Love From Mafia Part 17 Pemburu Masa Lalu

133K 6.1K 11
                                    



Johan membawa map berisi dokumen yang perlu di periksa Bara, ada juga Dokumen yang harus di tanda tangani, Bara absen selama sehari kerjaannya begitu menumpuk, walau ada Johan yang bisa menghandel perusahaannya, namun tanda tangan dan cap semua dilakukan Bara.
“Jo, gimana pembangunan jembatan ada kendala?.” Tanya Bara, Bara tidak ingin ada masalah sedikitpun apa lagi dengan warga, mereka sudah mendapat uang kompensasi tapi mereka menolak untuk di relokasi.
“Semuanya aman, para pendemo hanya beberapa, tidak sebanyak satu minggu yang lalu, mungkin menempatkan preman di sana hal yang cocok, sesuai prediksi, para keamanan mendapat proyek warga kecil tidak ada yang berani saling provokasi.” Johan memberi penjelasan pada Bara.
“Bagus, tapi jangan sampai preman preman itu melonjak, habisi mereka jika ada yang berani macam macam,” Johan mengangguk tentu saja hal itu akan Johan lakukan, Johan sudah lama bekerja untuk Bara dan Johan cukup tau cara kerja Bara, walau pada akhirnya Keano ataupun anak buah Bara yang mengeksekusi mereka, Johan pernah sekali membunuh orang dan itu tidak enak, bahkan Johan di hantui rasa bersalah, beruntungnya Bara tidak menyuruhnya membunuh lagi setelah tau Johan memiliki hati Nurani, tidak seperti Bara yang tidak memiliki hati Nurani.
“Jo, cari tau tentang panti asuhan tempat Ciara tinggal, siapa pemiliknya, dan apa kita bisa bermain main dengan mereka.” Johan mengangguk, walau Johan sendiri merasa aneh dengan Bara, apa yang terjadi dengan Bara kemarin hingga saat ini dia ingin mengusik panti asuhan tempat Ciara dibesarkan.
“Udah itu aja, kamu bisa pergi,” Johan tau jika dua di usir, Johan tanpa permisi keluar dari ruang kerja Bara.
Masih terngia ngia di fikiran Bara tentang apa yang kemarin dia lakukan bersama Ciara, apa kemarin dirinya sedang kerasukan setan atau bagaimana.

Flashback on.

Sore hari, Ciara sedang jalan jalan di taman belakang, Bara yang melihat Ciara sedang jalan jalan di taman ikut bergabung, Bara juga kebosanan di rumah.
“Apa kamu bosan di rumah?.” Tanya Bara, langsung di angguki Ciara.
“Mau keluar?.” Tanya Bara lagi,
“Emang boleh?.” Tanya Ciara untuk memastikan apakah ucapan Bara tadi benar, tidak halusinasi Ciara.
“Emmm,,, kamu mau kemana?.” Tanya Bara.
“Boleh ke taman, aku pengen makan rujak di taman depan,” Pinta Ciara dengan pelan.
“Pakai kacamata dan masker, jangan sampai orang tau.” Ciara mengangguk, dia segera bergegas ke kamarnya, mengambil topi, kacamata dan masker, bukan hal baru bagi Ciara, sebagai seorang model terkenal, Ciara sering di buntuti fansnya, ataupun media, saat Ciara butuh privasi maka menyamar adalah hal yang terbaik.
Ciara memesan rujak ice cream sementara Bara dia tidak suka rujak buah, Ciara kira mereka pergi ketaman untuk jalan jalan, gitu, tapi ohhh tapi, mereka berdua tetap di mobil, Ciara makan rujaknya di mobil, itupun supir yang membelikan untuk Ciara.
“Kamu yakin enggak mau nyoba?.” Tanya Ciara sambil menyodorkan rujak ice cream dalam mangkuk plastik.
“Makan aja, atau mau aku buang rujaknya,” Ciara langsung bersingsut menjauh dari jangkauan Bara, menikmati rujak ice creamnya tanpa mau menawari Bara untuk mencobanya.
Bara melihat Ciara begitu menikmati rujak ice creamnya ingin mencicipi tapi gengsi, ahhhh bodo amat dengan gengsi.
Bara menarik tangan kanan Ciara yang ingin menyuapkan rujak ke mulutnya. Bara mencicipi rujak ice creamnya, asam, manis, pedas jadi satu, di tambah dingin dari ice creamnya sungguh perpaduan yang pas bagi ibu ibu hamil sepertinya.
Ciara hanya diam, dia kaget, tentu saja, Bara yang tadi bilang enggak mau, bahkan ingin membuang rujak ice creamnya tiba tiba mengambil satu suapan.
“Apa enak?.” Tanya Ciara, penasaran, tentu saja Ciara penasaran, siapa sih yang enggak penasaran, awalnya bilang enggak, ujung ujungnya makan juga.
“Hemmmmm,,,” Bara mengambil mangkuk plastik berisi separuh rujak ice cream di tangan Ciara, memakannya sendiri, hahahhahaha…. Dasar Bara, beruntungnya mereka hanya berdua, coba ada Johan dan Keano pasti Bara sudah menjadi bahan tertawaan mereka berdua.
“Tadi bilangnya enggak mau, sekarang punyaku di minta,” Ciara cemberut, namun Bara tidak perduli, yang Bara perdulikan saat ini rujak ice creamnya, sungguh enak, seger, dan menggugah seleranya untuk makan lagi lagi dan lagi.
Hal yang lebih parah lagi adalah, Bara nambah sampai tiga mangkuk rujak ice cream, entah kenapa rasanya makin makin enak, hingga membuat Bara kalap.

Flashback off

Deringan ponsel Bara membuat Bara tersadar dari lamunannya, Ciara.
Halo, Bara,” Sapa Ciara.
“Ada apa?.” Tanya Bara.
“Bara boleh enggak aku makan siang sama kamu?.” Tanya Ciara,
“Aku sibuk hari ini, dan aku pulang tengah malam, selama aku pergi jangan bikin ulah.” Bara langsung mematikan sambungan telfonnya, Bara tidak bohong jika pekerjaannya memang banyak, belum lagi nanti malam dia akan transaksi lagi dengan pengedar narkoba, hampir semua pengedar narkoba di Jakarta membeli narkoba dari La Zetas, dan Bara tentu tidak sembarangan menjual narkoba itu pada pengedar kecil kecilan, mereka terkadang tidak memiliki nyali yang kuat, di gretak sedikit pasti akan bicara jika di introgasi polisi,

****

Ciara melempar ponselnya begitu saja, setelah menghubungi Bara, mood Ciara yang tadi membaik kini kembali down.
Mia berkali kali mengentuk pintu kamar Ciara namun tidak ada sahutan dari dalam, dengan memberanikan diri Mia membuka pintu kamar Ciara yang tidak di kunci.
“Non, Non,, Nona Ciara?.” Ucap Mia pelan, melihat tempat tidur yang berantakan, Mia meletakkan makan siang Ciara di meja.
“Non, non, Ciara.” Panggil Mia pelan di samping Ciara.
“Aku ngantuk pengen tidur, jangan di ganggu,” Ucpa Ciara dengan suara paruhnya.
“Iya Non, saya bawakan makan siang untuk Nona,” Balas Mia, Mia lalu meninggalkan kamar Ciara, Mia tidak berani mengganggu Ciara.

Entah sudah berapa lama Ciara tertidur, kepalanya pusing, mungkin dia terlalu lama tertidur, perutnya keroncongan, minta di isi makan, Ciara ingat jika dia belum makan siang dan ini, astaga sudah jam setengah empat sore, pantesan dia kelaparan.
Ciara ingin memanggil Mia, namun dia melihat ada makanan di meja makan, ada nasi, telur balado, sup daging sapi, dan buah buahan.
Tanpa memperdulikan makanannya dingin Ciara menyantapnya, dulu, saat dia di panti makan, makanan dingin seperti ini sudah biasa, apa lagi jika uang panti pas pas-an, Bu Amanda akan masak lauk sekali untuk makan tiga kali, terkadang tidak di hangatkan, asal di makan bersama sudah terasa nikmat.
“Nona, astaga Nona, kenapa anda memakan makanan dingin?.” Tanya Mia, ketika Mia datang ke kamar Ciara untuk menyiapkan air mandi.
“Tidak papa kok, ini masih enak.” Balas Ciara santai, sambil menikmati makanannya.
“Tapi Non, saya nanti bisa di marahi Bu Yasya, saya akan minta koki buatkan makanan baru untu Nona, mohon Nona tunggu sebentar ya.” Mia ingin mengambil piring dan mangkuk di hadapan Ciara, namun ditahan Ciara.
“Udah enggak usah, aku udah lapar, dan aku enggak mau menunggu makanan baru, selama kamu diam, tidak akan ada yang tau,” Mau tidak mau Mia mengangguk, huhhhhh padahal makanan itu sudah ingin, bisa bisanya Ciara memakannya, apa tidak sakit perut, kan biasanya orang kaya kalau makan banyak maunya dan banyak pantangannya.
“Tapi Non,,” Mia masih tidak enak hati dengan Ciara, bagaimana tidak Ciara makan makanan yang sudah dingin, dan mia merasa perannya sebagai pelayan Ciara buruk.
“Udah sihhh enggak usah sedih gitu, kedatanganmu kesini untuk menyiapkan keperluanku mandi, maka siapkan, aku mau menyelesaikan makanku,” Mia mau tidak mau mengangguk.

Ciara sudah segar, selesai mandi Ciara turun ke lantai satu, biasanya kalau sore sore gini Ciara suka jalan jalan ditaman mansion yang cukup luas, di tambah banyak bunga bermekaran di taman ini membuat sejuk dan nyaman sekaligus, angin spoi spoi menerbangkan helaian rambut Ciara, namun Ciara membiarkannya.
“Non,, kenapa duduk di tanah, itu kotor Non,” Mia datang menghampiri Ciara yang duduk di rumput,.
“Mia jangan berisik, aku mau menikmati udara di sore hari, kalau kamu masih berisik aku bilangin ke Bi Yasya kalau kamu terlalu bawel dan ikut campur,” Mia langsung terdiam, dia tidak berani berbicara lagi. Akhirnya Mia membiarkan Ciara duduk di rumput sambil bersender di batang pohon, sementara Mia berdiri di dekat pohon.

Love From MafiaDonde viven las historias. Descúbrelo ahora