24 - Hangout

53 10 5
                                    

"Kamu langsung pulang, kan, Nendra?" Mama Ganendra yang baru saja turun dari kursi penumpang menjulurkan kembali kepalanya ke dalam mobil berwarna hitam itu.

Ganendra tidak langsung menjawab, cowok itu tampak berpikir sambil bergumam tak jelas. Tangannya juga mengetuk-ngetuk kemudi mobil, seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Cowok itu sebenarnya ingin pergi, tapi sang mama yang baru saja diantarkannya menuju tempat arisan pasti akan meminta untuk dijemput kembali.

"Mau main? Yaudah mama gak ngelarang, kok. Mama cuma mau nanya aja. Kalau emang kamu mau main, mama nanti bisa pesan taksi online, kok." Melihat kebimbangan putranya, sang mama langsung memberi izin tanpa diminta.

"Serius? Oke, deh, kalau gitu aku main, ya." Ganendra sumringah, tapi kemudian raut wajahnya kembali muram. "Tapi aku bingung mau main ke mana dan sama siapa?"

Sang mama menggeleng. "Makanya cari pacar biar kalau jalan ada yang nemenin. Ganteng-ganteng jomblo!" ledek sang mama.

"Aha! Aku tau siapa yang bisa aku ajak jalan. Liat aja, Mah, kapan-kapan dia aku bawa ke rumah." Ganendra yang tidak terima dengan ledekan sang mama, bertingkah seolah melemparkan tantangan bahwa ia bisa mendapat pacar dalam waktu dekat. "Tapi sebelum itu, aku harus mastiin dulu, dia ada waktu atau nggak hari ini."

***

Kyna duduk menopang dagu dengan sedotan menempel di sela bibirnya. Cewek itu kini sedang dihadapkan oleh situasi sulit kesekian kali dalam hidupnya. Bukan karena cewek itu harus menentukan pilihan yang sulit. Namun, karena saat ini, ia terjebak di antara pertengkaran dua sahabatnya.

"Gue, kan, udah bilang sama lo, film genre itu bakal ngebosenin. Bisa-bisa gue sama Kyna ketiduran di dalam bioskop nanti." Joana melipat tangannya di depan dada. Gerakan itu adalah ciri khas Joana ketika merasa kesal setengah mati.

Tak mau kalah dengan Joana, Sisi pun mulai meninggikan suaranya. "Tapi lo tau, kan? Film itu lagi nge-hype banget sekarang. Kita gak boleh ketinggalan!"

Perdebatan seperti ini memang bukan hal baru bagi Kyna, baik Joana maupun Sisi, keduanya akan menjadi keras kepala kalau sudah urusan memilih judul film yang akan mereka tonton. Sedangkan Kyna, pasti akan menjadi tim pasrah. Kyna hanya akan mengangguk sebagai respons pertanyaan Joana maupun Sisi saat keduanya sibuk berdebat, hingga nanti judul film yang akan mereka tonton akhirnya ditentukan.

Acara jalan-jalan ini adalah acara yang mereka realisasikan setelah Sisi merasa iri karena kedua sahabatnya bersenang-senang tanpa dirinya minggu lalu. Ya, meskipun mereka bertiga sering nongkrong di kampus, tentu saja jalan-jalan di mall dengan formasi lengkap seperti ini sensasinya berbeda. Apalagi, ini bisa disebut sebagai momen langka.

Kyna adalah yang paling sering jadi partner jalan-jalan, baik bagi Joana ataupun Sisi, ketika pacar mereka sibuk di akhir pekan. Sudah risiko bagi Kyna yang menjadi satu-satunya jomlo di antara mereka, agar selalu siap sedia jika salah satu sahabatnya butuh teman jalan. Lagi pula, Kyna tidak keberatan. Kyna yang awalnya anak rumahan, berkat Joana dan Sisi kini jadi hobi keluar rumah di akhir pekan.

Di tengah perdebatan yang belum menunjukkan tanda-tanda akan segera usai, tiba-tiba saja ponsel Kyna berdering. Cewek itu cukup lama menatap layar ponselnya, membuat Joana dan Sisi sedikit terganggu dengan dering ponsel itu dan kompak menoleh ke arah Kyna.

"Siapa, Kyn? Gak diangkat?" Kyna tidak menjawab, ia justru nyengir memperlihatkan gigi kelincinya.

Merasa gemas, Joana pun segera merebut paksa ponsel Kyna. Cewek itu kemudian memperlihatkan nama penelepon di layar ponsel Kyna pada Sisi yang langsung melempar senyum jahilnya.

"Lo gak mau ngangkat, kan? Oke, gue yang angkat!"

"Eh, Jo, jangan ...." Belum sempat Kyna meraih ponselnya kembali, Joana sudah menekan tombol terima dan mengaturnya menjadi loud speaker, sehingga mereka bertiga bisa mendengarkan apa yang akan dikatakan si penelepon.

"Halo, Kyna? Rame banget, lagi di mana?" Terdengar sapaan dari seorang cowok di ujung sambungan telepon.

"Hey, Ganendra. Masih inget gue, kan? Gue Joana." Joana terkekeh.

"Hey, Jo. Loh, HP Kyna kok ada sama lo?" Jelas sekali si penelepon yang ternyata adalah Ganendra, terdengar kebingungan.

"Lagian si Kyna ada telepon malah diliatin doang. Yaudah gue angkat aja." Joana tak tahan menyemburkan tawanya melihat Kyna yang kini terlihat salah tingkah.

"Hey, Ganendra, gue Sisi." Tiba-tiba Sisi ikut menimpali, membuat Joana melotot ke arahnya.

Ketiga cewek itu ribut-ribut sejenak, sedangkan Ganendra terdengar tertawa mendengar pertengkaran konyol itu.

"Kalian lagi di mana? Kok, rame banget?" Pertanyaan Ganendra sukses menengahi keributan tiga cewek itu.

"Oh ini, kita mau nonton di Mall Anggrek. Itu, tempat si Kyna nabrak lo sampai dia ngesot di lantai mall. Inget, kan?" sahut Joana, membuat Kyna menepuk bahu cewek itu dengan keras.

"Inget, dong. Wah, kayaknya asik, ya."

"Oh, gimana kalau lo gabung sama kita?" Pertanyaan Sisi sukses membuat kedua sahabatnya kompak menoleh menatapnya.

***

Ganendra perlu waktu tiga puluh menit untuk sampai ke Mall Anggrek. Sebenarnya, kalau cowok itu langsung datang menggunakan mobil, mungkin bisa sampai lebih cepat. Akan tetapi, karena tidak terbiasa membawa kendaraan roda empat selain untuk mengantar mamanya, Ganendra pun akhirnya memutuskan pulang terlebih dahulu untuk berganti kendaraan. Ya, cowok itu merasa lebih percaya diri pergi menggunakan motor besarnya.

Sesampainya di Mall Anggrek, sesuai arahan, cowok itu segera mencari Moon Café tempat Kyna dan kedua sahabatnya menunggu. Sebenarnya ini bukan rencana Ganendra. Kalau boleh memilih, cowok itu hanya ingin bertemu dengan Kyna saja. Jalan atau nonton berdua layaknya sepasang kekasih.

Tapi, siapa tau dengan dekat sama dua orang itu, mereka bisa bantu gue jadian sama Kyna. Itung-itung nyari calon sekutu, pikir Ganendra.

Setelah masuk café yang dimaksud, cowok itu sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri, memperhatikan satu per satu meja dan mencari wajah-wajah yang dikenalinya. Tak sulit ternyata menemukan tiga cewek bersahabat yang tampak sudah bosan menunggu kehadirannya di sana. Ketika melihat sosok Ganendra di pintu café, Joana dan Kyna dengan semangat melambai ke arahnya.

"Lama, ya? Sorry." Ganendra menggaruk belakang kepalanya, merasa bersalah.

"Karena lo lama, jadi kita hukum buat bayarin tiket nonton." Joana berakting layaknya seorang guru yang memberi hukuman pada seorang murid dengan wajah super serius. Namun, raut wajahnya dengan cepat berubah, lalu menambahkan, "bercanda."

"Serius juga gak apa-apa, sih. Nanti gue aja yang bayar, ya. Gue emang niat traktir kalian nonton, kok." Di luar dugaan, Ganendra justru mengiakan.

Dari semuanya, hanya Kyna yang sibuk menggeleng sambil mengibaskan tangannya dengan semangat. "Gak usah, Kak. Ih, kalian apaan, sih?" Kyna protes melihat kedua sahabatnya yang justru terlihat sumringah.

"Hee? Lo jangan jadi pacar pelit gitu dong, Kyn. Kalau pacar ganteng lo ini mau bayarin kita berdua, ya jangan dilarang. Ya, gak, Jo?" Sisi terkekeh.

"Pa-pacar? Pacar apa?" Wajah Kyna memerah, sementara Ganendra justru terlihat kegirangan. Cowok itu sepertinya mengira bahwa Joana dan Sisi benar-benar bisa dijadikan partner untuk memuluskan aksinya dalam mengambil hati Kyna.

***

[bersambung]

Love Speedometer (Completed) Where stories live. Discover now