Bagian 2

17.7K 1.3K 7
                                    

Dengan perlahan, Clara melangkahkan kakinya. Satu langkah kaki kanan ke depan, kemudian bergantian dengan kaki kirinya, begitu seterusnya.

Sesekali, jika ada kerikil yang terlihat di matanya, tidak segan-segan Clara akan menendang dengan kakinya yang tertutupi oleh sepatu sekolah miliknya yang berwarna hitam.

Karena jam terakhir tadi adalah pelajaran olahraga, Clara memilih untuk pulang dengan berjalan kaki. Anggap saja dia sedang melanjutkan olahraganya yang tadi sempat terhenti karena bel pulang sekolah telah berbunyi.

Clara bahkan tidak menerima tawaran beberapa orang temannya yang mengajak untuk pulang bersama mereka dengan menaiki sepeda motor.

Lagi pula jarak rumah Clara tidak terlalu jauh dari sekolahnya jika melalui jalan pintas. Kurang lebih tiga puluh menit lamanya jika Clara berjalan kaki dengan kecepatan normal.

Clara sengaja berjalan semakin pelan ketika jaraknya saat ini dengan rumahnya sudah mulai dekat, sambil ber teleponan dengan Brian yang tidak bekerja di hari sabtu seperti sekarang ini.

Dia bisa saja menghubungi kakaknya itu saat berada di rumah. Hanya saja Clara tidak bisa bebas berbicara karena ada Ayah mereka yang mungkin bisa mendengar apa yang Clara katakan kepada Brian.

“Aku sudah besar Mas, bukan gadis kecil seperti dulu lagi,” ucap Clara kesal. Hal ini yang selalu membuat Clara kesal dengan Brian. Laki-laki itu selalu memperlakukannya seperti anak kecil. “Aku bahkan sudah tahun kedua sekolah menengah atas sekarang kalau Mas lupa.”

Di dekat telinga nya, Clara mendengar suara tawa Brian dengan jelas. “Mas tau, Ra. Karena kamu sudah besar maka kamu harus paham. Ibu dan Ayah tidak bisa bertahan hanya demi kita. Mereka juga berhak bahagia.

Sejak Ayah dan Ibu mereka bercerai ketika usia Clara sekitar tiga belas tahun, Clara terpisah dengan Brian. Clara tinggal berdua dengan Ayah sementara Brian tinggal dengan Ibu.

Hal itu merupakan kesepakatan yang di ajukan Brian kepada Clara. Sehingga dengan begitu Clara bisa mengurus Ayah sementara Brian bisa menjaga dan melindungi Ibu.

Brian dan Ibu bahkan juga tidak lagi menempati rumah keluarga mereka dulu setelah Brian, pegawai kantor pajak itu di pindah tugaskan ke kota lain. Clara sempat putus komunikasi dengan kakaknya itu, sebelum Brian menemukan akun media sosial Clara dan menghubunginya.

Clara mengusap air matanya yang tiba-tiba mengalir keluar dari kedua matanya. Topik tentang Ayah dan Ibu mereka memang hal yang sensitif baginya. Hingga saat ini, Clara masih belum menerima perpisahan yang terjadi di antara kedua orang tuanya.

Harapan agar keduanya kembali bersatu lagi menjadi hal yang selalu di usahakan nya.

“Tapi dulu kita bahagia, Mas. Tahun-tahun setelah perceraian Ayah dan Ibu sangat berat untukku. Aku kangen kita kumpul berempat setiap hari seperti dulu,” ucap Clara jujur.

Dia memang sangat merindukan masa lalu yang saat ini seakan sudah menjadi kenangan.

Ra, please.”

Clara menghentikan langkah kakinya ketika dia sudah berdiri di pinggir jalan, tepat di depan rumahnya. Matanya melirik ke halaman rumah untuk memastikan keberadaan mobil Ayah yang ternyata belum ada di halaman rumahnya. Sepertinya, Ayahnya itu sedang keluar.

Kepala Clara menunduk, menatap ujung kedua sepatunya. “Mas sama sekali gak mengerti perasaanku,” pekik Clara sambil memutuskan panggilan secara sepihak.

Clara tidak peduli jika mereka akan putus komunikasi lagi. Clara yakin setelah ini Brian pasti sudah muak dengannya yang jika setiap kali menelepon, hanya akan merengek kepada laki-laki itu.

Welcome My Love [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang