: ni juu ichi :

20.9K 5.8K 4.6K
                                    

Waktu demi waktu berlalu. Tak terasa, perang semakin dekat.

Dua hari lagi perang dilaksanakan.

Latihan lebih lama dari waktu tidur mereka terus dilakukan, ambisi mereka untuk memenangkan peperangan sangatlah besar.

Sunwoo dan anak buahnya tak merecoki, bukankah itu tandanya Sunwoo menganggap kalau mereka akan kalah dalam perang nanti?

Tuan Luci juga tidak terlihat dimana-mana. Sama halnya dengan Jaehyuk, Haruto, Sunghoon, Hueningkai, Jisung, Jeno, dan Yedam. Tujuh orang yang diyakini masih hidup tersebut tak dapat ditemukan, itu mengkhawatirkan.

Sebenarnya, ada dua hal yang lebih mereka khawatirkan.

Pertama, dua orang yang dikendalikan sihir sepertinya mulai bergerak. Karena beberapa taktik untuk melawan musuh nanti sampai di telinga musuh, itu kata Asahi saat memata-matai mereka di sekolah.

Kedua, Kim Junkyu menghilang setelah meninggalkan jejak berupa gelang milik Yedam yang berlumuran darah.

Tidak mungkin kan Yedam sudah tiada?




























































"Ohh, jadi gitu." Jerome mangut-mangut mengerti, dia baru paham sekarang. "Sekarang kalian mau kemana? Ikut gue atau ke rumah Kak Yoshi?"

"Kayaknya kita ke rumah Kak Yoshi, yang lain pasti khawatir," jawab Haruto. "Oh ya, tadi kak-"

"Si pejuang terakhir? Bener kan?" Potong Jerome. "Gue tau dia siapa, yang lain juga tau. Yang lain yang gue maksud bukan orang-orang di rumah Kak Yoshi ya."

"Orang yang lo maksud sama kayak yang kita liat gak nih?" Tanya Jaehyuk mendadak tidak yakin. "Kalau beda, berarti ada yang ngaku-ngaku dong?"

"Gak bakal, percaya sama gue."

Jaehyuk dan Haruto saling pandang, ingin percaya tapi tidak yakin. Kalau perkataan Jaehyuk benar bagaimana? Penyebab Jaehyuk tidak yakin dengan orang yang dimaksud Jerome itu karena setiap orang yang baru datang adalah orang jahat, antagonis.

Walaupun tidak semua sih... tapi tetap saja curiga.

"Kalau bohong, gue sumpahin pangkat lo turun," ucap Jaehyuk tak main-main.

Si Jerome langsung mengangkat kedua tangan, bergaya seperti ular. "Jangan maen maen! Jangan maen maen!"

Oke, abaikan.

"Kalian berdua sadar gak sih?" Tanya Haruto tiba-tiba.

"Gue melek begini berarti gue sadar," jawab Jerome tak serius.

"Bukan gitu maksudnya..." Jaehyuk jadi pingin mencekik Jerome agar iblis itu berhenti bicara jika sedang serius.

"Terus apaan dong? Sadar kalau gue ganteng? Iya emang, hahahaha!"

Plak!

"Diem napa diem! Lanjutin To, kacangin aja si Jerome."

Haruto mengangguk. "Selama ini, kita gak ada kemajuan, musuh masih mendominasi, dan kubu kita... kepecah."

Benar apa yang dikatakan Haruto, kubu mereka terpecah. Jerome bersama Sunghoon dan beberapa yang lain. Lalu ada Jisung, Jeno, dan Yedam yang saat ini ada di kubu Junkyu. Kalau di rumah Yoshi, Jaehyuk dan Jerome tidak tahu.

Nyatanya, di rumah Yoshi memang terpecah. Bomin, Jaemin, Soobin, Jungwon, Woonggi, dan Asahi. Kemudian Hyunjin, Haechan, Minhee, Seongmin, Sunoo, Intak, dan Doyoung. Sementara Yoshi netral.

Kalau kata Yoshi :

"どうでもいいよ..."

Sesuatu yang terjadi kemarin malam, berhasil membuat mereka terpecah. Sesuatu apa?

Kepo dech xixi.

"Kalian berdua pergi gih, disini gak aman," usir Jerome.

"Enak banget main usir," cibir Haruto tak terima.

"Heh, gue lebih tua dari lo ya."

"Umur lo berapa sih emangnya? Seumuran sama Kak Jaehyuk kan masih muda."

"Enak aja, gue itu delapan belas tahun!"

"Demi apa?!" Jaehyuk pun syok. "L-lo kan seangkatan sama gue, ke-kenapa umurnya bisa beda?!"

Jerome nyengir. "Kan gue iblis dan gue pinter, jadinya loncat kelas deh. Woonggi juga gitu, dia kan masih enam belas tahun. Lo tau gak sih, si Woonggi bentar lagi ulang tahun yang ke tujuh belas. Coba tebak kapan?"

"Bulan depan?" Tebak Haruto.

"Salah. Ulang tahunnya pas perang nanti. Sedih gak tuh, masa sweet seventeen nya perang? Itu mah bitter seventeen ueue. Gue sih kalau jadi dia bakal ngamuk-ngamuk gak terima."

Jaehyuk garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Terus maksud lo tanya ke kita apaan?"

"Ya kalian harus semangat perang! Ayo kasih hadiah buat adik sepupu gue! Kalau gak mau, gue bakar kalian terus gue jual ke Hyunjin yang mau buka restoran!"

"Gak janji, soalnya gue yakin kita-"

"Sekali lagi lo bilang kalah, gue aduin ya ke emak lo!"

"ANJIR, NGANCEMNYA JANGAN GITU DONG! CURANG LO!"




















































Doyoung menghunuskan pedangnya ke depan, lalu menariknya kembali dengan pelan. Kemudian, dia melompat, mengarahkan pedangnya ke samping seolah-olah menangkis serangan.

Di bangku penonton, ada Haechan dan Intak yang serius memperhatikan setiap gerakan pemuda berambut merah tersebut.

Mereka kagum, apalagi setelah melihat jurus yang sering Doyoung gunakan saat membasmi oni jahat.

Jurus apa tuh? Nanti kalian bakal tau kok hiya.

"Doyoung, makan dulu sana. Kalau gak mau gue habisin nih," kata Haechan baru ingat kalau si demon slayer itu belum makan sejak kemarin.

"Habisin aja."

"Lo pikir omongan gue bakal gue lakuin? Ya enggak lah! Sana makan, temen lo si Intak aja masih loyo kayak jelly, padahal udah makan tujuh piring mie sayang yang pedes itu. Jangan-jangan makanannya gak tercerna?!"

"Mules gue kak," sanggah Intak.

"Ngapain lo tahan-tahan?"

"Kan airnya mati gara-gara ditendang Kak Minhee...."

Oh iya, Haechan lupa. Tadi malam si Minhee marah di kamar mandi, entah apa yang membuatnya seperti itu. Kalau menurut pengamatan mereka sih... itu karena bertengkar dengan Woonggi.

Loh?

"Sebenernya, gue curiga yakin kalau Seongmin gak dipengaruhin sihir dan dipengaruhin sihir," ujar Doyoung tiba-tiba. Omong-omong, Seongmin sudah boleh keluar rumah sesuka hati.

"Hah? Gimana-gimana?"

Doyoung menghentikan latihannya, dengan peluh membasahi kening hingga ke lehernya, dia duduk di tanah meluruskan kakinya.

"Dua jam yang lalu, gue liat Seongmin pergi ke rumah kosong, ketemuan sama oni yang matanya di tangan. Gue gak denger mereka ngomongin apa, yang pasti tatapan Seongmin kosong dan perilakunya kaku. Pas dia sampai di rumah ini, dia kayak orang linglung, di depan pintu utama. Gue ngikutin dia dari pas gelagatnya aneh sampai balik."

Intak berdiri dari duduknya. "Tunggu sebentar, kok... mencurigakan."

Haechan menatap Intak penuh tanda tanya, sementara yang ditatap tak mengalihkan pandangannya dari Doyoung.

"Bukannya dua jam yang lalu lo bahas masalah pilar sama Kak Hyunjin, kenapa barusan lo bilang lo keluar ngikutin Seongmin?"

New Era | 00-04 Line ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang