28 Hujan dan Rahasia Hwan

6.9K 1.5K 107
                                    

⚠️ Trigger Warning!

*

Anne mengintip dari jendela kelas. Diam-diam dirinya mengikuti Raya. Tiang-tiang sekolah tidak mampu menyembunyikan tubuh besarnya. Saat Raya mendekati parkir sepeda, Anne segera bersembunyi dari balik tembok kelas lain. Dilihatnya Septian yang menggaruk kepalanya kemudian mengangguk mengerti. 

Jantung Anne rasanya mau copot saat Septian tak jadi mengambil sepedanya. Cowok itu pasti ingin ke kelasnya untuk memeriksa. Raya segera menarik tangan Septian dan entah apa yang mereka bicarakan Septian pun akhirnya memilih pulang sendiri tanpa Anne. Betapa leganya Anne saat Raya mengangkat jempolnya tanda rencana mereka sukses.

Anne dan Raya telah bersekongkol untuk membohongi Septian. Raya membantu Anne berbohong kepada Septian bahwa Anne sedang ada tugas kelompok dan tidak bisa pulang bersama hari ini.

Anne membawa kakinya menuju gerbang sekolah memastikan Septian telah pulang. Bersama Raya, Anne berdiri menunggu kedatangan Hwan. Tapi Raya harus segera pulang ketika angkutan umum yang biasa ia naik datang. Masih setia menunggu Anne berdiam diri memperhatikan satu per satu siswa SMA Negeri Perjuangan meninggalkan tempat mereka belajar dengan riang. Seakan semua beban di wajah mereka terbang tak tersisa saat kaki mereka melangkah meninggalkan gerbang hitam tersebut.

Sebuah temukan pelan di puncaknya membuat Anne menoleh. Hwan mengangkat tangannya untuk menyapa.

"Hai," sapa Hwan.

"Halo juga Kak Hwan, jadi Kak Hwan mau ngomong tentang apa?" tanya Anne tanpa mengukur waktu karena melihat langit pukul empat sore yang mulai menggelap. Tubuh Anne juga mulai kedinginan oleh angin yang tengah bersiap kencang.

"Bukan di sini tempatnya. Tunggu sebentar." Anne menuruti perintah Hwan untuk tidak kemana-mana.

Selang beberapa saat sebuah motor berhenti di depannya. Hwan mengulurkan helm yang Anne ingat selalu digunakan oleh salah satu kakak kelasnya, Layla, saat gadis itu berboncengan dengan Hwan.

"Nggak bisa diobrolin di sekolah aja, Kak?" tanya Anne ragu. Karena mau bagaimana pun Anne belum pernah bepergian dengan cowok lain selain Septian. Jiwa anak rumahannya sedikit terusik saat ide bermotor berdua sama orang yang tak dikenal menakutinya. Ketakutan semacam bagaimana jika Hwan menculiknya atau yang paling menyeramkan bagi Anne adalah bertemu papanya atau salah satu anak buah papanya di jalan.

Hwan mendorong helmnya agar Anne mau menerima. Ah, persetan dengan menjadi anak rumahan. Sekali-kali melanggar aturan tak akan membuatnya terbunuh kan? Anne pun menerima helm tersebut dan mengenakannya dengan sedikit kesusahan karena ternyata ukuran kepala Layla lebih kecil daripada ukuran kepala Anne. Jadinya saat Anne mengunci helm ada sensasi tersedak akibat kesempitan.

Hwan membawa motornya membelah jalanan sore kota yang cukup ramai. Angin berhembus kencang membuat Anne kesusahan membuka matanya. Anne hanya bisa memegang sisi tas milik Hwan saat Hwan harus membelok tajan di persimpangan. Terus keduanya berkendara sampai motor Hwan berhenti di sebuah gerbang hitam dengan aura gelap.

"Eum ... Kak Hwan?"

"Tenang, topik pembicaraan kita ada di dalam sana."

Anne meremas kedua tangannya resah. Jejeran gundukkan tanah itu terawat rapi. Masing-masing pusara dibangun memoriam terbuat dari marmer. Itu adalah pemandangan sebuah kompleks pemakanan elit. Anne segera meraih tas Hwan yang meninggalkannya berdiri ketakutan di depan gerbang sendirian. Sepertinya Hwan cukup sering kemari karena pemuda itu sangat tahu jalanan dan belokan untuk mencapai tempat tujuannya. Anne mengikuti dalam diam.

Keduanya berhenti di sebuah makam yang hampir sama dengan makan-makam sebelahnya. Sebuah bingkai foto terpajang pada memoriam makam. Dalam foto tersebut seorang wanita tercantik yang pernah Anne lihat tersenyum bahagia seakan tak ada beban yang pernah ia rasakan. Wanita berras Asia itu memiliki mata yang sipit jadi saat ia tertawa matanya hanya berbentuk lengkungan bulan sabit.

ANNE The Sweet PotatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang