9 - Kedai Aka

81 18 2
                                    

Aka bersandar di pintu kamar Kyna sembari memandangi cewek yang kini sibuk mondar-mandir itu dengan takjub. Dalam keadaan kamar yang gelap gulita dan hanya bermodalkan flash dari ponselnya, cewek itu dengan cekatan memasukkan banyak barang ke dalam ransel besar berwarna maroon miliknya.

Bukannya tadi ini bocah bilang mau ambil baju ganti doang, ya? Aka bertanya-tanya dalam hati.

"Heh, udah kali. Banyak amat." Saat Aka merasa apa yang dimasukkan Kyna ke dalam ransel itu terasa berlebihan, ia pun akhirnya tak tahan untuk tidak menegurnya.

"Sstt, namanya juga cewek. Cowok mana ngerti." Kyna meletakkan jari telunjuknya di depan bibir untuk meminta Aka tidak banyak berkomentar dan tetap diam.

"Ya lagian, lo tuh cuma gue ajak ke kedai, bukan mau gue ajak kawin lari. Itu lebay banget persiapannya." Aka hanya bisa geleng-geleng, sementara Kyna memelototinya.

"Emang lo mau ngajak gue kawin lari? Ngapain kawin lari, sih? Tinggal minta restu sama mama papa aja. Gak berani lo?" Aka yang awalnya mengira Kyna marah karena dia mengomentari barang bawaannya, kini justru merasa salah tingkah mendengar kata-kata cewek itu.

Meskipun gelap, Kyna menyadari ada perubahan di wajah Aka. Cowok itu terlihat memalingkan wajahnya dan mengusap hidungnya beberapa kali. Gerakan khas Aka saat cowok itu merasa gugup.

Dih, kenapa itu anak? Masa sih dia nganggap serius kata-kata gue? Gawat! Please, jangan jawab serius, Ka, batin Kyna. Tiba-tiba debar jantungnya pun meningkat. Ia merasa khawatir suasananya akan menjadi canggung lagi seperti kemarin.

"Bukan gak berani, tapi gue gak mau. Makan lo tuh banyak." Tanpa sadar, Kyna mengembuskan napas lega. Merasa bersyukur ternyata Aka menanggapinya dengan cara nyeleneh yang khas seperti Aka biasanya.

Fiuh! Kalau sampai dia jawab serius, bisa mirip udang rebus muka gue. Kyna menepuk-nepuk pipinya, merasa malu telah berpikir yang macam-macam.

Setelah memastikan semua barang yang sekiranya akan diperlukan sudah lengkap, Kyna pun berjalan menghampiri Aka yang masih bersandar dalam diam di ambang pintu kamarnya. Saat jarak mereka semakin dekat, Kyna pun menyadari bahwa Aka tidak berkedip memandanginya.

"Ka, lo ngelamun? Jangan bilang lo kesambet demit di rumah gue. Ayo, jalan!" Kyna membuat Aka tersentak. Sepertinya cowok itu benar-benar melamunkan sesuatu.

Dia ngelamunin apa, sih? batin Kyna.

***

Jarak kedai milik Aka sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi, karena hari sudah malam dan Kyna seharusnya sudah tidur nyenyak di kamarnya, cewek itu terlihat sangat kesulitan untuk tetap membuka matanya dan tidak tertidur selama perjalanan.

Kondisi Kyna yang saat ini berada di ambang batas kesadaran dan alam mimpinya itu membuat perjalanan mereka terasa sunyi tanpa percakapan yang berarti. Beberapa kali Aka melirik cewek yang duduk di sampingnya itu sambil menahan tawa ketika kepala Kyna terbentur jendela pintu mobilnya karena rasa kantuk yang sudah tidak tertahankan.

Sesampainya di kedai, Aka langsung menunjukkan pada Kyna kamar yang bisa ditempatinya. Aka sudah meminta kamar itu disiapkan sebelum mereka berangkat tadi. Aka sendiri tidak tahu pegawai mana yang telah mempersiapkan kamar itu. Tapi yang jelas, pekerjaannya tidak mengecewakan.

"Dah, lo tidur di kamar ini, ya. Kalau lo takut ada yang macam-macam, kunci aja pintunya dari dalam." Mengingat semua pegawainya pria, Aka menyarankan agar Kyna lebih berhati-hati. "Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan. Kalau mau makan, ambil aja di dapur atau telepon gue juga boleh. Oh iya, jangan lupa kasih kabar ke nyokap lo kalau kita di kedai biar dia gak khawatir."

Love Speedometer (Completed) Where stories live. Discover now