: ichi :

33K 6.7K 5.9K
                                    

"Kita harus jaga daerah sini sampai ada yang kasih info, baik Asahi maupun Jinyoung."

"Barusan gue telepati sama si pacil, dia bakal cari demon slayer itu."

"Dia sama Haechan udah bergerak, berarti tinggal tunggu kabar dari Sunghoon."

Hyunjin mangut-mangut mengerti pendengar perkataan Soobin. "Itu si Jeno sama Yoonbin kapan baliknya?"

"Entah, butuh waktu lama minta bantuan ke packnya Yoonbin. Tau sendiri packnya Yoonbin berisi orang-orang lempeng dan mageran."

"Pft, diamuk Yoonbin mampus lo, Bin."

Soobin membenarkan posisi kacamatanya, mendongak sombong ke Hyunjin. "Lo lupa gue siapa? Senjata buatan gue cukup bagus untuk bunuh werewolf."

"Iya deh iya, profesor mah beda. Jadi takut gue."

"Ck, gue kan bukan hunter, ngapain takut? Nah kan, gue jadi kangen Beomgyu..."

Hyunjin menatap miris temannya itu. Setiap teringat sang adik, Soobin pasti langsung galau. Sama halnya dengan dirinya yang galau saat teringat Jisung, Seungmin, maupun Felix.

"Kakak-kakak, enak banget ngobrolnya. Gue jadi nyamuk nih, gue pergi aja deh," celetuk seseorang yang lagi rebahan di lantai.

Hyunjin berdecak. "Heh Minhee, masih mending kita kerja, lah lo rebahan terus. Katanya uppermoon, gerak aja mager."

"Eits, gue bisa loh bunuh lo kalau senjata gue keluar. Tapi jangan deh, nanti gue dijeder sama Kak Guanlin."

"Maksud lo dijeder dalam hal 'itu'?" Tanya Soobin terkejut. Alhasil bantal melayang ke wajahnya.

"Ngawur lo, Bin! Semenjak ditinggal adik lo jadi gak jelas begini, butuh diservice kayaknya."

"Kurang ajar, ngaca dong ngaca!"

"Gelut skuy!"

"Gak ah, mager."

Minhee mendengus, dia kesal tahu, bosan juga tidak melakukan apa-apa. Salah mereka lah, mereka tidak memberi tugas apapun padanya.

Seharusnya dia diberikan tugas seperti memantau sekolah, menjaga rumah, menyusup ke sekolah seperti Jinyoung dan Haechan, ataupun mencari informasi. Gini-gini dia tukang menguping yang handal.

"Ramalan Jisung waktu itu gimana? Kapan perangnya?" Tanya Hyunjin tiba-tiba.

"Gak tau, gak lama dari sekarang pokoknya," jawab Minhee lupa.

"Mau cepat atau lambat, kita harus siap hadapin perang itu demi kelancaran kehidupan di bumi. Kalian gak mau jadi budaknya, kan?" Tanya Soobin sambil mengisi peluru pistolnya.

"Gak lah, ogah banget gue jadi budak."

"Nah, itu tau."






BRAK!






"BANGSAT KASUR!"

Bangsat yang hewan ya... kutu kasur itu lho, di tempatku nama lainnya itu bangsat. Ya... walaupun gak semua tau :v

"Kenapa semua orang selalu banting pintu setiap dateng kesini hah?!" Seru Hyunjin marah karena mau minum tapi tidak jadi.

"Sorry, ada berita penting," kata Sunghoon panik, tidak datar seperti biasanya.

"Ada apaan nih?" Tanya Minhee bangkit dari posisi rebahannya.

"Tempatnya Kak Guanlin dan yang lain ketauan, mau gak mau mereka harus ngungsi ke tempat gue."

"SIAPA YANG KASIH TAU?!" Pekik Hyunjin terkejut.

Plak!

"Pelan-pelan ngomongnya, kalau musuh denger kita ikut ketauan," omel Soobin kesal.

"Ya maaf, namanya juga kaget," cibir Hyunjin mengusap lengannya yang berdenyut karena dipukul Soobin.

"Gue gak tau musuh tau tempat mereka darimana, tapi gue jamin bukan karena orang dalem. Mungkin musuh ada yang liat salah satu dari mereka masuk ke jalan rahasia itu," jelas Sunghoon. "Kita gak punya waktu lagi, ayo berangkat ke Selatan sebelum yang lain dateng kesini juga."

"LOH, TEMPAT KITA JUGA KETAUAN?! SIAPA YANG KASIH TAU NJIR?!"

"HWANG HYUNJIN, PELANIN SUARA LO ATAU GUE LEMPAR LO KE SUMUR!"


































































Haechan ketawa-ketiwi di posisi telungkupnya, dia memantau para musuh di lapangan lewat teropong di snipernya. Dia bukan hantu lagi, kalau kalian lupa.

"Baejin, kapan ditembaknya nih? Greget gue."

"Sabar, tunggu sekitar sini sepi dulu. Gue sekalian cari lokasi tempat demon slayer itu, dia ada disini tapi gak ada wujudnya."

"Setan?"

"Itu lo yang dulu."

Haechan makin tertawa. "Ku yang dulu bukanlah yang sekarang."

"Chan, diem."

"Gak asik lo, sama aja kayak dulu. Ya... gak sedingin dulu sih."

Jinyoung melirik Haechan tajam, tapi itu tak berefek apapun sebab Haechan kan cuek. Haechan tahu Jinyoung tidak akan pernah melukainya sedikitpun, mereka kan teman.

Beda dengan Hyunjin yang kalau marah benar-benar melakukan apa yang dia katakan.

"Chan, tembak yang itu."

"Hah? Yang mana?"

Jinyoung menunjuk seorang penyihir yang sedang tertawa bersama Sunwoo. Haechan tertawa lagi, saatnya dia beraksi~

"Hitungan ketiga lo tembak, habis itu lo ikut gue."

"Sip, serahkan tugas ini kepada Haechan!"

"Satu, dua, tiga!"






DOR!





"ARGH!"

Sungchan oleng ke samping, jatuh dari kursi sambil memegang pundak kirinya, tempat peluru bersarang. Orang-orang disana langsung bersiaga, mencari sumber suara.

Jinyoung emosi, Haechan nyengir.

"Hehe, maaf ya, Baejin. Tembakannya meleset..."

"Ck, awas ya kalau kita mati. Kita gak bisa keluar dari sini sebelum Junseo dateng!"

"Itu orangnya!"

Keduanya tersentak. Jinyoung meraih tangan Haechan lalu dibawa melesat pergi secepat mungkin sebelum ada yang melihat wajah mereka.

Nanti gagal kasih surprise ke Sunwoo dong :(








Empat orang bertanda
tanya sebelumnya gampang
di tebak kok, tapi jangan
lupain cluenya ya ^^

Btw, kalau cerita ini tidak
sesuai ekspetasi kalian...
mohon dimaafkan :')

New Era | 00-04 Line ✓Where stories live. Discover now