39 Menuju Puncak!!!

4.1K 663 24
                                    

Ujian tengah semester telah dilalui. Menurut Anne sendiri sih, dia melakukan yang terbaik dan ketika mamanya tanya tentang ujiannya Anne akan bilang, "Lancar," "lumayan," "Hm ... sulit tapi Anne bisa ngerjainnya," atau sejenisnya tapi ketika masuk ke dalam kamar Anne akan berbaring di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamar sambil memikirkan ujiannya lagi.

Anne sudah pasrah. Yang penting ia merasa ia belajar dengan baik, Septian dan mamanya menjadi saksi akan kerja keras Anne dalam belajar dengan sistem ngebut semalam. Anne yakin setidaknya nilainya berada di atas KKM sedikit.

Setelah ujian selesai di hari terakhir, Anne langsung mempersiapkan tas ranselnya. Seharusnya tiga hari lagi dirinya akan mengikuti malam keakraban dengan para anggota teater lain tapi karena kejadian dimana dirinya bolos sekolah, papanya tak mau memberikan izin Anne untuk ikut.

Sebagai gantinya, mamanya mengajak Anne bersama Septian juga Hwan untuk pergi ke puncak bersamaan dan berkemah berempat. Sebenarnya berlima dengan Raya, tapi karena kejadian bersama Hanum di lapangan pada wkatu itu Raya jadi semakin lemah bahkan ia mengikuti ujian susulan karena penyakitnya kambuh lagi jadi Raya juga tidak ikut skarang.

Anne mengeluarkan jaket juga pakaian hangat untuk digunakan di puncak besok.

Anne tahu tempatnya. Keluarganya pernah ke sana sekali tiga atau empat tahun lalu. Mereka berlima menginap di salah-satu rumah singgah milik kakeknya di dekat lapangan perkemahan, di belakangnya langsung ada hutan juga danau kecil. Juga di dekat sana dengan berjalan lima menit saja sudah ada kebun teh yang sangat luas.

Semua yang Anne butuhkan telah siap. Mamanya juga datang memeriksa dan menyuruh Anne untuk membawa lebih banyak kaos kaki lagi karena sekarang musim penghujan takutnya banyak genangan air dan membuat sepatu juga kaos kaki Anne kotor.

Dan hari keberangkatan pun tiba. sebuah mobil hardtop yang papanya pinjam dari temannya telah terparkir di depan rumah. Genta dengan wajahnya yang bengkak dan merah akibat menangis semalaman karena tak diajak duduk dengan bibir mengerucut di depan rumah.

Septian membantu Qia untuk menyediakan camilan selama perjalanan. Anne duduk sendirian sambil membaca novelnya di depan rumah sambil menunggu Hwan datang. Anne sengaja berpura-pura fokus pada novelnya ketika papanya keluar rumah untuk melakukan pengecekan pada mobil sekali lagi.

Sudah lebih dua minggu mereka masih diam-diaman. Baik Anne mau pun papanya sama-sama keras kepala tidak ingin memulai pembicaraan. Qia sudah menegur keduanya tapi apa yang diucapkan Qia hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

"Anak sama bapak sama aja," komentar Mara yang sedikit tertawa mendengarkan curhatan Qia yang kesal dengan suasana rumah yang dingin.

Padahal biasanya Aji sering sekali menggoda putrinya. Pekikan Anne ketika papanya menggodanya biasanya sampai terdengar ke rumah sebelah tapi sudah dua minggu ini rasanya sepi sekali dan yang terdengar cuma tangisan Genta. Kalau Gana memang dari dulu suaranya kecil dan lebih banyak memilih diam.

Hwan tiba dengan membawa tas carrier juga gulungan lain. Aji menyuruh Hwan untuk langsung memasukkan motornya ke dalam garasi.

"Tante, ini sudah carikan tenda seperti yang tante minta."

"Oh yang gambarnya kamu kirim lewat wa kemarin ya?"

"Iya, Tante."

"Sipp, masukin aja ke mobil."

Hwan menyapa Anne dengan mengangkat tangannya tapi Anne tak peduli dan lanjut membaca bukunya. Hwan memasukkan tas juga barang yang dibawanya ke dalam mobil. Septian juga keluar dengan banyak ta makanan.

"Sudah semua, tante. Kita berangkat kapan?" tanya Septian kepada Qia.

"Lima menit lagi."

Mendengar bahwa mereka akan berangkat, Anne langsung meletakkan novelnya ke dalam tas dan menunggu papanya meninggalkan mobil dulu sebelum ia masuk mobil. Anne duduk di kursi depan bersama mamanya. Hwan dan Septian duduk di kursi tengah.

ANNE The Sweet PotatoWhere stories live. Discover now