28 - Suasana Mencekam

60 14 2
                                    

"Gimana kalau peraturannya kita ganti biar lebih seru?" saran Ganendra tiba-tiba, memecah kesunyian yang terjadi setelah cowok itu memberikan jawaban dari pertanyaan Joana.

"Ubah gimana maksud lo?" Sisi penasaran.

"Itu loh, gimana kalau orang yang dapat giliran berikutnya jangan dikasih pilihan Truth atau Dare. Karena gue udah pilih Truth, yang berikutnya harus Dare. Gimana?" Ganendra menatap Joana, Sisi dan Kyna bergantian, menanti jawaban dari ketiga cewek itu.

Joana terlihat manggut-manggut dengan santai. "Oke, gue sih gak masalah. Kalian gimana?" tanyanya bergantian pada Sisi dan Kyna yang hanya menggerakkan bahunya menandakan mereka juga tidak keberatan.

Aturan baru yang dibuat Ganendra nyatanya membuat ketegangan permainan sederhana itu kian meningkat. Meskipun berusaha bersikap santai, tapi tentu saja ada kekhawatiran di dalam hati semua pemain, termasuk bagi Ganendra sendiri. Walaupun cowok itu sudah mendapat giliran, bukan berarti giliran berikutnya ia akan bebas. Perputaran pensil itu tak akan pernah bisa ditebak.

Kekhawatiran mereka semua sama. Mengingat mereka sedang bermain di tempat umum, tantangan yang mungkin diberikan pemain lain bisa jadi akan menyusahkan atau bahkan memalukan. Apalagi bagi Joana, Sisi dan Kyna. Mereka pernah memainkan permainan ini di kantin kampus, lalu Sisi yang saat itu memilih Dare akhirnya harus menjalani tantangan memalukan dengan berteriak mengakui sebagai cewek tercantik di kampus. Membuatnya mendapatkan beberapa masalah setelahnya.

"Semoga bukan gue." Sisi yang teringat momen memalukannya itu mengepalkan tangannya erat-erat ketika perputaran pensil mulai melambat dan hampir berhenti menunjuk ke arahnya. "Oh, no, no, noooo!"

Dewi fortuna tampaknya sedang berpihak pada Sisi. Sesuai harapan cewek itu, ujung pensil milik Joana tidak berhenti menunjuknya. Ujung pensil itu kini justru menunjuk Kyna yang seketika wajahnya memucat.

"Eh? Please, jangan yang aneh-aneh. Ini mall, weekend pula, rame banget." Kyna memohon pada kedua temannya.

"Tenang aja, Kyn, kita udah belajar dari pengalaman Sisi di kantin itu, kan?" Joana tersenyum menenangkan, sementara Sisi mengangguk setuju.

"Sisi kenapa? Emang ada apa sebelumnya?" Ganendra yang tidak tahu kisahnya, jelas merasa kebingungan.

"Ada kejadian traumatik pokoknya. Entar aja lah diceritainnya," jawab Sisi.

Meskipun penasaran, Ganendra tidak bertanya lagi. Cowok itu pun bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri Joana dan Sisi yang duduk berseberangan dengannya. Ketiga orang itu kemudian berbisik-bisik mendiskusikan tantangan apa yang akan mereka berikan pada Kyna.

"Loh, kok, gue ikut kena?" Kyna bisa mendengar suara protes tertahan Ganendra. Saat itulah Kyna menyadari bahwa Joana dan Sisi akan mengerjainya lagi.

Tapi, bukannya emang permainan ini diciptakan buat ngerjain seseorang? batin Kyna.

Setelah semua sepakat, Ganendra kembali duduk di kursinya, sementara Joana berdeham, lalu berkata, "Tantangannya, lo harus posting foto di WA story dan posting-an itu gak boleh lo hapus sampai tengah malam nanti."

Kyna menaikkan alisnya, merasa aneh karena tantangannya terdengar mudah. "Itu aja?"

"Eits, belum kelar. Foto yang harus lo post itu adalah foto mesra sama Ganendra, terus kasih caption 'Pasangan baru, sepanas pan pizza'. Oke?" Sisi terkekeh.

Cih! Udah gue duga. Awas ya kalian! Kyna mengumpat dalam hati. Cewek itu tidak habis pikir, bagaimana kedua sahabatnya ini bisa lupa soal momen permintaan maaf mereka di toilet bioskop beberapa saat lalu.

***

"PULANG!"

Kyna baru saja akan menyuapkan potongan pizza di ujung garpunya saat seseorang menarik tangannya, hingga ia seketika berdiri dari posisi duduk. Garpu di tangannya bahkan terlepas dan terjatuh menimpa piring. Menimbulkan bunyi dentingan keras yang cukup menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.

