Chapter 17 : Dia Tidak Berbakat

86 10 0
                                    

"Bakat katamu?"

"Ya, Pangeran. Seseorang harus menjalani pengujian bakat terlebih dahulu untuk melihat apakah dia mempunyai kemampuan untuk menggunakan kekuatan spirit atau tidak."

"Biasanya, para orangtua yang memiliki anak berusia sepuluh tahun akan segera mengajukan permohonan tes itu dengan mendatangi kantor pusat pengujian."

"Kau tau, Pangeran? Beberapa diantara mereka yang memiliki bakat terbaik akan mendapat undangan masuk akademi Lynford tanpa membayar biaya pendidikan selama di sana."

"Oh, bagaimana denganku yang sudah berusia empat belas tahun? Aku tidak ingat pernah melakukan pengujian seperti itu," kata Mavis.

Dia menelusuri kenangan lama si pemilik tubuh sebelumnya. Untung si bodoh itu tidak lupa dengan tanggal lahir dan umurnya sendiri, lain Mavis benar-benar akan mati karena kehilangan kesabarannya.

"Pangeran, kamu belum melakukan pengujian itu," kata Marrie.

"Bagaimana bisa?"

Mavis mengerutkan kening.

"Hanya satu jawabannya, Pangeran. Itu karena kamu adalah anak kandung dari Raja dan Ratu, yang berarti kamu murni keturunan dari darah kerajaan. Keturunan kerajaan tidak memiliki kecocokan dengan dengan kekuatan spirit, itu karena kekuatan spirit diturunkan dari seorang ayah, dan garis darah raja terdahulu yang mendirikan kerajaan ini tidak memiliki kecocokan dengan spirit. Kamu benar-benar tidak memiliki harapan, Pangeran."

"Apa kamu mengerti?" Sasha menyangga kedua tangannya di pinggul.

"Jadi karena ayahku juga tidak mempunyai kecocokan dengan kekuatan spirit? Apa tidak ada cara lain?" kata Mavis.

Marrie dan Sasha sepakat menggelengkan kepala.

"Sampai saat ini belum ada satupun metode yang bisa membuat seseorang yang tidak memiliki bakat menjadi bisa berlatih kekuatan spirit."

"Jadi begitu. Namun, aku tetap ingin mencobanya. Bisakah kalian mengirimkan surat permohonan itu ke kantor pengujian atas namaku? Tidak masalah kan? Aku hanya ingin menghapus rasa penasaranku."

"Jika Pangeran berikukuh ingin melakukannya, kamu harus terlebih dahulu izin dengan Yang Mulia Raja, keputusan final ada pada ayahmu," kata Sasha.

"Baiklah, aku akan meminta izin kepada ayahku," kata Mavis.

"Kalau begitu kapan kira-kira aku bisa bertemu dengannya? Apa dia sedang sibuk hari ini?"

"Hari ini Yang Mulia Raja akan mengadakan pertemuan pada siang hari, sepertinya itu akan sulit jika Pangeran ingin bertemu dengannya," kata Marrie.

Mengetahui itu, Mavis hanya bisa pasrah.

Dia membisu untuk waktu yang singkat, kemudian mengatakan, "Bagaimana dengan meitipkan pesan kepada ayahku? Apa itu memungkinkan untuk dia membacanya setelah rapat?"

"Aku pikir itu bisa. Aku akan mencoba menghubungi nona Kayle sebelum rapat di mulai," kata Sasha.

"Itu bagus."

Mavis tersenyum senang dan mulai beranjak bangkit dari kasur. Selanjutnya dia mulai merapikan kain pembungkus kasur, bantal dan juga selimut. Sasha dan Marrie yang melihat pangerannya itu hanya bisa menarik napas panjang dan menghembuskannya.

"Pangeran, jika kau terus melakukan segala sesuatunya seorang diri, itu sama saja kamu merenggut pekerjaanku. Bagaimana jika nantinya aku tidak dibutuhkan lagi dan dipecat?" Sasha berkata dengan wajah masam.

Meski begitu, itu bukan datang dari dalam hati. Sejatinya Sasha senang dengan kemandirian Mavis.

Di lain sisi Mavis hanya tersenyum dan tidak menanggapi lelucon dari Sasha itu. Baginya ini sudah menjadi suatu kebiasaan untuk merapihkan tempat tidur, dan sudah melekat dalam otaknya.

"Pangeran, hari ini apakah ada sesuatu yang ingin anda lakukan dan butuh bantuan kami?" kata Marrie.

Mavis berpikir sejenak sambil terus merapihkan. Itu sampai dia selesai dan kemudian dia duduk di tepi ranjang seraya berkata, "Sepertinya aku akan berkeliling sebentar."

"Dan kemudian bertemu dengan Mikaela dan lainnya," lanjutnya dalam hati.

"Kamu sendiri?" kata Sasha.

Mavis mengangguk.

"Baiklah, kalau begitu kami akan kembali untuk mengerjakan tugas lainnya."

Kedua wanita itu menaruh kembali piring dan gelas yang sudah kosong itu kembali ke atas meja. Kemudian dia mendorong meja itu keluar dari kamar Mavis.

Di lain tempat, berada di kediaman Raja Cornelius.

Setelah menaruh cangkir berisikan teh beromakan manis itu, sang raja menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya. Matanya sesaat terpejam, dan dia berusaha merilekskan diri.

"Bagaimana? Apa Yang Mulia sudah lebih baikan?" Berada di hadapan sang raja, Kayle tengah duduk dengan cara yang sangat elegan.

"Ya, ini sedikit melegakan," kata Raja Cornelius.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Yang Mulia. Asta sudah layak menjadi seorang pangeran yang sesungguhnya. Kamu dengar sendiri bukan, kemarin? Orang kepercayaanku yang kuminta mengawasi Asta bahkan yang mengatakannya sendiri kalau Asta sudah berubah."

"Aku hanya sedikit khawatir, bagaimana jika itu hanya tipuan yang dimainkannya lagi? Kau tau sendiri anak nakal itu sudah sering mengelabuhiku."

"Ini lain dari pangeran yang biasanya, jika dia sedang memainkan trik lama, akan tidak mungkin dia sampai bertindak serendah itu melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh seorang pelayan. Kau tau benar anakmu itu seorang yang mempunyai harga diri yang sangat tinggi, jadi itu benar-benar dia telah berubah."

"Yah, kuharap begitu." Dia kembali meneguk teh miliknya.

"Oh ya, aku mendengar informasi dari guild petualang, telah ditemukan dungeon tingkat macan di bagian selatan kerajaan Mataram. Itu bekas kerajaan tingkat satu, Ronshua, yang sebelumnya hancur dua tahun yang lalu. Dungeon itu diberi tingkatan macam oleh semua guild petualang dari kerajaan yang berdekatan dari tempat itu, seperti kerajaan Mataram, kerajaan Tanara, dan kerajaan Rosevelt."

"Apa ada yang berhasil menjelajahinya?" tanya Raja Cornelius.

"Itu ada, dia salah satu tim regu petualang asal kerajaan Mataram. Namun, sayangnya orang itu secara misterius menghilang tak lama setelah dia berhasil melapor kepada guild petualang."

"Apa yant dikatakan orang itu, apakah ada rincian bunga kamojia ada di dalam sana?"

"Itu ada, Yang Mulia," kata Kayle dengan wajah ragu-ragu. Kemudian dia berkata lagi, "Maaf Yang Mulia, kabar itu kuterima beberapa hari yang lalu. Aku ragu-ragu sebelumnya untuk membertahumu atau tidak, itu karena nampaknya itu bukan dungeon macan biasa, sepertinya itu akan naik tingkat tidak lama lagi."

"Itu bukan salahmu, aku mengerti kamu hanya mencemaskanku. Lagipula tempat itu sangat berbahaya, dan akan sangat beresiko untuk mengirim orang ke dalamnya."

Kayle menatap sendu ke arah bawah di mana kedua telapak tangan itu bergetar hebat. Pikirannya tiba-tiba kalut, dia mulai menggertakan gigi-giginya.

"Kita kehabisan waktu, Yang Mulia," kata Kayle. Dia tiba-tiba menjadi semangat lagi dan menatap serius sang raja.

"Keadaan Lilian berangsur memburuk. Kita harus menemukan penawar itu secepatnya."

"Ya, kamu benar."

Raja Cornelius berpikir untuk beberapa saat, dan spontan terpikirkan sesuatu. Kemudian dia berkata, "Kayle, pergilah ke guild petualang untuk menambahkan hadiah kepada para petualang yang dapat mendapatkan penawar itu. Sebarkan juga ke dalam guild-guild kerajaan lain, terutama kerajaan besar dengan tingkat tiga ke atas."

"Kita harus bergerak cepat," kata Raja Cornelius.

"Baik, aku akan menambahkannya dua kali lipat."

I'M THE NECROMANCER KINGWhere stories live. Discover now