10 - Perasaan Sebenarnya

76 19 2
                                    

Setelah selesai sarapan dan terlewatinya insiden tersedak lontong sayur, Kyna segera mengemasi barang-barangnya dan bersiap untuk kembali ke rumah. Gadis itu harus pulang secepatnya, karena orangtuanya pun sudah mengabari bahwa mereka juga akan kembali tidak lama lagi.

Mengingat Aka memiliki kunci rumah milik sang mama, itu artinya Kyna dan Aka harus sudah sampai sebelum didahului oleh orangtua Kyna. Kasihan kalau mama dan papanya menunggu terlalu lama. Oleh sebab itulah, Kyna dan Aka berniat akan langsung meninggalkan kedai segera setelah pegawai Aka kembali dari menghabiskan waktu sarapan mereka yang sangat panjang hari ini.

Dia itu sebenarnya serius atau cuma bercanda, sih?

Sampai detik ini, Kyna masih belum mendapatkan jawaban jelas atas perasaan Aka. Cowok itu belakangan memang sering melempar jokes yang mengarah pada flirting terhadapnya. Tapi setelah itu, Aka justru tertawa seolah dia memang hanya ingin menggoda Kyna saja. Hal itulah yang akhirnya membuat Kyna tak ingin terlalu cepat mengambil kesimpulan dan menganggap pernyataan Aka beberapa hari lalu itu adalah hal yang serius.

Gimana kalau ternyata dia cuma lagi nge-prank, sementara guenya keburu baper? Duh, mau di kemanain muka gue? Kyna nepuk-nepuk pipinya dengan keras hingga terlihat kemerahan.

"Woi! Udah selesai belum? Mereka udah balik, nih. Ayo, kita juga harus buru-buru pulang sebelum keduluan nyokap bokap lo!" Terdengar ketukan yang diiringi dengan teriakan Aka dari balik pintu.

"Iya, gue udah kelar, kok." Kyna menyahut, menggendong tas ransel maroon-nya yang terlihat menggelembung dan bersiap meninggalkan kamar pegawai kedai Aka.

***

Aka memarkir mobilnya di depan pagar rumah Kyna ketika kemudian terlihat pula mobil milik keluarga Kyna yang baru saja memasuki pekarangan rumahnya. Walaupun mereka hanya berpisah semalam saja, sang mama langsung memeluk putrinya yang baru turun dari mobil seperti mereka baru saja terpisah bertahun-tahun lamanya.

"Aka, makasih ya udah bantuin Kyna semalam. Duh, tante gak tau deh, gimana jadinya anak ini kalau sendirian gelap-gelapan di rumah." Setelah puas menciumi kedua pipi Kyna hingga meninggalkan bekas lipstick di sana, akhirnya sang mama melepaskan pelukannya dan menghampiri Aka yang baru saja turun setelah memarkir mobilnya.

"Sama-sama, Tante." Aka tersenyum bangga.

"Gak usah lebay, Ma. Tau, gak? Semalam itu dia hampir ninggalin aku ke kedai. Untung aku cepat nyusulin dia." Kyna memberengut sebal ketika mengingat kembali kejadian semalam.

"Yee, kan gue udah minta maaf. Gue beneran lupa lo sendirian di rumah." Aka tidak terima karena Kyna terus mengungkit kejadian semalam.

"Eh? Kok, jadi berantem? Udah, udah." Mama Kyna mencoba menengahi. "Kalian udah sarapan? Aka sarapan di rumah kita aja, yuk."

"Oh, gak usah, Tante. Tadi aku sama Kyna udah sarapan di kedai, kok." Aka menolak tawaran mama Kyna dengan nada sehalus mungkin agar tidak menyinggung wanita itu.

Mendengar penolakan Aka, sang mama kemudian menoleh pada Kyna untuk memastikan apakah yang Aka katakan itu benar atau hanya alasannya saja untuk menolak.

"Iya, kita udah sarapan lontong sayur," tegas Kyna. Sampai aku hampir mati keselek, lanjutnya dalam hati.

"Yah, sayang banget. Hmm, gimana kalau nanti makan siang sama makan malam kamu ke rumah kita aja? Bunda kamu masih belum pulang, kan?"

Kalau saja cowok yang ditawari makan gratis oleh sang mama bukan Aka, mungkin cowok itu akan menolak atau setidaknya memasang tampang malu-malu sebelum menerimanya. Tapi, karena ini Aka, cowok yang memang sudah sangat akrab dengan orangtuanya, dia tampak tidak sungkan sama sekali. Cowok itu bahkan terlihat sumringah seolah baru mendapat undian berhadiah ratusan juta rupiah.

"Wah, asik makan gratis. Tuh, Kyn, lo harus berbuat baik sama orang. Contohlah gue. Karena tadi pagi udah ngasih makan lo. Eh, langsung dapat berkah makanan juga dari nyokap lo. Ya, kan, Tante?" Aka meminta dukungan dari mama Kyna yang hanya dibalas senyum oleh wanita itu. Sementara Kyna sendiri terdengar mengoceh tidak jelas dan menyatakan bahwa dirinya menyesal telah menerima sarapan yang Aka suguhkan tadi.

