41 Gelang Persahabatan

3.4K 724 43
                                    

Anne, Septian dan Hwan sudah berganti pakaian di tenda masing-maing. Qia membagikan masing-masing teh hangat untuk mereka menghangatkan tubuh mereka. Api unggun juga sudah dinyalakan ketika matahari tenggelam sepenuhnya. Qia menggosok rambut basah Anne dengan handuk kemudian menyisirnya agar tidak kusut.

Hwan sendiri sibuk memainkan gitar dan Septian menatap kosong ke arah api.

"Hwan dan Septian sekolahnya tinggal kurang dari enam bulan lagi. Sudah siap untuk ambil apa setelah sekolah nanti?"

Qia sebenarnya sudah tahu apa yang Septian inginkan, ia hanya memancing bertanya agar bisa bertanya kepada Hwan juga.

Hwan seketika berhenti bermain gitar. Ia terdiam sesaat karena dia sama sekali tidak pernah memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah lulus nanti.

"Aku kayaknya mau coba daftar akmil, tante," jawab Septian.

"Oh ... keren, kalau Hwan."

Hwa hanya menggeleng. Qia tahu anak itu adalah anak yang spesial. Ia hanya tersesat karena keadaan keluarganya tidak seberuntung Anne dan Septian.

Hwan tak pernah benar-benar tahu apa yang ia inginkan. Ia hanya ingin melihat ibunya lagi. Sudah. Jika pada akhirnya ia tidak berumur panjang, ia tak masalah asalkan dia bisa bertemu ibunya kembali.

"Nggak apa-apa. Semua butuh waktu masing-masing. Nanti juga Hwan ketemu apa yang bikin Hwan tertarik."

"Tertarik?" tanya Hwan.

"Iya. Nanti ... Hwan bakal nemuin jawaban itu sendiri. Akan muncul sebuah alasan yang membuat Hwan ingin mengambil jalan itu. Seperti tante ... dulu masuk jurusan psikologi karena tante mau kerja jadi relawan dan tante bisa jadi bagian yang mengembalikan mental para penyintas. Terus ada Marianne yang katanya cita-citanya mau jadi binaragawan ya?'

"Enggak! Mama, ih!" protes Anne membuat Septian tertawa dan Han tersenyum.

Qia memeluk putrinya dari belakang. "Terus cita-citanya Anne jadi apa?" tanya Qia.

"Jadi ... kayak mama."

"Hm? Kayak mama? Memangnya kenapa mama?"

"Um ... mama itu keren. Bisa bantu banyak orang. Mama nggak pernah pilih-pilih kalau bantu orang. Anne juga mau jadi orang yang bermanfaat kayak mama."

"Walaupun mama sering pergi?"

"Iya. Tapi mama juga masih bisa rawat Anne, kembar sama papa. Anne bukan cuma mau jadi relawan. Tapi Anne mau kayak mama."

"Oh ... terimakasih, anak mama."

Hwan mengalihkan wajahnya ketika melihat Qia mencium wajah Anne. dirinya juga mau hal yang sama ... kapan terakhir ia mendapatkan sebuah afeksi dari orang tua? Terakhir ketika ibunya mengajarkannya cara melukai dirinya sendiri? Masa-masa indah itu ada ... Hwan masih ingat tapi bagaimana bisa semuanya berubah begitu cepat? Apa yang salah? Hwan ingin tahu apa yang membuat hubungan kedua orang tuanya benar-benar jatuh sejatuh-jatuhnya ... orang ketiga? Tidak, orang ketiga itu muncul karena memang keduanya sudah renggang.

"Oh, ya Hwn .. cita-cita itu nggak perlu sesuatu yang megah? Kamu nggak perlu jadi dokter, pilot, polisi, tentara atau apa pun berembelkan pekerjaan. Hal kecil seperti bisa jadi orang baik dan bahagia itu sudah jadi cita-cita."

Hwan terdiam mendengar ucapan Qia.

"Baik dan bahagia?" tanyanya membeo.

"Yuo, baik dan bahagia."

Qia memanggil Hwan untuk mendekat. Pemuda itu seperti tersihir, meletakkan gitarnya di atas tanah dan mendekat dan duduk di tanah di dekat kursi milik Qia. Qia menarik tangan Hwan dimana banyak sisa luka yang memutih di sana.

ANNE The Sweet PotatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang