Part 37. Sudah Saatnya

105 31 86
                                    

[UTAMAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!]

Happy reading

*****

Cia berjalan menuju rumahnya dengan langkah gontai. Dia masih memikirkan cerita yang baru saja diberitahu oleh Anton. Apa Cia harus memberitahu soal ini pada Ali? Tapi, Anton bilang, dia tidak boleh beritahu siapa-siapa.

Cia menghela napasnya panjang. Bingung harus seperti apa. Masalahnya, dia menyimpan rahasia besar ini dari Ali.

Cia berhenti di tempatnya ketika melihat Anna yang baru saja keluar rumahnya. Lagi-lagi Cia dilema. Juga merasa bersalah pada Anna.

"Eh Cia? Udah pulang?" Lamunan Cia buyar saat Anna menyapanya. Cia langsung mengembangkan senyumnya dan menyalami tangan Anna.

"Udah, Tan."

"Oh ya, Ali mana? Kamu gak pulang bareng Ali?" tanya Anna membuat kening Cia mengerut.

"Ali? Hari ini bukannya Ali gak sekolah ya, Tan?"

"Hah? Gak sekolah gimana maksudnya? Tadi pagi Ali berangkat ke sekolah kok."

"Tapi, Ali bilang ke Cia katanya mau pergi ke rumah neneknya," ungkap Cia memberitahu.

"Ke rumah neneknya? Mau ngapain?" Lagi-lagi Anna bertanya. Dia jadi bingung sendiri.

"Cia juga gak tau, Tan. Cia pikir, Ali udah bilang ke Tante. Emang Ali gak bilang kalo mau ke rumah neneknya?"

Anna menggeleng pelan. "Enggak. Ali gak bilang kalo mau ke sana. Tapi bener kok, tadi pagi Ali pake seragam sekolahnya. Cuma tumben, tadi pagi Ali gak pake motor ke sekolahnya."

Cia juga ikut bingung. "Coba Tan, telepon Ali aja," usulnya.

"Oh iya. Bentar, Tante telepon dulu." Anna langsung mengeluarkan handphone yang ada di tas kecilnya dan mencari nama Ali di kontaknya.

Setelah menekan tombol panggilan, Cia dan Anna menunggu sampai telepon itu tersambung. Beberapa saat kemudian, telepon itu ditolak oleh Ali.

"Kok Ali nolak ya?"

"Coba sekali lagi Tan."

Sekali lagi, Anna menekan tombol panggilan. Namun, kali ini nomor Ali tidak aktif.

"Tadi ditolak, sekarang gak aktif nomornya," ujar Anna frustasi. Masalahnya Anna sangat khawatir dengan keadaan Ali.

Sedetik kemudian terdengar suara nada dering dari handphone Anna. Cepat-cepat Anna melihatnya. Ia pikir itu Ali, tapi ternyata bukan. Maira, sekretarisnya yang menelepon.

"Halo Ra. Iyaa sebentar lagi saya ke sana." Anna langsung mematikan handphonenya setelah menjawab panggilan itu.

"Cia, nanti kamu kasih tau Tante ya, kalo Ali udah pulang. Tante harus buru-buru ke kantor soalnya."

"Okee, Tan." Setelah itu Anna memasuki mobilnya dan bergegas pergi ke kantor.

*****

"Siapa yang telepon Li?"

"Ah itu bukan siapa-siapa Nek," jawab Ali berbohong. Padahal yang baru saja meneleponnya adalah Anna. Ali sengaja berbohong supaya Neneknya tidak curiga kalau dia pergi ke sini tanpa sepengetahuan Anna.

Ali yang tadinya berdiri menjauhi Neneknya untuk mengangkat telepon langsung kembali duduk di samping Neneknya.

"Gimana kabar bundamu?" tanya Rukman, Nenek Ali sambil menepuk pelan paha Ali.

"Alhamdulillah baik. Tapi, kadang bunda sering sakit-sakitan. Mungkin gara-gara kecapekan kerja."

"Oh ya Nek, maksud Ali ke sini ... Ali mau nanya sesuatu." Ali menjeda ucapannya dengan menghela napasnya pelan.

"Nenek tau tentang ayah?" Nek Rukman terkejut mendengar pertanyaan dari Cucu nya.

"Kenapa Ali tanya seperti itu?"

"Ali pengen tau Nek ayah Ali siapa. Namanya, mukanya, dan sekarang tinggal di mana. Dari Ali kecil, Ali gak pernah tau ayah Ali kayak gimana."

"Apa ayah Ali udah meninggal?" tanya Ali membuat Nek Rukman langsung menggeleng cepat.

"Belum Ali. Ayah kamu belum meninggal. Tapi ... Nenek gak tau sekarang ayah kamu ada di mana."

"Emm tunggu sebentar." Nek Rukman beranjak pergi ke kamarnya dan kembali sembari membawa sebuah album foto.

Nek Rukman mengambil satu foto dan langsung menyerahkannya pada Ali. "Itu foto ayahmu dengan bundamu saat mereka menikah."

Nek Rukman mengambil satu foto lagi dan memberikannya lagi pada Ali. "Dan itu foto bundamu saat dia sedang mengandung kamu."

Lagi-lagi Nek Rukman memberikan satu foto lagi pada Ali. "Dan itu foto kamu saat masih bayi bersama kembaranmu."

Kening Ali mengerut. "Kembaran?"

Nek Rukman mengangguk pelan. "Apa bundamu gak pernah cerita, kalo kamu punya kembaran?" Ali menggeleng pelan. Ali tidak menyangka kalau dirinya punya kembaran.

"Sepertinya bundamu memang benar-benar merahasiakan ini semua dari kamu."

Ali menghela napas gusar. Apa-apaan ini? Kenapa banyak sekali yang baru dia ketahui tentang keluarganya?

"Nek, Ali boleh tau siapa nama ayah kandung Ali?"

"Nama ayah kamu, Anton."

***

Cia terkejut saat sedang menutup gerbang rumahnya, dia melihat Ali yang baru saja pulang lengkap dengan pakaian sekolahnya.

"Ali? Lo dari mana aja? Kok jam segini baru pulang?" pekik Cia langsung menyerang Ali dengan berbagai pertanyaan. Wajar saja, Ali baru pulang ketika maghrib hampir tiba.

Alih-alih menjawab, Ali malah menatap Cia dengan tatapan yang sulit ditebak, namun datar.

"Kenapa?" Cia bertanya ketika Ali memandang dirinya aneh. Cia memandang Ali dengan takut. Cia sempat berpikir kalau Ali marah padanya karena tau tentang pertemuannya dengan Anton.

Sungguh. Sejak pria itu menceritakan semua padanya, Cia terus dihantui rasa bersalah pada Ali.

"Udah mau maghrib, masuk sana."

Cia sempat tertegun mendengar ucapan Ali. Cia mengira, Ali akan marah padanya. Tetapi, laki-laki itu malah menyuruhnya untuk masuk ke dalam rumah.

***

"Ya ampun Ali! Dari mana aja kamu?" Anna memekik dan langsung menyerbu Ali dengan pertanyaan saat melihat Ali baru saja pulang ke rumahnya.

Harusnya sekarang Anna masih berada di kantor. Padahal masih banyak berkas-berkas yang harus dia urus di sana. Tapi, saat mendengar dari Cia kalau Ali belum pulang juga, Anna langsung buru-buru pulang dengan mengalihkan tugasnya pada Maira, sekretarisnya.

"Bunda denger dari Cia, katanya kamu pergi ke rumah nenek. Ngapain kamu ke rumah nenek?" tanya Anna tegas.

"Ali pikir udah saatnya Bunda kasih tau Ali semuanya."

***

Tbc...

ALICIA✔Where stories live. Discover now