13 - Jemputan Dadakan

71 14 2
                                    

"Wah, sampai juga. Sorry ya, Kak. Aku harus langsung masuk kelas, jadi gak bisa nemenin, deh." Kyna yang sudah melewati kesulitan turun dari motor besar Ganendra segera melepas helm yang dikenakannya dan memberikan helm itu pada si pemilik.

"Iya, sayang banget. Tapi gak apa-apa, kok. Lagian kampus kamu mungil gini, kayak kamu. Aku yakin gak bakal nyasar." Ganendra tertawa melihat ekspresi Kyna yang tampak keberatan disebut mungil olehnya.

"Duh, Kakak apaan, sih?" Kyna menyentuh poninya berkali-kali karena merasa gugup.

"Yaudah sana masuk kelas. Aku gak mau ya jadi penyebab kamu telat masuk kelas." Ganendra yang juga baru selesai melepas helm dan memarkir motornya kini berdiri di samping Kyna.

Wah, kalau berdiri sampingan gini emang gue jadi kelihatan mungil banget, sih. Tepatnya malah jadi kayak kurcaci. Kyna yang baru menyadari perbedaan tinggi badannya dengan Ganendra justru bengong menatap pria tampan di sampingnya.

"Loh, kok bengong?" Ganendra sedikit membungkuk dan membalas tatapan Kyna. Posisi wajah pria itu kini sangat dekat dengan wajah Kyna. Gadis itu bahkan bisa merasakan embusan nafas Ganendra di pipinya.

Bahaya! Kyna cepat-cepat menarik tubuhnya menjauh dari Ganendra. Gadis itu juga memalingkan wajah agar Ganendra tak menyadari perubahan warna kulit wajahnya yang tengah tersipu ini.

"A-ah, iya. Udah ya, Kak. B-bye." Dengan terbata-bata, Kyna pun akhirnya berpamitan dan langsung berlari meninggalkan Ganendra yang masih dalam posisi sedikit membungkuk dan memerhatikan Kyna yang berlari menjauhinya dengan kikuk.

Kamu lucu banget, sih, Kyn. Tanpa Kyna sadari, Ganendra merasa terhibur dengan tingkah laku menggemaskan cewek berponi itu.

***

Kelas yang akan Kyna ikuti dimulai kurang dari lima menit lagi. Ketika cewek itu melangkah masuk kelas, suasananya sudah ramai dan hampir semua kursi sudah terisi. Tidak heran memang, ini adalah kelas Bu Fatma, dosen favorit para mahasiswa psikologi di kampusnya. Kelas ini selalu jadi rebutan saat pengajuan SKS. Beruntung Kyna masih mendapat slot di kelas ini, tidak seperti Sisi yang dengan berat hati harus memilih kelas dosen lain untuk mata kuliah yang sama.

"Kyna ... di sini ...!" Joana melambaikan tangan ketika mendapati sahabatnya itu tampak celingukan mencarinya. Kyna pun segera menghampiri Joana yang telah menyediakan satu kursi kosong di sebelahnya.

"Kyn, lo abis diterjang angin topan?" Joana terkekeh memerhatikan penampilan Kyna yang berantakan.

"Apa? Maksud lo apa sih?" Kyna yang belum menyadari penampilannya sendiri hanya bisa mengerutkan dahi keheranan.

Joana tidak menjawab. Ia justru merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah cermin kecil yang biasa digunakannya ketika memoles ulang lip tint-nya setelah makan. "Lo liat sendiri aja."

Kyna langsung menyambar cermin milik Joana dengan gerakan agresif. Awalnya, Kyna mengira make up-nya terlihat berantakan. Tapi ternyata riasan di wajahnya tidak ada masalah. Ia pun kemudian menggeser cermin kecil itu agak ke atas untuk melihat tatanan rambut sebahunya yang hari itu dibiarkannya terurai.

"Astaga! Jadi dari tadi rambut gue begini?" Kyna segera membenahi rambutnya dengan jemari, sementara Joana dengan sigap mengeluarkan sisir kecil miliknya dan menyodorkannya pada Kyna.

"Lagian tumben banget rambut lo berantakan gitu. Lo abis naik angkot racing?" tanya Joana sambil terkekeh.

"Nggak. Ini pasti gara-gara tadi pakai helm. Gue lupa numpang ngaca dulu di spion pas selesai turun dari motornya." Kyna masih sibuk menyisir rambutnya. "Tapi kok dia diem aja, sih? Kan bisa bilang kalau rambut gue berantakan. Malu-maluin aja," cerocos Kyna.

Love Speedometer (Completed) Where stories live. Discover now