27 Hwan dan Keanehannya

8.1K 1.5K 75
                                    

Udah ga setengah tahun lagi kan?
Hehe

Janlups vote dan komenya! ^^

*

Di kelas yang hening, semua siswa duduk sesuai urutan absen masing-masing. Septian mendapatkan bangku pada barisan kedua dari akhir. Di barisan depannya sebelah kiri duduk Hwan yang menelungkup dengan mata terpejam. Ia tidak peduli dengan materi yang Pak Alief, guru matematika mereka jelaskan. Terdengar beberapa bisik-bisik dari ujung belakang. Anak-anak baris terdepan sedang mencoba sekuat tenaga mereka untuk tetap sadar. Mereka tidak ingin terlihat mengantuk, tangan digerakkan untuk menulis sembarang angka hanya demi Pak Alief mengira mereka tengah mengikuti pembelajaran dengan khidmat.

Lambat laun Pak Alief mulai sadar bahwa kelasnya tak lagi efektif. Matanya meninjau seisi kelas kemudian beliau tersenyum lembut. Hanya satu dua orang yang menyalin rumus yang ia berikan di papan tulis. Masing-masing telah pergi ke dunia mimpi mereka masing-masing.

Dua ketukan ia berikan pada papan tulis. Hal tersebut berhasil mendapatkan perhatan seluruh siswa.

"Bosen, ya? Apa mau refreshing saja?" tanya Pak Alief dengan penuh pengertian sampai membuat beberapa murid perempuan terpesona.

Seketika satu kelas kompak memberikan persetujuan mereka. Saat pria itu meletakkan alat tulisnya sontak seisi kelas berteriak senang. Septian pun ikut menutup bukunya dan mengistirahatkan kepalanya pada telapak tangan. Ia telah menjadi murid bimbingan olimpiade matematika Pak Alief selama dua tahun. Senyum malaikat itu tidak bisa menutupi dua tanduk merah yang Septian lihat.

"Kalian boleh istirahat satu jam lebih cepat." Beberapa siswa dari bangku mulai bangkit dan berlari menuju pintu kelas sampai Pak Alief menghadang mereka. "Tapi ada syaratnya." Mereka pun kembali ke tempat duduk masing-masing dengan kecewa.

Semuanya menjadi was-was. Pak Alief mulai menuliskan rentetan angka di bagian papan tulis yang masih bersih. "Kerjakan soal ini. Yang sudah selesai boleh tunjukan ke saya setelah itu saya nilai. Kalau benar boleh istirahat tapi kalau salah tolong kerjakan lagi sampai benar." Hwan terbangun dan langsung melihat ke arah Septian begitu juga dengan teman-temannya yang lain berharap Septian membantu setelah memberikan puppy eyes terbaiknya.

Pak Alief berdehem. "Syarat tambahan, tidak boleh menyontek! Yang ketahuan menyontek, saya punya konsekuensi berat yang telah saya persiapkan."

Gelombang protes pun mulai terdengar. Tapi prinsip Pak Alief tentang keseimbangan timbal balik pun sama sekali tak tergentarkan. Bagi beliau jika ingin meraih sesuatu harus bersusah payah terlebih dahulu. Murid-muridnya harus segera mengerti konsep 'Tak ada yang gratis di dunia ini' salah satunya istirahat satu jam lebih cepat.

Buku tulis mulai dibuka satu per satu. Mulai terdengar beberapa suara erangan tertahan merasa frustasi tidak mengerti harus menulis apa untuk menyelesaikan soal yang diberikan Pak Alief.

Bibir Hwan terangkat. Ia menoleh ke belakang menatap Septian kemudian kembali fokus melihat soal di papan tulis. Itu adalah soal-soal contoh yang Septian berikan padanya kemarin. Hanya berbeda angka saja. Setelah merasa pintar dengan mudah Hwan mengulangi langkah yang Septian ajarkan kemarin.

Septian meneliti kembali hasil jawabannya. Saat ia tengah berkonsentrasi menghitung hasil akhir sebuah tutup bolpen mengenai kepala. Ia mencari sekeliling sampai ia sadar bahwa Hwan sedang tersenyum ke arahnya. Ia menaikkan alis melihat Hwan memberinya isyarat jari. Pertama-tama Hwan mengangkat jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis bersamaan kemudian jari manis diturunkan lalu tangan terkepal dan diakhirnya ia kembali mengangkat jari telunjuknya.

ANNE The Sweet PotatoWhere stories live. Discover now