34. Jalannya Sudah Seperti Ini

1.1K 96 42
                                    

Hari ke-dua di berlin.

Menginjakkan kaki disini bukanlah hal yang mudah, ketakutan dan kecemasan terus menyelimuti diri ini. Entah sejauh apa pikiran ini terus melayang dibawa hempasan angin, menunjukkan segala kemungkinan yang ada.

Kamu tau? Bagaimana rasanya mencari kepastian diatas kemustahilan? Iya, rasanya sungguh tidak enak. Berpandangan pada keadaan yang ada, membuatku takut untuk semakin melangkah ke depan.

Aku shani, akan selalu tetap menjadi shani. Orang yang pendiam, tidak mau bergaul dan takut tersakiti apalagi atas dasar cinta. Tapi, apakah kali ini aku boleh berubah? Menjadi lebih pemberani karna datangnya lelaki bernama samuel gracio harlan?. Karna dia, aku semakin membuka diri pada dunia.

Dia mengajarkanku bahwa semesta ini tidak jahat, mereka akan baik jika diperlakukan baik. Sedikit demi sedikit aku mencoba terbiasa dengan dunia dan semesta yang bebas ini, yang selalu di pantau oleh gracio. Dan berkatnya, aku bisa disini sendiri.

Pagi hari ini di kota berlin, shani bangun dari tidurnya. Berjalan menuju jendela di sudut ruangan kamar hotel yang tidak terlalu besar ini dan membukanya. Pandangan cantik dan indah dapat menyegarkan mata saat melihatnya, menyunggingkan senyum membuat kecantikan shani kian sempurna.

Setelah beberapa saat menikmati pemandangan dari ketinggian ini, lantas shani membersihkan dirinya. Ia akan memulai hari ini untuk mencari gracio, dengan mendatangi kampus.

Mengenakan pakaian casual, shani berjalan menuju lift. Karna ia tak tau lokasi-lokasi yang ada di Jerman ini membuat ia menunggu taksi, jika saja ia tau berlin pasti shani akan berjalan kaki untuk menghemat.

Shani memberhentikan taksi yang ada di depannya, kemudian ia duduk di samping pengemudi.

"Loh, kamu lagi." Ujar sang supir ketika shani selesai memasangkan seatbelt.

Mendengar suara itu, shani langsung menatap sang supir.

"Mas yang kemarin?." Tanya shani memastikan.

"Iya, saya leo. Nama kamu siapa?." Tanyanya, sambil menjalankan mobil.

"Aku shani."

"Shani, mau kemana kamu hari ini?."

"Eumm, kesini." Ujar shani sambil menyerahkan serobek kertas.

Leo langsung melihat apa yang di tunjuk shani, kemudian ia mengangguk-anggukan kepalanya.

"Mau daftar disana?."

"Bukan, mau nanya profil salah satu mahasiswa disana, apa bisa?."

Leo tampak berpikir sebentar "bisa saja, biar saya bantu kamu."

"Eh gausah, aku bisa sendiri."

"Gabaik sendiri, lagian saya sudah habis jam kerjanya kok. Jadi tenang saja."

"Makasih leo." Ujar shani sambil tersenyum.

Leo yang melihat shani tersenyum itupun ikut tersenyum. "Sama-sama."

Shani tentu senang, ia beruntung sekali bertemu leo. Sudah sama-sama orang Indonesia dan dia juga dengan senang hati membantu shani untuk mencari gracio, membuat ia jika tak tau bisa bertanya atau bisa memudahkannya.

Hampir menempuh perjalanan yang cukup panjang, kurang lebih selama empat puluh menit. Keduanya sampai di kampus gracio terdahulu. Shani dan leo langsung saja masuk ke kampus itu, berjalan menuju ruang administrasi dan pendaftaran mahasiswa.

"Biar saya saja yang bicara, kamu mau cari siapa?." Tanya leo sebelum mereka berdua masuk ke ruangan tersebut.

"Samuel gracio harlan." Ujar Shani.

Nous [END]Where stories live. Discover now