"Loh? Aka?" Kyna yang sudah cukup terkejut dengan tarikan kuat di lengannya, kembali dikejutkan ketika mengetahui bahwa sosok yang kini mencengkram erat tangannya itu adalah Aka.

"Ayo, pulang sama gue!" Aka kembali menarik tangan Kyna dan berusaha membawanya pergi. Cowok itu sepertinya lupa bahwa saat ini, di sana ada teman-teman Kyna yang menatapnya dengan bingung.

"Iya, iya, tapi ... aw, Ka, sakit." Kyna meringis merasakan cengkraman Aka yang semakin kuat.

"Wah, bro, jangan kasar sama cewek." Ganendra bangkit dan berusaha melepaskan cengkraman tangan Aka pada pergelangan tangan Kyna. Karena datang dengan emosi berapi-api, Aka sampai tidak menyadari kehadiran cowok yang membuatnya hilang akal seperti saat ini.

"Bukan urusan lo!" Aka menatap cowok yang kini juga ikut menggenggam pergelangan tangan Kyna yang lain itu dengan sorot mata tajam.

Kyna benar-benar tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Isi kepalanya kini campur aduk. Banyak pertanyaan yang ingin diajukannya pada Aka. Namun, entah kenapa lidahnya terasa kelu dan berakhir hanya menatap Aka lekat-lekat dengan dahi berkerut.

"Ayo, Kyn, duduk lagi. Kamu belum selesai makan." Ganendra sedikit memperkuat genggamannya dan menarik tangan Kyna. Tidak seperti cengkraman Aka yang kasar, Kyna bisa merasakan kelembutan pada genggaman Ganendra.

Sebenarnya ini ada apa, sih?

Kyna menatap kedua pergelangan tangannya bergantian. Saat ini, cewek itu berdiri di antara Aka dan Ganendra yang saling melemparkan tatapan tajam satu sama lain. Aura kedua cowok ini memancarkan kebencian. Namun sayangnya, Kyna terlalu bingung untuk menyadari suasana mencekam yang melingkupinya.

"Guys, kalian harus tenang. Sadar gak, sih, sekarang kalian jadi bahan tontonan pengunjung lain?" Joana berbicara dengan volume suara yang tidak terlalu keras, tapi cukup untuk sampai di telinga Aka dan Ganendra. Membuat kedua cowok itu tersadar, lalu menoleh ke sekitar.

"Sorry, Kyn"

"Maaf."

Di saat yang bersamaan, kedua cowok itu melepaskan tangan Kyna. Ganendra kembali duduk di kursinya, sementara Aka dan Kyna masih pada posisi berdiri. Kyna terlihat meringis sambil mengusap pergelangan tangan kirinya yang sedikit memerah akibat ulah Aka.

"Sakit, ya? Sorry, gue gak maksud ...." Aka yang merasa bersalah berniat melihat kondisi pergelangan tangan Kyna. Namun, Aka tampak ragu kembali menyentuh cewek itu.

"Iya, gak apa-apa, kok." Kyna berusaha tersenyum menenangkan Aka yang terlihat sangat syok dan menyesal atas apa yang baru saja diperbuatnya. "Beneran gue gak apa-apa, tapi gue butuh penjelasan. Ada apa, Ka? Kenapa nyuruh gue pulang? Ada masalah di rumah?"

Aka baru membuka setengah mulutnya, ketika kemudian cowok itu melirik ke arah Joana dan Sisi yang masih memandanginya penuh rasa ingin tahu. Cepat-cepat Aka menggeleng dan mengurungkan niatnya untuk menjawab pertanyaan Kyna.

"Bukan hal penting. Lo lanjutin aja makannya. Sekali lagi, gue minta maaf udah ganggu acara kalian." Selain pada Kyna, permintaan maaf Aka juga ditujukannya bagi teman-teman Kyna. "Udah lo lanjut aja. Gue balik duluan." Aka pun pamit karena merasa tidak enak sudah membuat kekacauan.

Kyna mengerutkan dahinya. Jawaban Aka benar-benar aneh dan sama sekali tidak menjelaskan apa pun.

Dia pasti punya alasan kenapa tiba-tiba ngamuk gitu, pikir Kyna.

Aka baru akan melangkah meninggalkan mereka, sebelum Kyna dengan sigap meraih tangan cowok itu untuk menahan kepergiannya. "Lo ke sini mau minta gue pulang, kan? Kenapa jadi ninggalin gue? Gue ikut."

"Hah?" Aka tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

***

[bersambung]

Love Speedometer (Completed) Where stories live. Discover now