16 - Penculikan

62 13 2
                                    

Sejak masuk mobil, Kyna terus memberengut dan tak bersuara. Aka masih belum mengetahui di mana letak kesalahannya. Ia terlalu takut untuk bertanya, karena pertanyaannya mungkin akan membuat mood cewek yang kini duduk di sampingnya itu justru semakin memburuk. Oleh sebab itu, Aka pun memilih untuk tetap diam sambil terus memikirkan topik obrolan yang paling aman.

"Kok diem, sih? Sepi banget." Protes itu justru datang dari mulut Kyna, membuat Aka merasa sedikit lega mengetahui bahwa cewek itu ternyata ingin diajak bicara.

"Oh, kirain mau diem-dieman. Abis lo gak ngomong-ngomong dari tadi. Gue kan jadi takut." Aka melirik Kyna yang kini melipat lengannya di depan dada sembari memajukan bibirnya dengan cara yang menggemaskan. "Lo gak suka gue jemput, ya?"

Kyna menoleh dan menatap wajah Aka yang sedang fokus mengemudi. Ekspresi cewek itu sulit ditebak. Rasa kesalnya sepertinya mulai luntur, digantikan dengan perasaan tidak enak. Mungkin Kyna merasa bersalah karena memperlakukan Aka yang sudah repot-repot menjemputnya dengan sikap yang tidak menyenangkan.

"Maaf," Kyna menghela napas pelan, suaranya lirih, tapi Aka masih bisa mendengarnya.

"Loh, maaf kenapa?" tanya Aka bingung. Di sela fokusnya mengemudi, cowok itu sempat menoleh sekilas dan saat itulah dia melihat Kyna yang menunduk lemah.

"Gue minta maaf karena ngambek, padahal lo udah repot-repot jemput gue," Kyna menjelaskan sementara tangannya sibuk memilin tali ransel yang berada di pangkuannya.

Aka yang mendengar penjelasan itu lantas tersenyum. Ia benar-benar menganggap Kyna saat ini sangat imut. Tak tahan, Aka melepaskan tangan kirinya dari kemudi untuk mengelus kepala Kyna, seperti seseorang yang mengelus kepala kucing yang menggemaskan.

"Gue gak repot, kok. Lagian kan gue yang maksa jemput." Aka terkekeh. "Tapi, berarti benar ya, lo tadi itu ngambek sama gue? Tapi, kenapa?"

Wajah Kyna memerah. Bukan semata karena dirinya sudah ketahuan ngambek, tapi juga karena perlakuan Aka yang tanpa persetujuan telah mengelus kepalanya. Perlakuan Aka yang satu ini memang menjadi kelemahan Kyna.

"Ih, tangannya gak usah ke mana-mana. Nyetir yang benar." Kyna mencari-cari alasan untuk menyingkirkan tangan kiri Aka dari kepalanya. "Iya, gue ngambek. Soalnya lo gak nurutin gue."

"Bagian mananya? Gue kan nunggu di pangkalan. Kalau boleh jujur, yang harusnya kesal tuh gue. Masa lo samain sahabat kesayangan lo ini sama abang taksi online?" protes Aka.

"Heh? Kok ikutan ngomel? Gak boleh!" Kyna memukul lengan Aka cukup keras hingga membuat laju mobil mereka sempat oleng.

"Hey, bahaya tau!" Aka yang terkejut dan hampir menyenggol seorang pengendara motor itu mengusap dadanya. "Yaudah coba, mana yang gue gak turutin? Bilang!" Aka menantang.

"Kan tadi gue udah bilang gak usah turun dari mobil. Kenapa lo malah nyamperin? Pakai kenal-kenalan segala sama teman-teman gue lagi."

Mendengar jawaban Kyna, Aka justru tersenyum. "Cie, cemburu ya?" Cowok itu sepertinya sudah salah paham, mengira Kyna cemburu dan tidak ingin ia berkenalan dengan cewek lain. Padahal, alasan Kyna sebenarnya bukan itu.

"Dih, apaan sih lo. Pede banget." Tak ingin menjelaskan alasan sebenarnya, Kyna pun memilih untuk tidak menanggapi dan membiarkan Aka salah paham.

Perjalanan keduanya kembali tenang, hingga di sebuah persimpangan. Aka berbelok ke arah yang berkebalikan dengan arah menuju kompleks perumahan mereka. Kyna yang sedari tadi menyandarkan tubuhnya dengan tenang, mendadak duduk tegak dan bertanya kebingungan.

"Ka, lo gak amnesia, kan? Rumah kita itu ke arah sebaliknya."

"Iya, gue tau," jawab Aka santai.

"Terus kenapa belok ke sini? Lo kan bilangnya mau jemput gue, terus langsung antar pulang."

"Masa? Gue emang bilang mau jemput, tapi gue gak bilang mau langsung antar pulang, loh."

Kyna terdiam, cewek itu mencoba mengingat kembali isi chat Aka dan sepertinya apa yang dikatakan cowok itu memang benar.

"Terus, kita mau ke mana? Kok, lo gak kasih tau gue dulu. Ini sih namanya penculikan! Gue telepon Mama, nih." Kyna mengeluarkan ponselnya, berpura-pura akan menelepon sang mama. Sebenarnya, Kyna melakukan itu hanya untuk menggertak, berharap Aka akan panik. Namun, respons cowok itu justru santai-santai saja. Aka bahkan tertawa terbahak.

"Coba aja sana telepon mamanya. Emang menurut lo gue gak izin dulu sama nyokap lo pas mau berangkat tadi? Lagian tenang aja sih, gue kan udah pernah bilang ogah nyulik lo. Makan lo banyak. Ngerepotin!"

Hah? Jadi, Mama udah tau soal ini? Sial! Kyna mengumpat dalam hati, lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.

Merasa menyerah dan mulai pasrah, Kyna pun kembali menyandarkan tubuhnya. "Oke, jadi kita mau ke mana?"

Aka kembali tersenyum sumringah, sebelum kemudian menjawab pertanyaan Kyna. Jawaban yang sukses membuat cewek itu menatap tajam ke arah Aka dengan mulut terbuka lebar.

"Kita mau jemput calon mertua lo."

***

Kyna memilih tetap menunggu di dalam mobil dengan jendela terbuka, sementara Aka bersandar dekat jendela itu. Meskipun dari tempat berbeda, keduanya kompak mencari sosok bunda dan adik perempuan Aka yang akan keluar dari pintu keluar stasiun bagian utara.

"Udah lewat dua puluh menit, loh. Keretanya telat atau gimana?" Kyna mulai tak sabar. Cewek itu menopang dagunya di pintu mobil dan tampak lelah. Sebenarnya, Aka mulai merasa bersalah telah mengajak Kyna menjemput bundanya seperti ini. Aka mengerti cewek itu pasti sangat lelah dengan jadwal perkuliahannya yang kebetulan sangat padat hari ini.

"Kata bunda udah masuk stasiun, kok. Mungkin mereka ke toilet dulu." Aka menerka-nerka. "Maaf ya, lo pasti capek banget."

Belum sempat Kyna menjawab, dari kejauhan terdengar suara Shinta, adik Aka yang berteriak memanggil kakaknya. "Mas! Mas Aka! Sini dong, bantuin kita."

Kyna menoleh ke sumber suara, dilihatnya Shinta yang melambaikan tangannya sambil melompat untuk mendapatkan perhatian kakaknya. Menyadari adik dan bundanya perlu bantuan, Aka pun pamit pada Kyna dan meminta cewek itu menunggu. "Bentar, gue samperin mereka dulu."

Tak berapa lama, Aka kembali bersama bunda dan adiknya. Tangan kanan Aka menenteng sebuah tas besar yang sepertinya berisi pakaian, sementara Shinta dan bundanya menenteng sebuah bungkusan yang Kyna tebak mungkin berisi oleh-oleh.

"Halo bunda, apa kabar?" Kyna mencium punggung tangan bunda Aka segera setelah ketiganya sampai di tempat parkir.

"Bunda baik. Loh, kok ada kamu juga?" Bunda Aka tampak terkejut dengan kehadiran Kyna.

"Mas, kok gak bilang ngajak Kak Kyna?" Shinta ternyata sama terkejutnya dengan sang bunda. Sepertinya gadis itu juga tidak melihat kehadirannya tadi.

"Ceritanya panjang, Bun. Singkatnya sih tadi aku janji jemput Kyna, tapi aku lupa udah janji duluan sama bunda buat jemput." Pengakuan Aka itu tentu saja belum diketahui Kyna. Cewek itu mendadak merasa tidak enak hati.

"Kok lo gak bilang? Kan gak usah maksain jemput gue kalau emang lo sibuk," protes Kyna.

"Ya, gak bisa gitu dong. Janji sama lo kan juga penting. Enak aja dibatalin."

Melihat perdebatan Aka dan Kyna yang sepertinya akan berbuntut panjang kalau tidak ditengahi, Bunda Aka pun akhirnya buka suara. "Udah, udah, yuk jalan sekarang aja. Nanti keburu kemalaman di jalan."

Baik Aka, Kyna maupun Shinta sangat setuju dengan apa yang dikatakan wanita itu. Kyna pun menyilakan Bunda Aka untuk mengambil tempat duduknya di kursi depan. Namun, sang bunda menolak dan justru memberikan kursi itu kembali pada Kyna seberapa pun cewek itu bersikeras menolaknya karena takut dianggap tidak sopan.

"Udah sih, Kyn, duduk aja. Toh, bunda yang nyuruh. Kualat lo ngebantah calon mertua." Aka terkekeh melihat wajah Kyna yang berubah kemerahan karena malu.

"Ih, AKAAA!"

***

[bersambung]

Love Speedometer (Completed) Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt