29. Keputusan

939 94 16
                                    

Setidaknya dengan melangkah pergi sejenak kita bisa melupakan masalah yang menjadi beban. Setidaknya untuk kali ini, meski pada akhirnya tidak dengan waktu yang lama.

Selalu percaya dengan adanya suatu masalah membuat kita belajar arti kesabaran, membuat kita menjadi kuat dari sebelumnya. Setiap fase yang indah terdapat ribuan masalah yang menerjang. Dan kali ini aku menganggapnya bahwa ini adalah puncak sebelum pada langkah selanjutnya adalah sebuah kebahagiaan untuk selamanya.

Gracio sedang rapat dengan beberapa panitia kampus untuk acara sosialisasi kampus yang akan diadakan lusa. Dirinya disibukkan juga dengan segudang tugas-tugas yang menghampirinya, untung saja ia mampu membagi waktu dengan sangat maksimal.

"Kalau begitu rapat kali ini saya sudahi, semoga acara nanti dapat berjalan dengan lancar dan semestinya. Sekian, terimakasih." Ujar gracio mengakhiri pembicaraannya.

Setelah semua panitia keluar dari ruangan, kini gracio duduk seorang diri menatap laptopnya. Membuka laman web Freien Universität Berlin, membaca dengan seksama bagaimana sistem peraturan kampus tersebut dan beberapa hal-hal tentang kampus itu secara lebih detail dan mendalam.

"Hahhh." Helaan nafas gracio. Ia langsung menutup kembali laptop dan merapikannya.

Ia bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya keluar dari ruang rapat.

Kali ini gracio langsung masuk kelas tanpa berniat mampir ke tempat lain. Sekarang yang ada hanya datang ke kampus, masuk kelas, berkegiatan dan setelah itu langsung pulang. Tak ada lagi hal lain yang ia ingin kerjakan atau kunjungi.

"Nads." Panggil gracio pada perempuan di depannya ketika ia sudah duduk.

"Nads liat sini dulu." Ujarnya kembali.

"Nadse, ck gue serius."

Barulah perempuan yang tadi di panggil-panggil itu menoleh ke belakang. Sebenarnya bukan tak mau menanggapi gracio, hanya saja ia pusing setiap ia di panggil lelaki ini hanya curhat dan mengeluh akibat patah hati. Sudah di saranin jangan diem aja tetap ia tak mendengar, itulah yang membuat nadse malas menanggapi temannya yang satu ini.

"Apa lagi? Mau curhat tentang shani lagi?, kan udah gue saranin berjuang gracio jangan diem aja. Tuman!." Cerocos nadse ketika menghadapkan tubuhnya kepada gracio.

"Belum juga salam pembuka, udah nyerocos aja."

"Ya abisnya gue gedeg sama lo."

"Tapi yaa nads....."

"Apalagi?."

"Kalau seandainya gue pergi dan ninggalin shani gimana?."

"Maksud lo?."

"Lo inget ga yang si irfan nyamperin gue karna di panggil pak nopan?."

Nadse mengangguk.

"Pak nopan kasih gue surat yan-..."

Belum saja gracio menyelesaikan ucapannya, nadse sudah memotong ucapan gracio.

"Biar gue tebak, lo dapet beasiswa yaaa?."

"Iya."

"Dimana?."

"Jerman."

"München?."

Gracio menggelengkan kepalanya. "Berlin."

"Congrasttt masbrooo! Akhirnya." Ujar nadse dengan begitu antusias.

"Eh tapi, berlin-jakarta beda 5 jam. Serius lo mau ninggalin shani?." Sambung nadse.

"Sepertinya nads, nanti gue mau ke pak nopan dan nerima beasiswa itu."

Nous [END]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن