20. Antara kita

501 58 0
                                    

Reana POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Reana POV

Rigel menurunkan aku di atas kasur. Cowok itu celingak-celinguk ke semua sudut ruangan. Mencari keberadaan Dokter yang harusnya siap siaga.

Rigel berdecak kesal. "Dokternya niat kerja nggak sih?" ujarnya.

Tanpa ba-bi-bu lagi, Rigel berjalan ke arah kotak P3K dan mengambil antibiotik dan juga plester. Lalu meletakkannya di atas nakas. Rigel keluar dari UKS, entah mau kemana. Tapi belum sampai lima detik, Rigel sudah kembali. Cowok itu menatap diriku dengan wajah malunya.

"A-anu... Ngomong-ngomong kalau memar gitu dikompres pakai air dingin apa anget?" tanya Rigel.

Aku terkekeh kecil. "Dingin," jawabku.

Rigel mengangguk. "Oh, oke! Lo tunggu di sini sebentar lagi, ya?" cowok itu pun melesat keluar dari UKS lagi untuk mengambil kompresan.

Setelag beberapa lama, Rigel datang dengan kain yang isinya es batu. Cowok itu duduk dan mengompres tangan dan juga pipiku.

"Jadi dia alasan lo nggak mau berangkat sekolah bareng gue?" tanya Rigel.

Aku mengangguk kecil, "iya."

Rigel menghela nafas panjang. "Padahal gue udah bilang sama dia buat gak salah paham sama perilaku baik gue ke dia selama ini. Tapi kayaknya dia nggak dengerin. Dan bodohnya lagi, tuh cewek malah bikin masalah pakek cara labrak lo," kata Rigel sambil memberikan plester luka setelah di beri antibiotik.

"Tapi, wajar nggak sih?"

Rigel nampak menatapku dengan air kening yang berkerut.

"Wajar gimana?" tanyanya.

"Ya, wajar dia lakuin itu semua. Dia, kan, suka sama lo. Kalau gue jadi dia, gue juga bakal lakuin hal yang sama demi dapatin apa yang gue mau." Aku menatap Rigel dengan senyum kecil.

Rigel duduk di sebelahku. Menghela nafas. Lalu menatapku dengan matanya yang berwarna hitam. Mata yang bisa menghipnotis siapa saja yang menatapnya.

"Tapi cara dia salah untuk dapatin hal yang dia mau!" balas Rigel yang kedengarannya cukup logis juga.

"Tapikan, perasaan sama cara pikir orang nggak bisa di atur-atur gitu. Dia pengennya berhenti, tapi nggak bisa. Dia pengen, tapi nggak bisa dapatin. Karena apa? Karena dia nggak bisa ngatur perasaan sama cara pikir dia. Dua hal itu masih saling beradu satu sama lain," jelasku panjang lebar. "Jadi, wajar kalau dia lakuin itu!"

"Tauk, ah! Seterah lo!"

Rigel kembali melanjutkan mengompres pipiku. Tapi dia berhenti tiba-tiba. "Reana..." panggilnya.

Aku menoleh ke samping. Menatap Rigel dengan alis yang terangkat satu.

"Apa?"

"Lo jangan kayak dia, ya? Yang salah paham sama perilaku gue. Dan lagi, jangan suka sama gue," katanya.

Beautiful Girl [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang