8 - Mati Lampu

90 18 2
                                    

Aka : Hmm ... oke, itu loh. Cowok yang nganter lo tadi itu siapa?

Kyna : KEPO! Dah ah, gue ngantuk, bye~

Begitulah berakhirnya chat antara Aka dan Kyna. Awalnya, Kyna berniat menjelaskan perihal Ganendra pada Aka. Namun, kalau dipikir lagi, Kyna merasa hal itu tak ada gunanya. Toh, Aka bukan pacarnya yang harus ia beri tahu siapa-siapa saja orang yang ia temui atau ke mana saja ia pergi. Belum lagi, Kyna juga merasa kesal pada cowok itu.

Kalau memang dia ngeliat gue diantar Ganendra. Kenapa anak itu gak nyamperin? Minimal ngasih kunci rumah ini tanpa gue minta, kek. Nyebelin!

Perihal bagaimana Kyna bisa masuk ke rumah ini memang terasa misterius jika seseorang tidak mengetahui kisah di baliknya. Wajar jika Aka menanyakannya karena merasa heran.

Kedua orangtua Kyna memberi kabar bahwa keduanya sudah pasti akan menginap di rumah sakit untuk menemani Tante Lira. Kabar itu dikirimkan tepat saat Kyna berada di dalam bioskop.

Awalnya, sang mama ingin Kyna menginap di rumah Aka selama semalam. Tapi, karena Bunda Aka juga punya rencana dadakan pergi ke luar kota, sang mama pun berinisiatif mengirimkan kunci rumahnya yang di bungkus sedemikian rupa untuk dikirimkan pada Aka lewat jasa ojek online.

Tujuannya sudah pasti, agar anak perempuannya itu bisa pulang tanpa harus bermalam berduaan saja di rumah Aka. Meskipun sang mama mengakui kalau Aka anak yang baik, tapi siapa yang bisa menjamin kalau anak itu juga akan kebal godaan si setan mesum?

Kyna sempat merasa sebal harus menemui Aka malam-malam hanya untuk mendapatkan kunci rumahnya. Ia juga merasa menyesal telah menghilangkan kunci rumah cadangan miliknya. Namun, entah beruntung atau apa, Kyna secara ajaib menemukan kunci cadangan yang dikiranya sudah lenyap tanpa jejak itu terselip di antara uang receh dalam tasnya. Kyna menemukannya ketika ia ingin memberi uang receh pada pengamen di warung mie ayam yang ia singgahi bersama Ganendra untuk makan malam.

"Tunggu! Kalau dipikir-pikir, si Aka berarti masih punya kunci rumah ini, dong? Wah, bahaya! Gimana kalau si Aka beneran kesambet setan mesum kayak yang mama bilang?" Kyna bergumam sendiri.

Hmm, buat jaga-jaga, pintu kamarnya gue kunci juga, deh. Kan, si bocah itu cuma punya kunci rumah, bukan kunci kamar, pikir Kyna sambil beranjak mengunci pintu kamarnya dan bersiap untuk segera tidur.

***

Sepertinya Kyna baru tertidur selama 10 menit, saat kemudian gadis itu terbangun, membelalakkan mata lebar-lebar dan panik karena tidak bisa melihat apa-apa. Kalau saja ini scene sinetron favorit mamanya dan Kyna adalah salah satu tokoh di dalamnya, mungkin cewek itu akan mendapat dialog dramatis seperti ... "Oh, tidak! Aku buta!"

Tapi untunglah, tertidur selama 10 menit tidak sampai membuat kewarasan cewek itu hilang sepenuhnya, lalu mengganggap dirinya telah benar-benar buta. Penyakit lemotnya pun tidak sedang kambuh, sehingga dengan cepat ia bisa menyadari bahwa kondisi gelap gulita ini disebabkan oleh ... Mati Lampu.

Duh, hampir teriak-teriak manggil mama.

Kyna yang memang takut gelap sedikit kelimpungan. Jika mengalami situasi seperti ini, cewek itu terbiasa memanggil mamanya. Namun, karena cepat ingat dan sadar bahwa saat ini ia berada di rumah seorang diri, Kyna pun mencoba mencari sumber cahaya terdekat. Ya, tak ada barang lain yang terlintas di benaknya selain ponsel.

Dengan tubuh gemetar, Kyna bersusah payah meraba-raba dinding kamar hingga berhasil menemukan meja riasnya. Di sinilah biasanya ia meletakkan ponselnya sebelum tidur. Terdengar beberapa botol parfum yang terjatuh ketika tangannya tak sengaja menyenggol benda itu. Hatinya senang bukan main ketika pada akhirnya berhasil menemukan benda yang dicarinya.

Oh, damn! Kenapa harus di saat genting kayak gini, sih?

Suasana hatinya berubah dengan cepat ketika cewek itu menyadari bahwa lampu indikator ponselnya menyala merah. Lampu indikator yang berkedip cenat-cenut mirip dada Ultraman setelah mengalahkan monster itu menandakan bahwa kini ponselnya harus segera diisi daya.

13 persen, harusnya cukup sampai berhasil keluar rumah terus minta tolong sama Aka.

Kyna berusaha memikirkan apa-apa saja yang bisa ia lakukan sebelum baterai ponselnya habis tak tersisa. Namun, belum sempat ia menjalankan rencananya, tiba-tiba cewek itu dikejutkan dengan bunyi alarm mobil yang baru saja dinyalakan. Suara alarm itu begitu familiar di telinganya.

Aka? Aih, si kampret mau ke mana ninggalin gue?

Kyna secepat kilat menyambar jaket kupluk putihnya yang tergantung di balik pintu kamar. Setengah berlari, ia segera meninggalkan kamar dan menuruni tangga rumahnya dengan terburu-buru. Cewek itu sudah tidak peduli dengan keselamatan dirinya sendiri yang bisa saja terjatuh. Kyna juga tidak peduli dengan rasa sakit di tulang keringnya yang beberapa kali terbentur perabotan. Yang ada di kepalanya saat ini hanyalah bagaimana caranya agar sampai secepat mungkin ke rumah Aka, sebelum cowok itu benar-benar pergi meninggalkannya.

Tepat saat mobil Aka akan menginjak pedal gasnya, Kyna sudah berdiri menghadang. Ia merentangkan tangannya lebar-lebar di depan mobil Aka yang sudah siap dijalankan. Matanya yang mengantuk berkedip-kedip ketika terkena lampu sorot mobil di hadapannya.

"Ka, lo tega ninggalin gue?" Kyna setengah berteriak dengan suara bergetar. Terlihat jelas cewek itu berusaha menahan tangisnya. Ia tidak menyangka Aka yang tahu persis ketakutannya akan gelap itu kini justru akan pergi meninggalkannya sendirian.

"Ya ampun, Kyn. Gue lupa ada lo, tetangga kesayangan gue." Tanpa sadar betapa sedihnya Kyna saat ini, Aka justru cengengesan tanpa dosa sembari keluar dari mobilnya.

"Malah ketawa lagi lo." Merasa kesal dan hampir meledak, Kyna memasang wajah cemberut. Air mata yang berusaha ia tahan akhirnya tumpah juga.

"Serius gue lupa. Ya kali gue ninggalin lo sendirian kalau gue ingat." Aka menghampiri Kyna yang kini terlihat menyeka air mata dengan tangannya yang mungil. Dengan lembut, Aka pun mengusap kepala Kyna dan memeluknya untuk menenangkan cewek yang takut gelap itu dalam dekapannya. "Cup, cup. Yaudah ikut gue aja, yuk!"

"Ikut? Ke mana?" Kyna dengan cepat melepaskan pelukan Aka, lalu bertanya dengan nada tajam. Meskipun Aka satu-satunya malaikat penolongnya saat ini, tapi cewek itu tidak bisa begitu saja menyetujui ajakannya tanpa tahu ke mana ia akan dibawa pergi.

"Nginep di kedai," Aka menjawab singkat. "Kata pegawai gue sih, di sana gak mati lampu."

Kedai yang Aka maksud pastilah kedai milik keluarganya, Kedai E-Man. Kyna lumayan sering mengunjungi kedai itu. Ia juga tahu persis bahwa kedai itu terdiri dari 2 lantai. Dan pada lantai kedua, tersedia beberapa kamar untuk para pegawai yang merantau. Aka juga cukup sering menginap di sana.

Sejak ayah Aka meninggal dunia ketika mereka masih duduk di bangku SMA, kedai itu otomatis menjadi milik Aka. Beruntung, cowok itu sering diajari beberapa hal soal manajemen kedai oleh sang ayah. Sehingga, Aka tidak terlalu kesulitan mengurus kedai itu sepeninggalan sang ayah, meskipun usianya saat itu belum genap 17 tahun.

"Hmm, emang boleh?" Kyna bertanya dengan canggung. Padahal di dalam hatinya ia ingin sekali ikut dan enggan kembali ke rumahnya yang gelap gulita itu sendirian.

"Ya kalau gak boleh, gue gak nawarin, dong," jawab Aka.

Kyna ingin tersenyum ketika mendengar jawaban itu. Tapi, ia berusaha keras menahan senyumannya agar tidak terlihat terlalu senang.

"Oke. Ayo, Ka!" Kyna menyatakan bahwa ia setuju untuk ikut ke kedai.

Aka pun segera beranjak kembali ke mobilnya, bersiap untuk naik dan menjalankan mesin mobilnya. Namun, cowok itu berhenti di depan pintu mobil yang sudah ia buka ketika menyadari bahwa Kyna masih mematung di depan mobilnya.

"Ya, ayo. Kok, diem?" tanya Aka keheranan.

"Itu ... Ka, anterin gue ngambil baju ganti dulu, yuk. Besok gue kuliah pagi. Gak akan keburu kalau balik dulu." Kyna tersenyum malu-malu sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah rumahnya.

"Hah? Dasar Kyna!" Aka membanting pintu mobilnya dengan gemas.

***

[bersambung]

Love Speedometer (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang