42. Penjelasan

350 47 0
                                    

Guys, maaf banget ya kalau misalnya konflik cerita ini terlalu banyak. Kalau kalian kurang suka bisa skip dan cari cerita baru aja lagi.

Tapi jujur sih, aku nggak bosen bikin cerita ini🥰

Dan tolong guys tandai kata-kata yang typo. Biar nanti diperbaiki lagi.

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Keesokan harinya Reana kembali menjenguk Mr. Jiho. Hubungan mereka masih belum terjalin. Tentu saja belum, sebab Reana sendiri yang memilih itu.

Kini Reana membawa Mr. Jiho menikmati indahnya sore hari. Hanya ada keheningan diantara keduanya.

"Maafkan saya, Reana." Akhirnya Jiho bersuara.

Reana hanya diam. Memaafkan atau tidak? Reana pun bingung.

Jiho menghela nafas lelah. "Ini salah saya. Harusnya saat itu saya tidak mengikuti ego dan nafsu."

Reana terus diam dan menunggu Jiho melanjutkan ceritanya. Reana sudah mempersiapkan hal ini dari semalam. Gadis itu tahu kalau Jiho akan menceritakan semuanya.

"Sebelum saya menikah dengan ibu Wira, saya masih berhubungan dengan ibu kamu. Awalnya semua baik-baik saja, sampai akhirnya saya dijodohkan. Orang tua saya tidak setuju bila saya berhubungan dengan ibumu. Saya pun mempertegas kalau saya tidak mau dijodohkan. Tapi ibumu malah putus asa dan memilih untuk mengakhiri hubungan kami. Padahal jelas-jelas dia juga tidak terima akan apa yang terjadi,

"Karena ibumu mulai menjauh, dan membuat saya berpikir lagi. Akhirnya saya menerima perjodohan tersebut. Saya akan menuruti apa kemauan ibumu. Bodoh memang. Beberapa lama, setelah saya menikah bersama ibu Wira, saya tidak pernah mendengar kabar ibumu. Bahkan nama Angelina Sri Pramesti sudah tidak pernah terucap di hidup saya saat itu.

"Hingga suatu saat, saya mengakui kalau saya sudah mulai jatuh cinta dengan ibu Wira yang bernama Lesti. Saya mengakui dia sebagai istri. Dan saya berprinsip akan membahagiakan dirinya. Tapi suatu saat saya melihat wanita itu bermain bersama laki-laki lain, tepat di kamar kami." Pria itu tertawa meledek dirinya sendiri. Mungkin kecewa dan jijik.

Mr. Jiho menatap langit yang mulai menampakkan senja yang begitu pekat. Indah, pikirnya.

"Melihat itu membuat saya begitu marah. Lalu saya meninggalkan Lesti beberapa hari. Saya pergi keluar dan mabuk habis-habisan. Saat mabuk, saya melihat Angel lewat di depan saya. Saya senang dan terharu," sambungnya sambil terus menghela nafas beberapa kali. "Kamu tahu apa responnya? 'Jiho? Apa itu kamu? Apa kamu baik-baik saja?' HAHAHA!!! rasanya begitu sakit. Bisa-bisanya dia masih mengenal saya dan juga sempat menanyakan kabar."

"Apakah ibu saya sebaik itu?" tanya Reana.

Jiho mengangguk. "Sangat baik. Bahkan lembut." Seketika wajah Jiho berubah murung. "Tapi sepertinya karena ulah saya, saat hari itu senyum dan kelembutannya sudah tidak ada. Itu salah saya. Saya pun merasa jijik dengan diri sendiri," tukasnya.

Reana tahu ibunya adalah orang baik. Itulah alasan kenapa Reana mengurus ibunya. Berharap ibunya sembuh. Tapi nyatanya tidak. Sebuah tragedi masa lalu membuat ibunya memilih terperangkap di lubang trauma.

"Begitu mengobrol dengan Angel malam itu, saya terbangun di sebuah kamar hotel. Saya sedikit ingat apa yang terjadi pada malam itu. Tapi bodohnya lagi, saya juga merusak Angel karena masih marah kepada istri saya. Bodoh memang. Saya terus menyalahkan diri sendiri setiap detik.

"Dengan tekat yang besar, saya menemui Angel. Saya mengatakan akan bertanggung jawab. Tapi Angel menolak. Dia tidak ingin merusak hubunganku dengan Lesti. Walau saya terus bersikeras ingin bertanggung jawab, dia semakin menolak. Saya pun makin menyesal. Suatu saat, Lesti tahu kalau saya menghamili seorang wanita. Kami pun bertengkar dan saling mencari kesalahan satu sama lain. Sebenarnya kami sama-sama salah, bukan?

"Hari itu juga setelah pulang dari kerja, saya melihat Lesti sudah mengantungkan diri di tali, dia bunuh diri. Saya makin menyalahkan diri akan semua yang telah terjadi. Harusnya jika saya punya masalah dengan satu orang, saya harus menyelesaikan masalah itu dengan baik-baik, bukan malah mencari masalah baru. Lihatlah, kini penyesalan begitu banyak di hidup saya. Diam-diam saya memberikan lebih banyak donasi untuk beasiswa-mu. Berharap suatu saat kamu akan sukses. Bahkan jika kamu tidak mengenal saya sebagai ayah kandungmu, saya tidak apa-apa," jelas Jiho panjang lebar. Reana yang mendengar sedikit merasa tersentuh.

Ah, sial! Tapi mau bagaimana juga ini salah pria itu, bukan?

Ayolah, apa yang harus Reana perbuat? Memaafkan atau tidak. Sial! Kepalanya serasa di timpa batu besar kalau terus memikirkan hal itu.

"Apa cita-cita kamu, Reana?" tanya Jiho kepada Reana.

Reana menaikkan kedua bahunya. "Entahlah. Saya juga bingung."

"Katakan saja, saya akan berusaha untuk mencukupi kebutuhan kamu," ucapnya.

"Apa Anda melakukan semua ini karena menyesal dan berharap mendapatkan pengampunan pada ibu saya tentang apa yang telah Anda lakukan?" pertanyaan Reana mampu membuat Jiho tertusuk panah tak kasat mata. "Tidak perlu. Cukup sampai disini saja. Selebihnya saya akan berusaha sendiri. Penyesalan memang selalu di akhir. Awalnya saat melakukan sesuatu, kita manusia memang jarang berpikir tentang resiko yang akan terjadi. Pada akhirnya semuanya hanya menghasilkan penyesalan saja."

Jiho terdiam.

"Terima kasih sudah bercerita, Pa," lanjut Reana dengan lirih.

Jiho kaget. Ia pun menoleh kebelakang. Menatap Reana dengan tatapan tidak percaya. "Kamu bilang saya apa tadi?"

Reana tersenyum. "Terima kasih, Pa."

Saat itu juga Jiho menangis. Ah, sialan! Rasa bersalahnya makin menjadi-jadi. Reana yang dari dulu banyak masalah dan juga tidak pernah mendapatkan kasih sayang orang tua harus merasa baik-baik saja. Kini Jiho merasa malu. Bisa-bisanya hasil dari perbuatannya memanggil dirinya dengan sebutan Papa.

"Semua sudah berakhir. Masa lalu sudah berlalu, tapi memorinya masih ada. Yang bisa kita ambil hanya pelajaran di dalamnya," kata Reana.

"Maafkan saya... Maafkan Papamu yang tidak becus ini." Isak Jiho yang merasa gagal jadi orang tua.

Reana tersenyum. "Reana memaafkan, Papa. Sekarang cepatlah sembuh, dan selesaikan masalah ini bersama Wira lagi." Jiho mengangguk.

"Tentu."

***

Tbc

Tandai typonya ya teman-teman...

Makasih buat yang vote dan komen. Love you.

Beautiful Girl [END]Where stories live. Discover now