"Kalian hati-hati, loh. Katanya kalau sering berantem itu bisa jadi jodoh." Sang mama tertawa meninggalkan Kyna dan Aka yang saling pandang dengan wajah memerah.

***

Joana dan Sisi melihat Kyna yang baru saja turun dari Nissin Evolie berwarna kelabu tepat di depan gerbang kampus. Awalnya, mereka mengira kalau Kyna diantar sang papa. Namun, ketika mereka ingat-ingat lagi, mobil itu sangat berbeda dengan mobil milik papa Kyna yang pernah menjemput mereka saat harus pulang larut malam untuk kegiatan UKM Jurnalistik, di awal musim perkuliahan lalu.

"Kyn, lo pesan taksi online? Tumben, biasanya ngangkot," tanya Sisi penasaran.

Kyna hampir menjawab kalau yang mengantarnya itu adalah Aka. Tapi kemudian dia mengurungkan niatnya untuk berkata jujur karena malas ditanya banyak hal oleh Sisi yang memang paling kepo di antara mereka.

"Ah ... iya. Masuk siang gini, gue males aja panas-panasan naik angkot." Kyna beralasan. "Lagian gue harus balikin helm lo juga, kan? Biar gampang bawanya. Nih!" Kyna menyodorkan helm pinjaman Sisi.

"Yah, kenapa lo bawa ke sini? Padahal titip jasa ojek online aja, kirim langsung ke rumah gue. Jadi gue kan tuh yang harus ribet gini bawa-bawa helm." Sisi menerima helm itu dengan berat hati.

"Oh, iya. Gak kepikiran." Kyna nyengir tanpa dosa. "Yaudah, sih, sekarang lo pesan aja abang ojol buat nganterin helm itu ke rumah. Gue yang bayar, deh," saran Kyna. Saran yang langsung disetujui Sisi dan membuat ekspresi wajah sahabatnya itu mendadak kembali cerah.

Obrolan ketiga cewek itu pun berlanjut. Joana dan Kyna menceritakan kekonyolan mereka yang memasuki hampir seluruh toko pakaian di mall untuk mencoba beberapa baju tanpa membeli. Sementara Sisi menceritakan betapa membosankannya acara keluarga yang dihadirinya. Sisi juga mengatakan bahwa dirinya sangat iri dan ingin sekali ikut bermain dengan kedua sahabatnya itu.

"Yaudah gampang, Si. Minggu besok kita jalan bertiga aja. Gimana? Eh, tapi itu juga kalau lo gak ada niat jalan bareng cowok lo, sih," saran Joana.

"Oke. Cowok gue juga kayaknya gak bisa diajak jalan minggu depan." Sisi menyetujui rencana Joana. "Kyna sih pasti bisa, ya? Dia kan gak ada cowok, jomblo!" Sisi menyenggol lengan Kyna beberapa kali sambil tertawa.

"Wah, jangan salah, Si. Dia sekarang punya gebetan ganteng, atletis pula." Joana membela Kyna dan balik menggoda Sisi. "Jangan sampai Sisi ketemu cowok yang kemarin itu, Kyn. Ntar dia ngiler lagi." Joana terkekeh.

"What? Serius? Siapa? Kyn, ceritain ke gue juga, dong." Sisi memberengut, merasa kedua sahabatnya itu seolah menyembunyikan sesuatu darinya.

Kyna cepat-cepat menggeleng dan memelototi Joana. Mata cewek itu seolah mengisyaratkan ancaman yang tak terucap. Awas lo, ya!

"Bukan gebetan. Itu kakak kelas gue di SMA. Gak sengaja ketemu di mall." Kyna diam sebentar, kemudian mengoreksi kalimatnya. "Tepatnya gue nabrak dia karena keasyikan liatin layar handphone, sih."

"Halah, dari cara tatap kalian, gue bisa tau kalau dia bukan sekedar kakak kelas buat lo. Si, coba lo ada di sana juga. Si Kyna sampai lupa ngedip ngeliatin cowok itu, loh." Joana tertawa. "Jadi, gimana? Pasti lo kebayang-bayang terus deh momen boncengan semalam sama dia. Iya kan? Cie."

Kyna tidak menjawab. Dia justru terlihat merenungkan sesuatu. Memang benar, Ganendra sukses menyita isi kepalanya beberapa saat semalam, tepatnya hingga sebelum dirinya pergi tidur. Tapi setelah insiden mati lampu itu, Kyna bahkan lupa kalau baru saja bertemu dengan sosok cinta pertamanya. Detik ini pun begitu. Kalau saja Joana tidak membahas, mungkin Kyna pun tidak akan ingat tentang pertemuannya dengan sosok Ganendra.

Kenapa gue jadi lupa soal Kak Nendra dan malah kepikiran Aka, ya? batin Kyna.

***

[bersambung]

Love Speedometer (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang