24 Khawatirnya Seorang Papa Aji

13.4K 2.6K 351
                                    

Lapak ini sepertinya sudah mukai berlumut ya hahaha

Yuk vote dan komen biar ga lumutan lagi ^^

*

Anne dibantu Hwan turun dari motor. Pelan-pelan Hwan membantu memapah gadis itu ke dalam rumah. Qia yang kebetulan keluar dari rumah sebelah berpapasan dengan keduanya.

"Lho, Anne kenapa?" tanyanya khawatir melihat kondisi putrinya yang berjalan pincang.

"Habis jatuh dari sepeda, Ma," jawab Anne.

Qia membukakan pintu rumah membiarkan Hwan menuntun Anne masuk. Dari belakang, Genta juga Gana berlarian menuju kakak mereka yang sakit. Qia meringis sakit saat melihat lutut putrinya yang berdarah.

"Sebentar, mama ambilin dulu kotak P3K."

Si kembar kini beralih ke arah Hwan yang pamit untuk pulang.

"Kak Hwan ayo main lagi! Dulu udah janji kalau ke sini mau main lagi!"

Qia yang baru sadar belum menyapa Hwan berhenti sebentar dan menyuruh anak laki-laki itu duduk di sofa. Hwan sendiri tidak bisa menolak karena si kembar juga menariknya dengan paksaan.

"Assalamu'alaikum," salam seorang pria dewasa yang baru masuk ke dalam rumah.

"Walaikumsalam, Pa," jawab ketiga anak-anaknya serempak.

Hwan mengangguk sopan saat tatapan keduanya bertemu. Alis Aji terangkat melihat anak laki-laki itu lagi. Dilepasnya topi loreng khas tentara lalu menoleh ke arah putrinya yang meringis kesakitan.

"Kamu kena- astaga Marianne," desahnya saat menurunkan pandangannya ke arah lutut Anne yang berdarah.

Aji merangsek cepat, berjongkok di depan putrinya. "Kok bisa sampai kayak gini, nak?"

Tanpa menunggu lebih lama lagi, pria itu merebut kotak P3K dari Qia yang baru kembali. Dibasuhnya darah juga kotoran debu dari luka kecil tersebut.

"Aku tadi habis jatuh dari sepeda, waktu lewat minimarket di depan kan ada lobang gede tuh. Nah, ban sepedaku masuk situ terus aku kejungkal."

Cerita Anne barusa berhasil mengocok perut Genta hingga tertawa keras. Tapi pada saat yang bersamaan Aji memberikan tatapan peringatan membuat anak kecil tersebut terdiam seketika.

"Kakaknya sakit, kok, malah ketawa?" tegur Aji pada salah satu putra kembarnya. Gana mengacak rambut Genta menyuruh saudara kembarnya untuk lebih baik diam.

Hwan yang sedang duduk sendiri menjadi canggung tak tahu harus melakukan apa. Dia juga tidak pandai menghibur anak kecil. Di rumahnya memanb ada anak kecil juga tapi dia tidak pernah mencoba membangun hubungan saudara dengannya.

"Kalau sudah begitu kenapa nggak hubungin papa aja, Ne? Septian mana? Seharusnya kamu pulang bareng Septian kok malah bersepeda sendiri? Ini tuh akibat kamu bandel ga mau pake pengaman lutut. Coba kalau kamu pake pengaman pasti lututmu nggak luka kan?"

"Mulai-mulai ... Mas, Anne udah gede, waktunya dia ngerasain luka. Kamu nih, terlalu over protective, itu lututnya cuma kegores doang, jangan berlebihan gitu, deh."

"Tapi, Qi ...."

"Diem, deh, sayangku, kita juga lagi ada tamu," perintah Qia membuat Anne mengigit bibirnya menahan tawa. Begitu juga Genta dan Gana yang menutup mulut keduanya dengan tangan masing-masing.

Aji mendesah panjang dan kembali menangani luka putrinya. "Hm," jawab Aji sekenanya.

Qia yang tadi memasang wajah kesal kini ganti menujukkan sisi manis, "Hwan, mau minum apa?"

ANNE The Sweet PotatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang