20. Rindu Menyapa

1.2K 93 13
                                    

Sudah 2 hari ini shani selalu berada di rumah sakit. Dan selama 2 hari pula ia di antar jemput oleh yona dan keenan. Mereka benar-benar menepati janjinya untuk selalu menjemput shani berangkat bareng-bareng ke rumah sakit dan tak lupa mengantarkannya kembali ke rumah.

Seperti pagi ini shani tengah bersiap untuk ke rumah sakit kembali, kali ini yona dan keenan juga mengajak mamahnya untuk melihat kondisi gracio.

Gracio sendiri belum sadarkan diri selama 2 hari ini, tapi keadaanya membaik, demamnya sudah turun. Kata dokter kemungkinan besar gracio akan siuman segera.

Setelah siap, shani berjalan menuju ruang tamu. Sesampainya disana ternyata veranda sudah siap.

"Akhirnya turun juga, mamah tunggu lama banget."

"Mamah aja yang kecepatan."

"Habisnya mamah pengen cepet-cepet liat kondisi gracio."

"Eh!?." Shani kaget dengan penuturan veranda.

"Gausah gitu dong mukanya, jangan cemburu juga ah."

"Apa sih mah, ga lucu tau."

"Gemesin bangett sih anak mamah."

Tok tok!

Saat keduanya sedang ngobrol, pintu ada yang mengetuk. Mereka berdua beranjak untuk membuka pintu yang mereka yakini itu adalah kedua orang tuanya gracio.

Tak lama veranda membukakan pintu, dan ternyata benar yona dan keenan yang datang.

"Wahh sudah siap aja nih?." Tanya yona.

"Iya biar ga nunggu lama." Ujar veranda.

"Padahal gpp kita nunggu, kan nunggu di rumah calon besan ini." Kali ini keenan yang bersuara.

"Aduhh bisa aja nih suamiku kalo ngomong bener banget!."

Ketiganya tertawa kecuali shani. Karna shani tau ketiganya mulai menggodanya sehingga terkadang membuat pipinya merona.

"Ih kok pipimu merah nak." Veranda terkekeh.

"Wahh bener merah muka dia." Ujar keenan tertawa keras.

"Mah,om, tante udah dong ketawanya." Ujar shani sambil menutup mukanya dengan kedua tangan.

Sungguh ia malu kali ini oleh ketiganya, tak ada yang di pihaknya untuk membela shani.

"Udah yu berangkat kalo gitu."

Semuanya masuk ke dalam mobil, seperti biasa pak budi langsung menyalakan mobil ketika semuanya sudah masuk dan meninggalkan area perumahan shani.

Selama di perjalanan mereka sesekali ngobrol ringan, dan sesekali tertawa dengan riang.

Tak terkecuali shani, ia hanya merenung sambil melihat ke arah luar jendela, hatinya kini tak tenang. Begitu khawatir shani terhadap perkembangan sakitnya gracio, selalu harap-harap cemas. Tak menyangka gracio akan tak sadarkan diri selama 2 hari.

Terkadang ia menyalahkan dirinya sendiri, andai saja ia tau kondisi gracio sedang sakit pasti ia tak akan membiarkan dia menjemputnya. Andai saja shani tak terfokus menikmati liburannya bersama laki-laki yang menyakitinya pasti ia akan selalu tersenyum dengan hal receh yang gracio berikan, pasti gracio akan selalu menghubunginya.

Seharusnya ia tau dari awal bahwa gracio memang tulus mencintainya,meski ia tak mengenal gracio dan beribu rahasia yang gracio simpan, tapi ia selalu mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.

Cara gracio memandang shani, membuat shani tersenyum, membuat shani kesal, membuat shani terheran dengan semua kejutan yang gracio berikan seharusnya shani tau tak ada yang lebih baik dari gracio yang memperlakukan perempuan selayaknya orang yang paling beruntung di dunia ini karena mendapatkan semua perlakuan tersebut.

Nous [END]Where stories live. Discover now