41. Pemberian dari seseorang

333 44 0
                                    

"Masuk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Masuk."

Setelah diberi izin oleh orang di dalam, Reana masuk sendirian. Sedangkan Rigel menunggu di luar. Cowok itu tahu kalau dua orang di dalam itu perlu ruang lebih.

Reana menatap pria yang diketahui adalah ayah kandungnya. Sesak dan bingung. Kenapa dia tidak bahagia?

Reana melangkah mendekat. Menarik nafas pelan. Sebisa mungkin dia menetralkan dirinya.

"Bagaimana keadaan Bapak?" tanya Reana.

Pria itu tersenyum dan mengangguk. "Lumayan sudah baik."

"Baguslah kalau begitu."

Reana menatap cincin yang dipakai Papa Wira. Persis seperti cincin yang ia temukan dikotak yang ia temukan di kolong kasur ibunya.

"Oh, iya! Terima kasih sudah menolong saya tadi. Tanpa bantuan Bapak, mungkin saya sudah tidak tahu lagi akan bagaimana." Ucap Reana dengan nada yang masih netral. Walau dalam hati, dia merasa sesak.

"Tidak apa-apa. Lagian sudah tugas saya sebagai seorang manusia untuk membantu yang lain."

Reana merasa kesal dan juga tidak kesal. Pria di depannya adalah orang yang membuat hidup ibunya hancur. Tapi di lain sisi, seolah-olah hati gadis itu mengatakan kalau pria itu tidak sejahat yang ia pikirkan.

BRAK!

Pintu ruangan terbuka. Menampakkan seorang gadis dengan wajah yang nampak berkobar amarah melihat Reana.

"Wira?" lirih Papa Wira kaget melihat kedatangan putrinya yang tiba-tiba.

Wira berjalan dengan angkuh ke arah Reana.

Plak.

Satu tamparan berhasil mendarat di pipi Reana.

"WIRA!!!" teriak Papanya.

"Gara-gara lo, bokap gue hampir mati!" ujar Wira kepada Reana.

Reana menutup matanya sekejap. Lalu menatap Wira dengan senyum miring. "Bukankah lo yang nabrak Papa lo sendiri?" balas Reana tak kalah menang.

Plak.

Wira kembali menampar pipi Reana kedua kalinya.

"LO APA-APAAN SIH, RA!!!!" Rigel mendorong Wira agar tidak menyakiti Reana lagi.

"Dasar wanita jalang! Lo sama ibu lo itu nggak ada bedanya. Kalian berdua itu sama-sama merebut kebahagiaan seseorang! Nggak puas lo bikin gue sengsara? Gara-gara ibu lo itu, wanita murahan itu, ibu gue jadi bunuh diri!" Wira menatap Reana dan juga Papanya dengan tatapan jijik.

Oh lihatlah, seorang yang memulai kehancuran dan juga hasil kehancuran ada di hadapan Wira saat ini. Menyakitkan sekali. Dua orang yang berhasil membuat hidup Wira hancur.

"Wira! Jangan begitu!" sahut Papanya.

Wira sudah menangis sesenggukan. Tapi dia berusaha untuk tidak menangis dengan suara. Sebisa mungkin dia menahan suara tangisnya dengan menggigit bibir bawah. Sesekali ia juga menatap ke arah lain.

"Mr. Jiho, maaf... Tapi sepertinya mulai sekarang kita tidak akan punya hubungan orang tua dan anak lagi. Kita adalah orang asing." Mendengar hal itu membuat Papanya seketika tertusuk beribu jar tak kasat mata. Wira menatap Reana yang nampak bingung. "Sepertinya Anda perlu mengatakan hal lebih kepada gadis kesayanganmu? Serta, tolong.... Tolong sekalii... Katakan juga bagaimana hancurnya hati wanita yang berstatus sebagai ibu saya. Kalau begitu saya permisi."

Setelah mengatakan hal tersebut, Wira keluar dari ruang sambil menutup pintu sekeras mungkin.

Ruangan seketika hening. Tuan Jiho yang bingung akan kepergian Wira yang tiba-tiba memilih memutuskan hubungan sebagai anak. Dan bingung bagaimana dirinya akan menceritakan semua yang terjadi kepada Reana. Bahkan, dirinya tahu betul kalau gadis itu sekarang sedang hancur hatinya. Walau Jiho mencoba menjelaskan, Reana pasti tidak akan mau mendengarkan.

Reana langsung keluar dari ruangan. Dia memilih menyendiri di taman lagi. Kini hujan sudah reda. Tapi baju Reana masih sedikit basah.

Padahal ia sudah mencoba untuk menerima yang akan terjadi nanti, tapi sepertinya tidak. Nyatanya dia malah kembali menangis.

Lalu tidak lama seorang bocah laki-laki menghampiri Reana. Bocah itu duduk di samping Reana sambil membawa ice cream dua dan juga permen kapas.

"Kakak kenapa nangis?" tanya bocah itu kepada Reana.

"N-nggak kok. Kakak nggak nangis. Tadi cuma kelilipan debu aja." Reana tersenyum melihat bocah laki-laki yang wajahnya tampan dan juga imut.

"Bohong!" sahutnya.

"Beneran kok."

"Kalau gitu biar nggak sedih lagi, mending kakak makan ice cream ini sama gulali ini." Ia menyodorkan kedua makanan itu kepada Reana.

"Buat Kakak?" tanya Reana. Lalu dibalas anggukan. "Tapi, kan, ini makanan kamu? Emang boleh kalau Kakak makan? Hmm?"

"Bukan punya aku."

Reana mengkerut kan kening. "Terus ini semua punya siapa coba?"

"Ini semua dikasih sama abang-abang yang ganteng. Katanya ice cream rasa vanilla ini buat aku, sedangkan ice cream stoberi sama gulali-nya dikasih ke Kakak yang lagi nangis, katanya." Jelas Bocah mungil itu dengan jujur.

Reana langsung mengedarkan matanya ke sekeliling taman, mencari orang yang dimaksud. Tapi tidak kunjung dapat. Siapa dia?

"Nama abang gantengnya siapa?" tanya Reana.

Bocah itu pun menyuruh Reana untuk mendekatkan diri. Lalu membisikkan sesuatu pada Reana. "Katanya, rahasia."

Mendengar itu membuat Reana sedikit jengkel. Ayolah, siapa orang yang suka main rahasia-rahasia seperti itu?

Setelahnya bocah laki-laki itu kabur dari hadapan Reana dengan lincah. Mengemaskan.

Reana kembali fokus ke ice cream stoberi dan juga gulali berwarna merah. Ah, ini semua makanan kesukaannya. Siapa kira-kira yang memberi ini?

Reana pun memakan ice cream stoberi itu sebelum mencair lebih banyak.

"Rasanya enak," kata Reana dengan senyum yang lebar. Tapi hatinya masih sesak mengingat semuanya. Hah! Dia harus apa?

Kenric.

Entah kenapa dia memikirkan cowok itu.

Ah, yang benar saja cowok yang di maksud bocah laki-laki itu adalah Kenric. Tapi siapa lagi yang tahu tentang kesukaannya.

***

Tbc


Beautiful Girl [END]Where stories live. Discover now