18 Perasaan Bersalah

11.6K 2.6K 165
                                    

Ello - Pergi Untuk Kembali

Ini adalah hari yang Anne tunggu-tunggu, tanggal 17 agustus sudah Anne nantikan kehadirannya. Bahkan gadis itu rela membuat surat izin sakit palsu ke sekolahnya demi bisa menonton Septian di televisi. Dia tidak perduli jika harus meninggalkan teman-temannya yang bepanasan upacara di bawah sinar matahari. Dia tidak perduli jika harus berbohong sakit pada orang tuanya karena kesempatan menonton Septian menjadi Paskibraka nasional hanya akan terjadi sekali seumur hidup.

Maafkan anakmu ini mama, Anne janji ini terakhir kalinya ....

Setelah ditinggal mama dan papanya untuk upacara di lapangan Kodam, Anne langsung bangun dari tempat tidurnya. Si kembar pun sedang mengikuti kegiatan upcara di sekolah mereka jadi Anne bebas menguasai remot tv!

Gadis itu sempat melirik keluar dan berdo'a cepat-cepat agar tidak hujan karena langit pagi itu terlihat mulai menggelap. Di sofa dengan tangan yang mengangkup, Anne melafalkan semua jenis do'a agar kakaknya itu diberi kelancaran dalam menjalani tugasnya. Jantungnya berdetak semakin kencang saat jam dinding menujukkan pukul sembilan pagi. Bahkan teriakan kecil lolos dari bibirnya saat salah satu saluran tv mulai menayangkan tayangan upacara di istana negara.

Acara upacara dimulai, satu per satu prosesi berjalan dengan lancar. Anne mendekat ke layar televisi saat pengumuman pasukan pengibar bendera akan masuk ke lapangan. Matanya bergerak cepat memindai setiap wajah yang muncul di layar. Pasukan 17 mulai menghentakan kaki mereka, dan berjalan dengan tegap memasuki lapangan.

"Bukan, nggak ada Kak Asep di sini."

Tanpa Anne sadari, ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat saat Pasukan 8 sebagai pasukan inti pengibaran bendera mulai masuk. Anne dibuat kesal saat kamera terlalu banyak fokus pada cewek pembawa bendera. Dia butuh full shoot! Siapa yang perduli tentang seorang pembawa bendera? Yang Anne butuhkan adalah keberadaaan posisi Septian!

"KAK ASEP!!!"

Anne memeluk erat tv lebarnya, tanpa disadarinya ia menangis terharu memeluk benda mati tersebut. Rasa bangganya meningkat pesat melihat wajah tampan kakanya dibalut seragam putih-putih juga peci hitam ala paskibra. Masih dengan menangis, Anne mengusap wajah kaku Septian yang muncul di depan layar. Dia sangat bangga mengetahui kakaknya menjadi pengibar bendera. Formasi pasukan 8 telah berlalu kini ganti pasukan 45 yang muncul menyorot penuh pasukan paspampres. 

Semakin dibuat tidak sabar saat gadis pembawa baki bendera menaiki  tangga menuju presiden. Menunggu gadis itu turun ke bawah merupakaan siksaan tersendiri bagi Anne. Ia tidak sabar melihat Septian lagi. Tapi, meskipun demikian, Anne tersenyum bangga akan orang-orang tersebut. Perjuangan mereka tidaklah mudah. Pasti banyak tekanan yang mereka hadapi saat latihan. 

Senyum Anne kembali merekah, ketika pasukan pengibar kembali disorot. Matanya tidak pernah terlepas dari sosok Septian. Mata yang berbinar itu terlihat jelas menunjukkan rasa bersyukur, lega, bahagia, dan terharu. Semua emosi positif tercetak jelas di wajah Anne.

Hingga prosesi pengibaran bendera selesai, Anne duduk kembali di sofa dengan lega. Ia tinggal menunggu berita-berita di media nasional yang meliput mereka. Dilihat dari performa Kak Asep, pastilah kakaknya itu akan banyak mendapatkan sorot kamera. Setelah semua prosesi upacara selesai, Anne kembali masuk ke dalam kamarnya. Mengambil surat yang dikirim Septian dengan geli.

"Kakak keren banget," pujinya pada secarik kertas di tangan.

Mendengar suara berisik dari luar kamarnya, Anne langsung tahu kalau mamanya sudah pulang. Ditepuk-tepukkan pipinya agar wajahnya terlihat merah. Segera Anne menyusul mamanya di luar.

"Mama sudah pulang?" tanya Anne dengan suara yang sengaja dibuat serak.

Qia melirik anaknya sekilas kemudian mendengkus geli. "Gimana? sudah puas lihat Kak Asepnya?" Anne gelagapan, sepertinya sang mama telah mengetahui niat awalnya untuk tidak ikut upacara di sekolah.

ANNE The Sweet PotatoWhere stories live. Discover now