4 - Angkot

140 28 8
                                    

Kyna menunggu angkutan umum yang mengarah ke rumah Sisi di halte terdekat kompleks perumahannya. Mungkin karena masih terlalu pagi, ditambah lagi ini akhir pekan, tak heran jika jalanan terlihat lebih sepi dari biasanya. Tidak hanya kondisi jalanannya, halte tempat Kyna menunggu pun terasa sunyi. Padahal di hari dan jam sibuk, halte ini biasa dipenuhi banyak orang yang akan melakukan aktivitas mereka masing-masing. Sebagian besar mereka biasanya pelajar, sebagian lainnya karyawan kantor.

Pukul 07.26.

Kyna mengecek jam pada ponselnya. Rumah Sisi sebenarnya tidak begitu jauh. Di hari sibuk, waktu tempuh ke rumah Sisi dengan angkot akan memakan waktu 30 menit, sudah satu paket dengan kemacetan yang terjadi. Tapi, kalau kondisi jalanannya sesepi ini, mungkin Kyna hanya perlu waktu sekitar 15 menit, atau bahkan kurang dari itu untuk sampai ke rumah Sisi.

"Harusnya sih gak terlambat." Kyna bergumam sendiri, sembari matanya terlihat waspada mencari angkot dengan trayek yang sesuai lokasi tujuannya. Beruntung, tak harus menunggu lama, angkot yang ia nantikan pun akhirnya datang juga.

Kondisi di dalam angkot tak kalah sepinya. Sebenarnya Kyna merasa takut dengan kondisi angkot yang sepi seperti ini. Maklum saja, Kyna bertubuh mungil dan tak memiliki kemampuan bela diri apa pun. Akan merepotkan jika ada seseorang yang berniat jahat di dalam angkot. Satu-satunya cara yang bisa ia lakukan sebagai pertahanan diri hanya berteriak sekencang-kencangnya. Untuk keadaan darurat seperti itu, ia sangat mensyukuri suaranya yang melengking.

Selain sang supir yang mungkin seusia dengan ayahnya, hanya ada 2 orang penumpang di bagian belakang angkot. Mereka adalah 2 orang ibu dengan daster yang membawa banyak kantong belanjaan berukuran besar. Kyna sempat melirik sebentar ke arah mereka yang ternyata juga tengah menatapnya. Saat pandangan mereka secara tak sengaja bertemu, Kyna berusaha bersikap sopan dengan menganggukan kepalanya sedikit sambil tersenyum, yang kemudian dibalas senyuman pula oleh kedua ibu tersebut.

Ah, syukurlah mereka ramah, gumam Kyna dalam hati.

Awalnya, ia sempat takut kedua ibu ini akan terus memberikan tatapan tajam padanya. Ternyata, mereka memerhatikan Kyna hanya karena refleks saja, melihat ke arah gadis itu saat mendapati ada penumpang yang baru masuk ke angkot tersebut.

Kyna memosisikan dirinya duduk tepat di belakang kursi pengemudi angkot. Entah kenapa, spot tersebut menjadi spot favoritnya selama ini. Alasannya sederhana, posisi yang menghadap langsung ke arah pintu membuat dirinya tidak terlalu kepanasan, apalagi jika kondisi angkotnya penuh penumpang. Meskipun saat ini angkot yang ditumpanginya sangat lengang, tapi secara tak sadar dirinya langsung menempati bagian itu.

Setelah merasa nyaman dengan posisi duduknya, Kyna kemudian memangku tas ranselnya yang berukuran mini, sekitar 20 x 25 cm. Tak terlalu besar, tapi secara ajaib tas ini mampu menampung notebook dan beberapa buku yang ia perlukan untuk mengerjakan tugasnya nanti. Gadis itu kemudian merogoh bagian depan ranselnya yang menyerupai kantung kecil untuk mencari sesuatu. Barang kecil yang biasa menemani perjalanannya di angkutan umum.

Ah, pakai ketinggalan segala, Kyna mengeluh tanpa suara, ketika menyadari barang yang dicarinya tidak ada di sana.

Ya, benda yang Kyna cari adalah earphone biru muda favoritnya. Ia mencoba mengingat di mana terakhir kali ia meletakkan benda itu. Hanya ada 2 kemungkinan, di meja belajarnya atau di ranjang kesayangannya. Yah, di mana pun tepatnya, yang jelas benda itu memang tertinggal di kamarnya.

Karena tak berhasil menemukan earphone miliknya, mau tak mau akhirnya Kyna menyimak percakapan kedua ibu yang berada satu angkot dengannya. Dari percakapan tesebut, Kyna dapat menyimpulkan bahwa kedua ibu ini saling mengenal. Mungkin tetangga yang pergi belanja bersama atau mungkin tidak sengaja bertemu di pasar, lalu memutuskan pulang bersama. Entahlah, yang jelas keduanya bukanlah orang asing satu sama lain karena mereka mengetahui nama anak dari ibu lainnya.

Love Speedometer (Completed) Where stories live. Discover now