29

4.1K 553 28
                                    


Thalassa tersenyum, menatap nisan bertuliskan 'Kanaya Gemintang' tempat peristirahatan terakhir sang mama yang baru sempat ia kunjungi. Thalassa menahan tangisnya dan memilih untuk menampilkan senyumannya. Ia datang sendiri, karna ia ingin waktu berdua dengan mamanya. Walaupun mamanya sudah tiada, tapi ia yakin mamanya masih mendengarkan cerita nya.

"Mama, ini Thalassa" ucap Thalassa sambil mengusap batu nisan milik Kanaya.

Thalassa melebarkan senyumannya. "Besok ulang tahun Thalassa Ma, biasanya Oma dan Opa nyiapin pesta besar-besaran buat Thalassa. Setiap tahun selalu begitu. Tapi semenjak Thalassa tau kalau ulang tahun Thalassa bertepatan dengan kematian mama, Thalassa gak akan rayain ulang tahun Thalassa lagi. Thalassa gak mau bersenang-senang di hari kematian mama" ucap Thalassa sambil mengusap air matanya.

"Ma, Thalassa pengen banget di peluk mama. Dari dulu Thalassa pengen ketemu mama. Tapi Thalassa sadar itu mustahil" lanjutnya.

"Seorang anak yang hidup tanpa kasih sayang ibu itu sulit Ma, tapi Thalassa bersyukur di kelilingi orang-orang baik yang selalu menjaga Thalassa"

Thalassa kembali menampilkan senyuman lepasnya seakan semua beban sudah terangkat di pundaknya. Ia berharap kehidupannya akan berjalan lebih baik setelah ini.

"Thalassa?"

Thalassa menoleh, menatap seorang wanita yang berdirinya di belakangnya sambil memegang sebucket bunga.

"Mbak Kirana?" Tanya Thalassa.

Kirana tersenyum, lalu ia berlutut menghampiri pusara Kanaya dan menaruh sebucket bunga di atasnya.

"Mbak kenal Mama saya?" Tanya Thalassa.

Kirana tersenyum seraya mengangguk. "Mama kamu itu sangat berjasa di kehidupan saya" jawab Kirana.

"Kenapa bisa?"

Kirana menatap makam Kanaya dengan tatapan teduh. "Mama kamu orang yang luar biasa baik, andai saya punya kesempatan untuk bertemu beliau. Saya ingin sekali memeluknya" ucap Kirana.

Thalassa tersenyum mendengar ucapan Kirana. Thalassa sekarang benar-benar yakin kalau mamanya memang orang baik.

"Saya juga Mbak, saya pengen banget peluk mama" jawab Thalassa.

Kirana langsung menatap Thalassa dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Saya pengen ngerasain kasih sayang seorang ibu, walaupun saya tau itu mustahil"

Thalassa berbicara sambil tersenyum, namun Kirana tau, senyuman Thalassa menyiratkan sebuah kesedihan di dalam nya.

Tanpa aba-aba Kirana memeluk Thalassa, membawa garis yang sebentar lagi genap tujuh belas tahun itu ke dalam pelukannya, berusaha menyalurkan energi agar Thalassa bisa merasakan sebuah rasa hangat darinya. Thalassa pun menerima pelukan itu, menjatuhkan kepalanya di dada Kirana, seakan dada Kirana adalah sandaran ternyaman baginya. Keinginan di peluk seorang ibu kian tersalurkan lewat Kirana. Pelukan Kirana membuatnya jatuh sehingga ia enggan melepasnya, ia bahkan meneteskan air matanya tanpa sepengetahuan Kirana.

Kirana mengelus rambut Thalassa, Kirana tau Thalassa tidak se kuat yang mereka lihat, Thalassa tidak sejahat yang mereka kira, Thalassa tidak se kejam yang mereka katakan. Thalassa itu rapuh, Thalassa hanya butuh sandaran, namun tidak ada seorangpun yang siap menjadi tamengnya dan menjadi tempat ternyaman untuk Thalassa.

Kirana juga tanpa sadar ikut menangis merasakan betapa sulitnya Thalassa hidup dan tumbuh tanpa kasih sayang ibu. Dan itu membuatnya semakin merasa bersalah.

"Thalassa, kalau ada apa-apa cerita sama Mbak. Jangan di pendam sendiri, mereka gak akan tau apa yang Thalassa rasain kalau Thalassa hanya diam" ucap Kirana.

Still UnfairWhere stories live. Discover now