27 - Truth or Dare

51 10 2
                                    

Sebelum permainan dimulai, Kyna perlu waktu beberapa menit menjelaskan pada Ganendra, permainan seperti apa yang akan mereka mainkan. Kyna pikir, menjelaskan permainan sederhana ini pada cowok itu tidak akan terlalu sulit. Bagi para cewek, permainan ini cukup populer. Namun, ternyata bagi Ganendra, permainan ini adalah suatu hal yang asing dan baru.

"Serius nih lo gak pernah main Truth or Dare?" Sisi benar-benar sulit percaya.

"Serius. Namanya mungkin pernah dengar, tapi cara mainnya gue beneran gak tau," jawab Ganendra santai dengan wajah polos.

"Ya wajar, sih. Dia, kan, cowok. Mungkin emang anak cowok gak tertarik main ginian. Padahal asik, loh. Bisa buat bongkar-bongkar rahasia teman." Joana tertawa cukup keras, hingga orang di meja sebelah mereka menoleh dan memberikan tatapan tajam. "Yaudah, Kyn, lo jelasin dulu deh."

Kyna pun kemudian menjelaskan dengan bahasa paling sederhana yang mudah dipahami. Ia menjelaskan perihal hubungan pensil di tangan Joana dengan permainan ini. Pensil itulah benda paling penting yang akan menentukan nasib mereka selama permainan berlangsung.

"Oke, jadi nanti siapa pun yang ditunjuk si ujung pensil itu adalah orang yang akan pilih Truth atau Dare, gitu, kan?" Ganendra mengulang penjelasan Kyna.

"Yups," jawab Kyna singkat. "Kalau pilih Truth, kita harus jawab pertanyaan dari pemain lain dengan sejujur mungkin. Kalau pilih Dare, kita gak boleh nolak tantangan apa pun yang bakal kita terima."

Ganendra mengangguk, tanda dirinya mulai memahami bagaimana permainan ini akan berjalan. "Oke, kayaknya seru."

"Nah, udah paham, kan?" Gue mulai ya?" Setelah mendapat persetujuan dari semua pemain, Joana pun segera memutar pensilnya di atas meja.

Perputaran pensil kayu berwarna hijau gelap itu cukup kencang. Semua pemain fokus menatap pensil yang berputar itu lekat-lekat. Ekspresi wajah ketiga cewek yang duduk mengitari meja itu tiba-tiba menegang, berharap ujung pensil yang baru saja diputar Joana tidak menunjuk salah satu dari mereka. Hanya Ganendra yang justru tersenyum antusias.

Semakin lama, putaran pensil hijau itu semakin melambat. Kyna dan Sisi kompak mengepalkan kedua tangan seolah berharap bukan mereka yang mendapat giliran pertama. Saat pensil itu benar-benar berhenti dan menunjuk satu-satunya cowok yang berada di antara mereka, keduanya pun mengembuskan napas lega.

"Wah, lo gak beruntung kayaknya." Sisi tertawa melepaskan ketegangannya. Tawa itu disambung oleh tawa Kyna dan Joana.

"Permulaan yang buruk. Sabar ya, Kak." Kyna yang duduk di samping Ganendra menepuk-nepuk punggung cowok itu. Berusaha menenangkan, meskipun sepertinya Ganendra tidak butuh untuk dihibur atau ditenangkan sama sekali.

"Sabar kenapa? Aku malah semangat banget, nih." Ganendra menoleh ke arah Kyna dengan wajah tersenyum. "Jadi, gue bisa pilih Truth atau Dare, kan?" Kini cowok itu menatap Joana yang duduk di hadapannya dengan mata terbuka lebar.

"Silakan," jawab Joana singkat.

Ganendra tampak berpikir sejenak. Menimbang-nimbang resiko yang mungkin akan didapatkannya jika memilih salah satu dari dua pilihan tersebut, sebelum kemudian mempertanyakan sesuatu yang cowok itu belum mengerti dari permainan ini.

"Bentar, kalau gue pilih Dare, gue harus terima 3 tantangan dari masing-masing kalian, ya? Rugi, dong."

Kyna, Joana dan Sisi saling pandang lalu mengangguk satu sama lain. "Kalau kita biasanya cukup bikin satu tantangan aja yang udah disepakati dari pemain-pemain lain." Kyna menjelaskan kebiasaan aturan bermain mereka.

"Hmm ... gitu, oke. Buat permulaan, gue pilih Truth aja, deh."

"Pilihan bagus, gue boleh nanya duluan gak?" Sisi tiba-tiba terlihat bersemangat, sementara semuanya hanya mengangguk menyilakan cewek itu untuk bertanya lebih dulu. "Hmm, gue kepo aja sih. Sekarang lo punya pacar?"

Love Speedometer (Completed) Where stories live. Discover now