanti.”

“Obat? Untuk apa?”

Menghela napas panjang, Dayang Im tetap tersenyum. “Hanya untuk berjaga-jaga, Yang Mulia. Lagipula, di gunung sangat dingin. Kita membutuhkan rempah-rempah untuk menghangatkan tubuh.”

Mengangguk paham, Lisa membiarkan Dayang Im pergi. Setelah suasana menjadi hening, ia kembali mengambil buku kayu ajaib itu lagi lalu membukanya. Kini, pahamlah Lisa, jika tulisan di buku itu akan bertambah satu wajah tiap dua hari. Kalau tidak salah, ia menghitung jumlah lembar buku lalu dicocokkan dengan jumlah hari, maka hasilnya sekitar satu tahun lebih untuk mencapai lembar terakhir. Namun, entahlah, yang jelas Lisa ingin segera pulang dengan bantuan pria misterius itu. Ia yakin, dia orang baik.

Tidak ada cara untuk menghentikan ritual yang terlanjur dimulai, selain mematahkan salah satu syarat. Sehingga membuat ritual otomatis tertunda. Namun, jika salah satu syarat itu kembali dipenuhi, maka semua akan berlanjut, tinggal menyelesaikan proses yang tertunda.

Dalam proses penundaan itu, tentu jiwa yang dipanggil akan terkunci dalam ritual. Seandainya pintu langit telah terbuka untuk para arwah, ia tidak bisa turut karena masih ada sesuatu yang mengikat. Semua yang dimulai, harus berakhir.

Dan akhir dari ritual ini adalah, siapa yang akan bertahan, sang pemilik jiwa, atau jiwa yang dipanggil. Karena pada hakikatnya, hanya ada satu jiwa yang masih hidup. Lisa menegakkan tubuh. “Aku ‘lah yang harus hidup karena aku pemilik jiwa itu.”

Setelah lewat tengah malam, Lisa dikawal seorang prajurit benar-benar meninggalkan istana. Dayang Im yang menatap kepergian nonanya hanya bisa menangis dalam bisu. Wanita tua itu sebenarnya amat ingin mengikuti ke mana pun langkah Lisa pergi, untuk menjaga dan merawat sosok mungil itu dalam perlindungannya.

Namun, apa daya, usia senjanya membatasi seluruh pergerakan tulang dan sendinya yang tak bisa sesigap masa mudanya. Deru langkah kuda itu kian menghilang bersamaan dengan lenyapnya tubuh Permaisuri Aerin dan seorang prajurit itu di balik pintu gerbang. Tubuh Dayang Im bergetar karena isak tangis.

“Semoga Anda bisa pulang dengan selamat, Nona.”

The Queen Of Fantasia (Revisi)Where stories live. Discover now