: juu hachi :

21.1K 5.8K 6K
                                    

Junkyu kenapa cocok jadi pemeran antagonis ya? T_T





Benar dugaan mereka, Yoonbin terluka, diserang sekawanan werewolf penghuni hutan.

Kondisi Yoonbin sangatlah parah, sekarat. Dalam wujud manusianya yang berlumuran darah, dia merintih dengan nafas tersendat-sendat.

Kedatangan Haruto dan Jaehyuk membuat sekawanan werewolf itu berlari pergi, aura alpha mereka membuat para werewolf itu takut.

Haruto menggeram, dia ingin mengejar werewolf-werewolf itu, namun Jaehyuk melompat ke depannya, menggeleng menahannya.

Langsung saja keduanya kembali ke wujud manusia mereka, bersimpuh di samping Yoonbin, menahan darah dari luka terbesarnya, di leher dan dada.

"Pe-pergi..." lirih Yoonbin berbicara sekuat tenaga.

"Kenapa mereka lakuin ini ke lo?" Tanya Jaehyuk menahan amarahnya mati-matian.

"S-sihir... mereka d-disihir."

Tidak mungkin, werewolf yang kena sihir pun tidak akan mampu melawan Yoonbin. Pasti ada sesuatu yang lain disini.

"Percaya... s-sama orang... yang b-buat k-kalian... marah... sama dia," lanjut Yoonbin, sebelum matanya tertutup sempurna, disusul jantungnya yang berhenti berdetak.







































Malam telah tiba, Sunghoon dan Hueningkai duduk berdua di atas pohon, menatap langit malam penuh bintang. Terlihat indah.

Sejak kejadian Tuan Luci menyerang, Hueningkai merasa gagal menjalankan tugasnya sebagai seorang pelindung. Andai saja dia datang lebih cepat, pasti keempat temannya baik-baik saja.

"Gak perlu salahin diri lo, semua orang pernah berbuat kesalahan," ujar Sunghoon, setia menatap langit malam. "Gue juga ngerasain hal yang sama saat Jay dan Jake tinggalin gue, gue ngerasa gagal jadi seorang temen. Tapi, itu resiko sebagai vampire berdarah murni, musuh gue ada dimana-mana. Gue udah relain mereka pergi, mereka harus tenang."

"Gue harus bilang apa ke orang tua mereka?" Tanya Hueningkai frustasi.

"Gak perlu bilang apa-apa, biar waktu yang menjawab. Lo tunggu sampai waktunya tiba," jawab Sunghoon tersenyum menyemangati.

Ya, Sunghoon benar. Biarlah waktu yang menjawab. Semua butuh waktu, dan Hueningkai harus yakin akan apa yang dia lakukan.

"Mau ke rumah pangeran iblis itu? Barusan gue telepati sama Jungwon," tawar Sunghoon seraya bersiap turun.

"Jangan sekarang," larang Hueningkai. "Jangan lupain orang yang bantu kita sebelumnya, gue takut dia cariin kita karena pergi gak bilang-bilang."

"Kak Bomin?"

"Bukan."

"Terus?"

"Si pejuang terakhir yang bakal ikut perang nanti."

Ah, sepertinya Sunghoon tahu siapa yang dimaksud Hueningkai. "Ya udah, gue bakal jaga malam ini. Lo masuk gih."

"Oke."

"Oh ya, gue mau kasih sesuatu." Sunghoon merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah kertas foto dan memberikannya kepada Hueningkai. "Ini dari Kak Heeseung, ini punya temennya. Kak Heeseung titip ini ke gue untuk disimpan. Gue gak berhak simpen ini, tolong ya."

Hueningkai menerima pemberian foto tersebut ragu-ragu. Awalnya dia tidak ingin melihat karena menurutnya itu foto biasa, tapi matanya tak sengaja melihat seseorang yang ia kenal dan dekat dengannya di foto tersebut.

Tubuhnya membeku, hatinya mendadak merasakan perih dan rindu yang mendalam.

Di foto tersebut, ada Taehyun dan Heeseung saling merangkul dengan senyum hangat dan ceria. Sementara di antara mereka berdua, ada seseorang tertawa lepas sambil bergaya ala kadarnya, menekuk lutut sehingga terlihat lebih rendah dari mereka.

Orang itu, adalah Choi Beomgyu.





















































"Apa?! Junkyu yang pernah lo ceritain ada di kota ini?! Di hutan?!"

Sunwoo tak percaya, bagaimana mungkin orang yang tinggal di dunia yang berbeda ada disini?! Wah, ini masalah serius, tidak bisa dibiarkan.

"Dia bener, gue ketemu sama dia di hutan. Dia orang yang nantangin kita," jawab Sungchan menyetujui perkataan anak buahnya yang berhasil kabur dari penyihir berasrama Slytherin tersebut.

"Dia beneran gak bisa dianggap remeh sesuai yang lo bilang, Chan?"

"Iya, dia peringkat satu di semua mata pelajaran, peringkat satu di sekolah selama beberapa tahun terakhir. Saking pinternya, dia sering buat masalah karena pingin orang-orang takut sama dia."

"Dengan alasan?"

"Entah, gue juga gak tau."

"Wah, gak bener ini." Sunwoo mendadak pusing. "Jadi, kita gak ngelawan satu kubu, tapi dua?! Kubu orang-orang itu aja gak selesai-selesai, apalagi kubunya dia!"

"Dia berhasil bawa Yedam si keturunan Athena," ucap anak buah Sungchan memberi informasi selanjutnya.

"Gila, orang kayak Yedam aja bisa ketarik, apalagi kita yang otaknya cuma seperempat tusuk gigi?"

"Makanya, kita harus ajak dia gabung ke kubu kita supaya kita bisa menang. Kita bohong aja, bilang kalau kita mau jadi anak buah dia, terus kita bunuh pas dia lengah," ujar Sungchan menggebu-gebu.

"Gak mungkin segampang itu," kata Sunwoo. "Lo bilang dia pinter, kan? Dia pasti punya banyak rencana untuk hadapin segala kemungkinan."

"Ya... ambil aja otaknya."

Plak!

"Gak lucu bego!"

"Gue gak bego ya, sat."

Anak buah Sungchan berdeham, lanjut memberi tahu informasi. "Kim Junkyu bilang, akan ada pejuang terakhir yang datang."

"Ada petunjuk?"

"Tidak ada."

"Jangan bilang itu bunda gue." Sungchan takut. "Bisa gawat kalau bunda tau gue jadi jahat begini, bisa dilempar ke Azkaban."

"Salah sendiri ikut-ikutan," cibir Sunwoo.

"Kan lo yang ajak!"

"Lagian mau!"

"Lo ngancem gue, njing!"

"Yang sopan sama ketua."

"Go─ iya iya."

Sunwoo menoleh ke anak buah Sungchan, lanjut bertanya. "Semua udah siap kan?"

"Sudah, tuan."

"Bagus, kasih tau mereka untuk ke dateng ke Pegunungan Hwaa empat hari lagi. Kita perang disana."

Anak buah tersebut langsung berapparate untuk menyampaikan info. Sungchan yang ditinggal berdua dengan Sunwoo hanya bisa menggerutu sebal. Sunwoo pun membalasnya dengan lirikan sinis.

Mereka tidak tahu saja kalau sejak tadi ada yang menguping dari balik pintu di luar sana.

Seseorang dengan perban melingkar di kepalanya, disertai sebuah pedang di genggamannya. Si keturunan Nemesis, Bang Junhyuk alias Win.

New Era | 00-04 Line ✓Where stories live. Discover now