2 - Love Speedometer

234 38 10
                                    

Meskipun dengan setengah hati, tetapi pada akhirnya Kyna tetap mengikuti kemauan Aka. Sebenarnya apa yang Aka katakan ada benarnya juga. Kekesalannya ini memang harus disalurkan, salah satunya lewat curhat dan satu-satunya teman curhat paling ideal bagi Kyna saat ini adalah Aka. Rasanya, mengeluarkan unek-uneknya pada Aka jauh lebih aman dibandingkan dengan Joana atau Sisi.

"Nih, jus melon kesukaan lo. Hari ini gue yang traktir." Aka meletakkan segelas jus melon di hadapan Kyna dengan gaya tengilnya, seolah ia baru saja mentraktir Kyna makanan paling mahal di muka bumi.

Awalnya Kyna tidak ingin meninggalkan rumah, ia ingin secepatnya mengerjakan tugas setelah berbincang sebentar dengan Aka. Namun, jika ia curhat di rumah, sudah pasti mamanya akan mencuri dengar perbincangan mereka, lalu akan meledek Kyna lagi tanpa henti. Atas pertimbangan itu, Kyna akhirnya setuju untuk pergi ke café kecil pinggir jalan yang tak jauh dari rumahnya.

"Yaelah jus doang, gaya lo ngeselin gitu." Kyna kesal, tapi tetap saja ia menyeruput jus melon itu dengan hati berbunga-bunga. "Kalau tugas gue gak kelar nanti malam, semuanya salah lo!" Kyna masih menggerutu.

"Yee, kan gue udah bilang, kekesalan lo itu perlu dilampiaskan dan gue siap, dengan senang hati jadi korbannya. Emang lo bisa ngerjain tugas dengan hati dongkol gitu?" Aka diam sebentar, mengamati wajah Kyna yang tampak berpikir-pikir. "Lagian, seperti yang udah gue bilang, masalah dan unek-unek itu jangan dipendam, nanti jadi bisul." Aka tertawa meledek.

"Hmm, gue gak akan ngebantah soal itu." Kyna tampaknya setuju dengan apa yang baru saja dikatakan Aka. "Yaudah, berhubung kita udah di sini, langsung aja ya. Gue mulai nih ceritanya sekaligus ngasih pertanyaan buat lo!" Kyna menunjuk tepat di depan hidung Aka saat mengucapkan kata 'Lo!' sebagai penekanan.

"Oke. Tapi jangan susah-susah ya pertanyaannya, gue belom bikin contekan jawaban, nih." Lagi-lagi, Aka yang memang hobi bercanda, melemparkan celetukan jahilnya. Tujuannya sederhana, ia berharap cewek yang duduk di hadapannya sekarang akan ikut tertawa bersamanya.

"Garing lo. Udah ah bercandanya." Di luar dugaan, Kyna tidak tersenyum atau tertawa sedikit pun. Keningnya justru berkerut dan raut wajahnya masih saja masam. "Hmm ... jadi, singkatnya gini, tadi gue diledekin gara-gara belom pernah pacaran sama dua teman kuliah gue. Emang salah ya kalau gue belum pernah pacaran?" Kyna menjelaskan singkat, kemudian menunggu respons teman bicaranya.

Aka tidak langsung menjawab. Cowok itu duduk bersandar, lalu melipat kedua tangannya di depan dada. Ia juga menganggukkan kepalanya beberapa kali seolah sedang mencerna kalimat Kyna dengan cermat.

"Gini, sebelum gue jawab, gue mau tanya dulu. Emang apa sih alasan lo belum pengen pacaran?"

Mendapat pertanyaan yang tak terduga, kali ini Kyna ikut-ikutan berpose seperti Aka. Cewek itu melipat kedua tangannya dan duduk bersandar sambil memikirkan jawabannya.

"Hmm, kenapa ya? Gue juga bingung. Sebenarnya gue sempat naksir cowok dan cowok itu juga pernah nembak gue. Tapi, rasanya gue perlu waktu lama buat memutuskan mau punya komitmen untuk pacaran sama dia atau nggak. Dan kayaknya gara-gara itu, mungkin orang yang awalnya bilang suka sama gue pelan-pelan mundur. Guenya kelamaan mikir." Kyna menebak-nebak.

"No, no, no!" Aka dengan cepat mengibaskan tangan kanannya ke udara. "Itu harusnya gak jadi masalah. Menurut gue, kalau cowok itu beneran naksir berat sama lo, pasti dia bakal nunggu sampai lo-nya benar-benar yakin. Tapi, gak menutup kemungkinan juga emang lo-nya aja kelewatan bikin orang nunggu. Bahaya juga kalau dia nunggu, tapi lo gak jelasin kalau sebenarnya lo butuh waktu."

"Sepertinya itulah yang gue lakukan. Gue gantungin dia tanpa penjelasan." Seolah menyadari kesalahannya, Kyna hanya bisa menunjukkan deretan giginya dengan canggung.

"Tapi, gue bisa memahami perasaan lo, sih. Semacam masih ragu gitu, kan, sama perasaan lo sendiri? Lo gak tau apakah yang lo rasain itu cinta atau perasaan lain yang menyamar. Ah, gue ngomong apa sih?" Aka menggaruk belakang kepalanya, merasa lucu dengan kata-katanya sendiri.

"Iya, iya, benar gitu, kok." Kyna mendadak bersemangat. "Padahal teman gue kayaknya gampang banget jatuh cinta. Bilang suka, terus tau-tau jadian sama orang yang dia suka itu. Tapi, kok, gue susah banget ya? Gue takut apa yang gue rasain itu cuma sekedar kekaguman sesaat."

"Hmm, kalau menurut gue, keputusan untuk berkomitmen menyukai satu orang secara intense alias pacaran itu emang perlu waktu. Seperti berkendara, keputusan seseorang untuk menjalin hubungan pun beda-beda. Tergantung angka speedometer-nya."

Untuk beberapa saat, Kyna merasakan aura Aka berubah. Sepertinya, ini pertama kalinya Kyna menyadari bahwa Aka bisa bertampang serius dan bersikap dewasa seperti apa yang cowok itu tunjukkan sekarang.

"Gimana? Gue gak paham." Kyna menelengkan kepalanya, merasa bingung dengan kalimat yang baru saja didengarnya dari mulut Aka.

"Ya ampun, gue lupa kalau lo kadang lemot." Aka menepuk keningnya sendiri. "Gini, loh, Kyna cantik. Kita anggaplah seseorang yang kita taksir itu adalah tujuannya dan keyakinan itu kendaraannya. Lo dan temen lo mengendarai kendaraan yang sama. Lo melaju dengan kecepatan 20 km/jam, sedangkan teman lo 40 km/jam. Nah, pasti teman lo yang bakal sampai duluan, kan?" Aka menggerak-gerakkan tangannya di atas meja dengan gemas. Seolah cowok itu sedang mengajarkan rumus matematika yang sulit pada salah satu muridnya yang perlu bimbingan belajar lebih.

"Hmm, gitu ya. Speedometer cinta?" Kyna berkata lirih sambil mengangguk-angguk. Matanya manatap takjub sosok Aka dengan pemikiran yang dianggapnya sangat keren dan mind blowing ini. Ia tidak menyangka ternyata Aka bisa mengatakan sesuatu yang sepintar ini. Padahal, Aka sendiri tidak pernah terlihat menjalin hubungan dengan seorang cewek. Atau mungkin sebenarnya pernah, tapi Kyna tidak tahu. Entahlah ....

Seolah bisa membaca arti tatapan kagum Kyna yang setengah melamun kepada dirinya, Aka pun tersenyum bangga. Kalau saja ini film kartun, mungkin kepala cowok itu sudah membesar, merasa bangga pada dirinya sendiri.

"Gue tebak, pasti lo mikir gue sotoy, kan, karena gue gak pernah ngomongin cinta-cintaan sama lo?" Seolah bisa melihat isi kepala Kyna, Aka sukses memprediksi apa yang dipikirkan cewek itu dengan sangat akurat. Kyna yang terkejut hanya bisa membelalakkan matanya lebar-lebar.

"Hmm, gimana ya? Karena udah terlanjur gini, sekalian aja gue kasih tau sama lo, deh." Aka tampak ragu untuk melanjutkan. "Sebenarnya ... selama ini gue naksir cewek, tapi gue sendiri gak sadar kalau itu namanya naksir. Ya, anggaplah speedometer gue saat itu gak lebih dari 5 km/jam. Tapi, sekarang gue pun menyadari kalau itu namanya naksir."

"Wih, kenapa gak pernah cerita sama gue. Terus, terus, gimana?" Kyna menganggapi dengan antusias. Posisi duduknya yang sedari tadi bersandar, kini berubah dan punggungnya pun ditegakkan sempurna. "Kenapa baru cerita sekarang, sih? Nyebelin banget."

Aka yang terhibur dengan sikap antusias Kyna pun tertawa. Ada perasaan bangga dalam hatinya karena telah berhasil mengembalikan mood cewek itu tanpa perlu usaha lebih.

"Hmm, kenapa ya? Anggaplah sekarang gue mau coba gas pol angka speedometer gue itu."

Entah kenapa, Kyna sangat senang mendengar pengakuan Aka. Saking senangnya, ia sampai bertepuk tangan dan merasa sangat penasaran.

Sebenarnya cewek seperti apa yang membuat Aka bingung menentukan perasaannya selama ini? batin Kyna.

"Emang siapa sih ceweknya? Kali aja gue bisa bantu lo gitu." Kyna mengedipkan sebelah matanya, memberi isyarat agar Aka mau memberitahukan nama cewek yang ditaksir oleh sahabatnya itu.

"Hmm ...." Aka mengetuk-ngetukan jarinya ke meja beberapa kali. Terlihat jelas cowok itu tampak ragu menjawab pertanyaan Kyna. Namun, karena Kyna terus mendesaknya, keraguan itu pun akhirnya runtuh juga.

"Namanya ..." Aka sengaja menggantung kalimatnya. Ia menatap Kyna yang duduk dengan gelisah saking tak sabarnya itu lekat-lekat. Sebelum melanjutkan kalimatnya, Aka terlihat tersenyum oleh tingkah menggemaskan Kyna yang rasa penasarannya seolah sudah sampai di ubun-ubun.

"Namanya ... Kyna Almira."

***

[bersambung]

Love Speedometer (Completed) Where stories live. Discover now