30. Nyatanya, Terlambat

1.2K 102 45
                                    

Jika saja harapan yang di inginkan dapat selalu tercapai dengan apa yang di pikirkan, mungkin saja semua ini tak akan pernah terjadi di antara kita.

Sebuah pertemuan singkat kala itu sebelum aku memasuki kelas, kamu yang tak pernah gentar meski aku selalu menolaknya. Tubuh yang tiba-tiba ada di samping ketika menaiki bis, memberi media player yang katamu isinya lagu yang cocok untuk di dengar dalam bis, mengajakku ke sebuah kolong jembatan yang isinya di penuhi anak-anak, mengajakku makan soto, menulis surat untuk Tuhan dan segala kejutan yang pernah kamu berikan untukku, semuanya berbekas di hati, dan itu sangat indah untuk selalu di ingat.

Ge, jika kamu masih menganggap aku terbayang masa lalu dan masih terikat, kamu salah. Aku sepenuhnya tidak menyukainya lagi, kini hanya kamu orang yang dulu ku anggap pengganggu kini nyatanya memberikan sebuah cinta yang sesungguhnya.

Maafin aku jika aku menyakiti hatimu, ini karna takdir sungguh, bukan keinginan. Tolong percaya.

Berjalan seorang diri di taman kota untuk mencari sebuah ketenangan sesaat. melihat pedagang berjajar dengan rapih, anak kecil yang berlarian kesana kemari juga beberapa pasang muda-mudi yang menikmati sore hari ini dengan bersama. Menyunggingkan senyum ketika melihat pedagang es krim disana, yang membuat ia melangkahkan kakinya untuk mendekat.

Es krim rasa vanilla itu kini meleleh menyebar di segala sudut di mulutnya, menikmati dinginnya serutan es tersebut seorang diri sambil menikmati hari terang menuju gelap. Dirinya masih terduduk, enggan beranjak dari sana, menatap langit-langit yang di selimuti gumpalan awan. Indah sekali, seperti dirinya.

Puk!

Shani terkejut kala ada yang menepuk bahunya dari arah belakang, yang membuat ia spontan melihat siapa seseorang tersebut. Saat melihat ke arah belakang, sosok tersebut sedang tersenyum ke arahnya, kemudian duduk tepat di samping Shani.

"Udah sore, ngapain masih disini?." Tanyanya.

Shani tak langsung menjawab pertanyaan itu, ia coba mengingat kembali nama yang sedang duduk di sebelahnya.

"Nadse, segitu susahnya ya nama aku?." Ujarnya seperti membaca pikiran shani.

"Ah iya kak nadse, maaf." Ucap Shani pelan.

"Ngapain minta maaf? Kan aku tanyanya kenapa kamu masih disini?."

"Lagi pengen aja kak, kebetulan jarang-jarang keluar rumah."

Nadse menganggukan kepalanya "oh gitu."

"Kakak ngapain disini?."

"Kebetulan lewat sini, terus aku liat kamu deh. Yaudah aku samperin aja."

Shani mengangguk-ngangguk.

"Pulangnya aku anterin yuk, mau?."

"Gausah kak nadse nanti ngerepotin, lagian aku masih mau disini kok."

"Ini udah mau gelap, gaada yang ngerepotin ayok ah, aku maksa loh!."

Nadse manarik tangan Shani, membawa menuju mobilnya. Meninggalkan area taman kota, nadse membawa dengan kecepatan sedang.

"Shan?." Ujar nadse memecah keheningan.

Shani yang tadinya menatap ke arah luar , kini menatap nadse yang sedang menyetir. "Kenapa kak?."

"Boleh aku tanya?."

"Boleh kok, kakak mau nanya apa?."

"Kamu udah punya pacar?."

Shani terdiam, melihat wajah nadse begitu lekat sebelum ia memalingkan wajahnya kedepan.

"Kalau gamau jawab juga gapapa, maaf udah nanya kaya gitu." Ujar nadse tersenyum kecil ke arah Shani.

Nous [END]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin