16 Tiba-Tiba Hilang

15.1K 2.7K 164
                                    

Jangan lupa vote dan komennya temen-temen ^^

Setiap hari jum'at sudah jadwalnya Anne untuk ikut pertemuan ekstra teater bersama Raya. Anak bari dikumpulkan oleh Kak Boy alias Kak Bobo panggilan dekatnya. Total dua puluh anak teater yang kumpul sore itu. Pada sore itu akan diputuskan pemeran drama ande-ande lumut yang akan mereka tampilkan saat MAPASI tiga bulan lagi.

Kak Bobo membagi tugas di balik layar akan ditangani oleh kelas sebelas dan dua belas, dia ingin berbagi kesempatan untuk anak tahun pertama naik panggung  agar tidak canggung untuk pentas-pentas selanjutnya. Pun Anne juga dipastikan akan naik panggung entah sebagai pemeran pendamping ataupun utama. Kalau Anne sih maunya jadi pemeran sampingan aja. Dia sam sekali nggak mau ribuan mata menyurut ke arahnya. Bisa mati kutu dia!

Sepertinya memang wajah di nomor satukan buktinya Anne menjadi pilihan terakhir dan mendapatkan pemeran Yuyu Kangkang. Belum apa-apa Anne sudah merasa tak bersemangat. membayangkannya menggunakan kostum kepiting sangatlah membuatnya malu. Tapi dia tetap bertepuk tangan senang saat tahu sahabatnya Raya mendapatkan kesempatan memerankan Klenthing Kuning. Anne tidak bisa protes, semuanya pun mendukung karena Raya memang secantik itu.

"Kak Bobo, boleh aku ganti peran?" tanya Raya sembari mengangkat tangannya untuk mendapatkan perhatian Bobo yang sedang membagikan skrip drama yang akan mereka lakukan tiga bulan lagi.

"Kenapa?" tanyanya.

Raya berusaha menjelaskan kondisinya yang tidak memungkinkan untuk latihan penuh karena Klenting Kuning memiliki banyak adegan. Raya tidak bisa sampai kelelahan. Sepertinya keputusan Bobo sudah bulat jadi tidak bisa ditolak. Laki-laki itu akan memeberikan istirahat yang cukup buat Raya dengan alasan tidak ada lagi yang cocok dengan karakter Klenting Kuning yang polos dan baik hati selain Raya.

Anne diseret untuk mengukur kostum kepiting yang akan dipakainya. Cukup miris sebenarnyatapi dia juga tidak bisa menolak. Dia hanya akan muncul selama sepuluh menit di akhir. Menghalangi jalan para Klenting, mencium pipi Klenting Mera, Hijau, dan Biru kemudian menghina Klenting kuning yang sangat bau lalu pergi. 

Setidaknya tidak akan ada yang tahu jika dia mengenakan kostum. Wajahnya tetap tersebut. Iya, Anne sudah menerima nasibnya dengan sangat ikhlas.

"Jadi minggu depan kita mulai latihan membaca naskah ya. Latihan diadakan setiap jumat di aula. ok?"

Semuanya mengangguk paham dan pertemuan singkat itu pun dibubarkan. Anne dan Raya berjalan bersama menuju parkir sepeda. Bertepatan saat Gendhis mengeluarkan sepedanya, sebuah mobil bak terbuka membawa piano hitam yang terlihat baru. Ataga, Anne jadi teringat kejadian di ruang band itu. Apakah itu piano baru yang menggantikan piano yang dirusakkan oleh Hwan? 

Tapi jika itu baru, kenapa Anne nggak dimintai ganti rugi? Pastinya mereka bakal melihat cctv apa yang terjadikan? Anne mendekat pada Pak Alief yang memberi instruksi sopir untuk masuk ke gerbang sekolah. 

"Sore, Pak," sapa Anne.

"Sore juga Marianne ... Raya. Belum pulang?"

"Ini barusan selesai kegiatan teater, Pak. Oh iya, ngomong-ngomong itu piano baru dibeli?"

"Iya, Hwan anak kelas tiga habis ngerusakkin yang di ruang band. Ini dia kirim yang baru sebagai gantinya."

Anne sampai dibuat kaget. Sebuah grand piano itu nggak murah dan Hwan menanggungnya sendiri. Anne berpikir mungkin Hwan merasa bersalah jadinya dia mengganti ulang piano yang lama. Anne harus bertemu Hwan untuk mengganti sebagian uang itu. Walau bagaimana pun dia tetap berada di sana dan sudah selayaknya dia membantu Hwan untuk mengganti rugi.

Tapi dimana Anne harus mencari laki-laki itu sekarang? 

"Anne, nggak jadi pulang?" tanya Raya.

"Oh iya ini mau pulang."

Anne dan Raya pamit pada Pak Alief untuk pulang. Sepanjang jalan dia memikirkan apa yang terjadi pada Hwan setelah kejadian di ruang badn saat itu. Anne juga tidak melihatnya beberapa hari ini. Laki-laki itu seperti hilang tidak berbekas. Sepertinya Anne perlu mencari Hwan besok di kelasnya. Semoga saja dia mau menerima bantuan ganti rugi dari Anne.

Waktu Anne memarkirkan sepedanya, Mara yang sedang menyapu halaman memanggilnya. 

"Ada apa Tante?"

"Ini ada surat buat kamu dari Septian."

Wajah gadis itu seketika berubah cerah secerah matahari pagi. Dia melompat kegirangan membuat Mara menggeleng tak percaya. Tak sabar menunggu, Anne mengekori Mara ke rumah sebelah. Ia memeluk tantenya itu saat menerima sebuah amplop putih.

"Tante Mara nggak buka-buka kan?" tanyanya curiga. Wanita itu bersedekap gantian memberikan tatapan curiga pada anak sahabtanya itu. 

"Hayo kenapa nggak mau tante buka? Pasti ada apa-apanya ya?" Anne tersenyum lebar tidak memperdulikan Mara yang memanggilnya.

Tanpa memperdulikan keluarganya yang memanggilnya untuk bergabung ke meja makan. Anne berlari menuju kamarnya dan merebahkan tubuhnya ke atas kasur. Kata Tante Mara memang Septian dilarang membawa ponsel jadi jika ada wkatu istirahat Septian akan mengusahakan untuk mengirim surat seminggu sekali.

Anne menatap amplop putih di tangannya dengan kagum. Aaaaaaaa! Rasanya senang sekali! Dengan perlahan ANne mbuka tutup amplop tersebut hati-hati. Bahkan jika amplopnya sobek saja rasanya tidak rela buat Anne.

Halo Ndut!

Bagaimana kabarmu? Di sekolah baik-baik saja, kan? Udah turun berapa kilo sekarang? 

Septian.

Anne mengerutkan dahinya membaca satu kalimat itu saja. Tak ada tulisan lain. Bahkan ia membalik kertas tapi hasilnya tetap nihil. Ini seriusan Kak Septian hanya mengirimnya pesan satu baris doang? Anne mengecek amplopnya lagi tapi tidak ada apa-apa di sana. Hah, bahkan di kejauhan saja kakaknya itu masih sangat menyebalkan. 

Anne meletakkan sepucuk kertas itu di dadanya. Bahkan Septian tidak bercerita tentang kabarnya. Laki-laki itu hanya mengkhawatirkan Anne. Sekali lagi Anne membacanya kali ini senyum kecil tercipta.

"Dasar Kak Asep," bisiknya sendiri. Ia bangun dari tidurnya dan menempelkan surat dari Septian, ditempelkan solatip di setiap ujung kertas. Surat itu tertempel kuat di depan tembok meja belajar Anne berada. Anne menangkupkan wajahnya membaca tiga kalimat pertanyaan itu berulang kali.

"Aku baik-baik aja, Kak. Sekolah juga lancar. Eh tapi Kak Asep jangan marah ya, aku mau bantuin Kak Hwan." Anne mengangkat tangannya seakan-akan sedang melarang Septian untuk berbicara. "Untuk saat ini Kak Asep harus dengerin aku. Kak Hwan itu butuh bantuan kita."

"Ini juga!" Anne menujukkan luka bakar ringannya yang berwarna cokelat di telapak tangannya. "Ini gara-gara Kak Hwan. Masa dia merokok di sekolah, kak? Berani banget kan ya? Untung aku ambil rokoknya. Eh, tapi malah tanganku kena ujung rokok jadinya luka begini tapi Kak Asep nggak perlu khawatir waktu Kak Hwan langsung bantu aku olesi lukanya, kok."

Anne bangun untuk mengganti pakaian. Gadis itu menghabiskan waktunya bercerita pada angin. Bercerita tentang bagaimana dia menikmati suara Hwan yang merdu hingga sedihnya dia akan memakai kostum kepiting di malam pentas seni sekolah nanti.

*

Maafkan baru sempta update, kelupaan aku seharusnya senin kemarin ya. Kemarin aku dibuat sibuk sama lapak sebelah jadinya ceirta ini lupa aku up hehe

Mianheeeee cinguyaaa

ANNE The Sweet PotatoWhere stories live. Discover now