Part 18. Lian dan Surat

121 52 3
                                    

[UTAMAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!]

Happy reading...

*****

Selagi Anna menyiapkan pempeknya ke dalam wadah, Ali dan Cia menunggu di ruang tamu. Tidak ada yang berbicara sama sekali. Ali sibuk bermain game online di handphonenya. Sedangkan Cia sedang membaca Wattpad di handphonenya.

Tak lama kemudian, Anna datang dengan membawa nampan berisikan semangkuk pempek tadi dan minuman untuk Cia. Lantas Cia mematikan handphonenya dan menaruhnya di atas meja. Menurutnya, tidak sopan jika dia sedang bertamu malah sibuk memainkan handphonenya.

Sedangkan cowok itu nampak tenang-tenang saja memainkan handhponenya.

"Ayo diminum Cia," ujar Anna menawarkan Cia minum. Cia mengangguk, lalu mengambil gelas yang berisikan susu putih dan meminumnya.

Ali menghentikan pergerakannya saat indera penciumannya mencium harum dari pempek. Lantas dia menekan tombol home dan mematikan handphonennya dan beralih pada makanan itu.

Satu suapan masuk ke dalam mulut cowok itu. "Hmm enak. Ini lo sendiri yang bikin?" tanya Ali sambil melahap pempek itu dengan buru-buru. Anna geleng-geleng kepala melihat tingkah rakus anaknya.

"Enggak. Itu dikasih sama Roy," jawab Cia, sontak membuat Ali tersedak. Lantas cowok itu langsung buru-buru mengambil gelas yang ada di meja,  tanpa bertanya milik siapa. Lalu meneguknya sampai habis.

Tentu saja Cia terkejut melihatnya. Ali baru saja minum di gelasnya. Itu berarti? Cia langsung menyentuh bibirnya panik.

Anna langsung memukul pelan punggung Ali. "Makanya kalo makan pelan-pelan," ujar Anna mengingatkan.

Cia menggelengkan kepalanya membuang pikiran itu jauh-jauh. Tingkahnya itu tak luput dari pandangan Anna. "Kamu kenapa Cia?" tanya Anna yang menyadari tingkah Cia membuat Cia gelagapan.

"Ah-enggak, gapapa," jawab Cia dengan terbata. Untung saja Anna hanya mengangguk saja.

"Yaudah kalo gitu Bunda tinggal ya."

"Mau kemana Bun?" Baru saja Cia ingin bertanya, tapi sudah keduluan oleh Ali. Jadilah cowok itu yang mewakilkan.

"Itu kerjaan Bunda masih banyak," jawab Anna beralibi dengan senyum jahil. Ali hanya mengangguk mengiyakan. Setelah itu Anna bergegas pergi ke kamarnya dan menyisakan dua sejoli itu.

Ali yang sedang mengatur tenggorokannya yang masih terasa perih akibat tersedak kuah pempek. Sedangkan Cia yang sibuk dengan pikiran yang entah kemana.

Ali menatap mangkuk yang hanya tersisa beberapa potong pempek saja. Dia tidak tahu kalau pempek itu pemberian dari Roy. Kalau saja dia tau, sudah jelas dia tidak akan memakannya.

"Btw pempeknya gak enak, keras," ujar Ali tiba-tiba. Dia meralat ucapannya tentang pempeknya yang enak. Cia menoleh pada Ali dengan tatapan aneh lalu sedetik kemudian dia mengulum senyumnya.

"Gak enak tapi kok abis," sindir Cia sambil menahan tawanya. Dengan cepat Ali menoleh pada Cia.

"Iyaa gak enak kalo itu pemberian dari Roy. Gue kira lo sendiri yang buat atau enggak Tante Dita."

"Kenapa sih lo gak suka banget sama Roy?" tanya Cia yang menyadari sikap tidak suka Ali saat dirinya dekat dengan Roy.

"Ngapain juga gue suka sama Roy. Gue masih normal kali," jawab Ali ketus, lalu menatap Cia.

"Gue sukanya sama lo," lanjutnya dengan pelan seperti gumaman.

Cia mengerutkan keningnya. "Lo ngomong apa?" Walaupun pelan, tapi Cia tetap mendengarnya walaupun sedikit samar-samar.

"Gue bilang ngapain juga gue suka sama Roy. Gue masih normal kali." Ali mengulang ucapannya yang pertama.

"Bukan yang itu, yang sesudahnya." Ali terdiam. Apa Cia mendengar semuanya? Batinnya.

"Enggak ada," jawab Ali cepat. Tak mau diperpanjang Cia hanya mengangguk saja. Mungkin dia salah dengar.

"Gue kira lo suka sama gue," batin Cia.

*****

Seorang laki-laki dengan berpakaian formal masuk ke dalam sebuah ruangan setelah mendapatkan izin dari Bosnya.

"Ada info apa Rom?" tanya pria paruh baya yang sedang duduk di kursi besarnya itu saat Romi berdiri di hadapannya.

Romi yang bisa dibilang tangan kanan pria itu menyerahkan selembar foto. "Sesuai dengan foto itu, anak laki-laki yang Bos cari ternyata bersekolah di SMA Pertiwi. Dan perempuan yang ada disana, kemungkinan besar adalah teman terdekatnya." Romi menjelaskan lebih detail lagi mengenai foto itu.

Pria itu mengamati foto itu dengan jelas. Terdapat dua insan yang berbeda jenis tengah berpelukan.

"Cari tau tentang anak perempuan yang ada di foto ini," perintah Bosnya dan diangguki oleh Romi. Setelahnya dia pamit mengundurkan diri.

Setelah Romi pamit dari ruangannya, pria itu mengambil handphonenya yang berdering. Ternyata itu telpon dari salah satu kliennya yang akan bekerja sama dengan perusahaannya.

"Baik, saya akan segera kesana." Setelah sambungan terputus, pria itu bergegas keluar ruangan untuk menemui kliennya yang berada di Cafe terdekat dengan kantornya. Mereka akan membicarakan tentang kerja sama antar perusahaannya.

Beberapa menit kemudian setelah pria itu meninggalkan ruangannya, seorang laki-laki masuk ke dalam ruangan itu.

"Yah?" Laki-laki itu tak mendapati keberadaan Ayahnya dimanapun. Ia berjalan mendekati meja besar yang ada disana.

"Apa lagi keluar?" tebak laki-laki itu. Tiba-tiba pandangannya beralih pada sebuah foto yang tergeletak di atas meja. Lalu tangannya bergerak untuk mengambil foto itu.

Laki-laki itu mengerutkan keningnya saat melihat orang yang ada di foto tersebut. "Lian?"

*****

Laki-laki yang baru saja datang ke kantor Ayahnya dan menemukan foto itu langsung bergegas pulang ke rumahnya. Setelah sampai di rumah ia langsung pergi ke kamarnya untuk mencari sesuatu.

Dibukalah laci meja yang ada di samping tempat tidurnya. Laki-laki itu menemukan sebuah buku yang sudah agak kusam. Mungkin buku itu sudah bertahun-tahun lamanya.

Dibukanya buku itu dan terdapat tulisan tangan serta foto bayi laki-laki kembar.

Hari ini tepatnya tanggal 8 Desember tahun 2004 adalah hari yang paling kami tunggu-tunggu. Anak kami lahir. Bayi kembar laki-laki yang sangat lucu dan tampan.

Kami menanti-nanti hari ini. Awalnya kami mengira setelah anak kami lahir, hidup kami akan lebih bahagia dan berwarna, tetapi nyatanya tidak.

Perjanjian itu membuat Kami harus berpisah dengan si kembar. Kami harus memilih salah satu di antara mereka. Kenyataan yang tidak pernah kubayangkan sama sekali dalam hidupku.

Namun Kami sudah menyiapkan nama untuk si kembar sebelum mereka lahir. Kami berharap memiliki bayi kembar dan harapan itu menjadi kenyataan.

Mereka, Aliander Saputra dan Aleander Daputra, anak Kami.

8 Desember 2004

Laki-laki itu menutup bukunya setelah membacanya, lalu menatap ke depan dengan pandangan kosong. Dia masih bingung dengan maksud tulisan yang ada di buku itu.

"Kalo bener gue punya kembaran, kenapa Ayah sama Ibu gak pernah cerita?" ujar laki-laki itu bertanya-tanya.

*****

Tbc...

ALICIA✔Where stories live. Discover now