26 Rumah Pohon

8.8K 1.8K 217
                                    

Akhirnya setelah setengah tahun ga muncul, Anne up lagi! ^^

Ada yang masih nungguin nggak sih? Sorry banget TT

*

Anne telah membersihkan diri setelah olah ragi pagi bersama papanya. Samar-samar terdengar suara Septian dari luar kamar. Hari minggu ini tidak seperti biasanya. Jika biasanya setelah membersihkan diri, Anne akan menggunakan hari minggunya untuk tidur kali ini Anne harus menggunakan kapasitas otaknya lebih banyak. Anne, Septian, dan Hwan akan belajar bersama.

Setelah memastikan buku matematikanya tidak tertinggal, Anne segera keluar dari kamar. Minggu pagi yang cerah itu sangat memekakkan telinga Anne. Bagaimana tidak? Dari arah dapur terdengar teriakan Genta yang menangis. Anne tak terlalu peduli akan kenakalan apa lagi yang telah mereka perbuat karena pada akhirnya papanya akan menengahi perang dunia tersebut.

Septian seperti sudah terbiasa akan berisiknya rumah Anne, dengan santai cowok itu duduk bersandar di sofa menunggu Anne. Tanpa disuruh, layaknya rumah sendiri Septian mengambil camilan dari kulkas dan memakannya.

"Kak!" panggil Anne.

"Sebentar, ya, Hwan belum bisa dihubungi, kemarin katanya mau kabarin belajar dimana. Duduk dulu sini."

Anne mengistirahatkan tubuhnya di samping Septian. Alisnya mengernyit saat teriakan Genta semakin kencang. "Ada apa sih?" tanya Anne pada Septian.

"Biasa, yang satu dapat es krim yang satu lagi nggak dapat gara-gara baru bangun. Papamu baru keluar diusir sama mamamu gara-gara beliin Gana es krim pagi-pagi."

Anne mengedikkan bahunya tak peduli, paling-paling papanya pergi ke rumah Septian untuk ngobrol sama Om Yusuf pikir Anne. Memang, di rumahnya mamanya jauh lebih tegas daripada papanya yang ironinya berseragam loreng. Anne sendiri buktinya, saat orang tua tentara mengajak anaknya berolahraga tapi papanya justru membebaskan Anne. Meskipun begitu, Anne sangat sayang papanya. Hanya Papa Aji yang bisa mengerti kegundahan hati Anne meski sekecil apapun itu.

Tangisan Genta semakin mereda membuat Anne mendesah lega. Mamanya muncul dengan sekotak bekal besar untuk Anne. "Buah-buahan buat kalian bertiga. Belajar yang benar lho, ya. Sep, ajarin Anne bener-bener, kalau nilai UTSnya jelek nggak bakal diijinin papanya ikut Makrab." Septian menerima uluran kotak bekal tersebut.

"Siap, Tante. Tapi kalau nilai UTS Anne bagus aku minta reward juga dong."

Qia mengacak rambut Septian gemas. "Gampang, bisa diatur itu," janji Qia membuat Septian mengedipkan matanya pada Anne. 

Lagi-lagi jantung gadis itu berdetak lebih cepat dari biasanya. Tubuhnya menjadi kikuk dan untuk menghilangkan rasa salah tingkah itu Anne merebut kotak buah kemudian membuka tutup plastik tersebut. Di dalamnya terdapat buah semangka, melon yang dipotong dadu, juga buah stroberi dan anggur yang batangnya telah dilepas. Anne mengangguk puas, cukup untuk mereka bertiga.

"Kakak nggak hubungi Kak Hwan lagi?"

"Udah tapi nggak diangkat mulu," ujar Septian. Ia kembali membuka ponselnya mencari kontak Hwan. Beberapa saat berselang panggilan dari Septian tak digubris oleh Hwan.

"Apa kita langsung ke rumahnya aja, Ne?" tawar Septian.

Anne menyetujui ide Septian. Keduanya pamit pada Qia yang tengah memeluk Genta. Sisa tangis anak itu masih terlihat jelas tapi kini sudah lebih tenang. Apalagi Gana, kembarannya, juga mengelus punggung Genta sebagai permintaan maaf telah memakan es krim tanpa membangunkan Genta. 

Sampai di rumah besar Hwan, satpam bilang Hwan sudah pergi dari kemarin malam dan belum pulang juga. Satpam penjaga bilang mungkin Hwan sedang di hutan ujung perumahan. Di perumahan itu terdapat hutan buatan yang kadang dijadikan Hwan tempat bersembunyi kata Pak Satpam. 

ANNE The Sweet PotatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang