Part 44. Rumah sakit

110 36 102
                                    

[UTAMAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!]

Happy reading...

*****

Prang!

Anna terkejut ketika sebuah gelas jatuh dan pecah karena tak sengaja ia senggol. Perasaannya tiba-tiba menjadi tidak enak.

"Ada apa ini?" gumamnya resah. Tak mau memikirkan hal yang tidak-tidak, Anna bergegas mengambil sapu dan pengki untuk membersihkan pecahan gelas itu.

Saat ingin melangkah, tak sengaja Anna menginjak pecahan kaca yang kecil-kecil, membuat kakinya terluka dan sedikit mengeluarkan darah. "Ali," gumamnya. Tidak tau kenapa, Anna tiba-tiba saja memanggil nama Ali.

*****

Cia langsung bergegas pergi ke rumah sakit ketika mendapat kabar dari salah satu warga yang meneleponnya bahwa Ali mengalami kecelakaan.

Setelah sampai di depan gedung besar itu, Cia segera berlari ke dalam dan menghampiri meja resepsionis. "Permisi, Sus." Suster yang sedang berada di sana lantas menoleh.

"Mau tanya, korban kecelakaan yang tadi dibawa ke sini, sekarang ada di mana, ya?" tanya Cia dengan napas yang tak beraturan.

"Korban kecelakaan motor atau mobil, Mbak?" tanya suster itu membuat Cia bingung.

"Memangnya ada dua korban, sus?" tanya Cia dan diangguki oleh suster itu.

Mengingat Ali tadi membawa motornya, lantas Cia menjawab. "Yang korban kecelakaan motor, sus."

"Okee sebentar ya, saya cek dulu." Sambil menunggu suster memeriksa data di komputernya, Cia mengarahkan pandangannya kesana-kemari sambil mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja karena gelisah.

"Sudah ketemu. Saat ini korban sedang berada di ruang ICU dan akan segera menjalankan operasi."

Deg

Mata Cia berkaca-kaca. "O-operasi, sus?" tanyanya dengan terbata.

"Iya, Mbak. Apa Mbak kenal dengan orangtua korban?" Cia mengangguk pelan tanpa mengeluarkan suara.

"Bisa tolong kabari mereka? Karena para tim medis harus segera mendapatkan persetujuan dari orangtua pasien untuk segera melakukan operasi. Sekaligus untuk mengurus biaya administrasinya."

*****

Cia berdiri di luar ruangan sambil menatap seseorang yang sedang terbaring lemah di atas brankar. Tak lupa dengan beberapa alat yang sudah terpasang di seluruh tubuhnya.

"Cia!" Cia menoleh dan melihat Anna yang sedang berlari ke arahnya.

"Tante," panggil Cia lalu memeluk tubuh Anna. Anna pun membalas pelukan Cia. Tadi Cia sudah menelepon Anna perihal Ali yang masuk rumah sakit karena kecelakaan.

Anna yang mendengarnya langsung syok dan bergegas pergi ke rumah sakit yang sudah diberitahu oleh Cia.

"Gimana Ali?" tanya Anna setelah melepas pelukannya.

"Ali di dalem, Tan." Cia menunjuk Ali yang ada di dalam ruangan. Anna segera mendekat pada jendela kaca untuk melihat Ali lebih jelas.

"Ya Allah, Ali ...." Anna tak bisa lagi membendung air matanya kala melihat putranya yang sedang terbaring lemah di dalam sana.

"Ali pasti baik-baik aja, Tan." Cia mengusap lengan Anna berusaha menenangkannya. Tak lama kemudian seorang dokter dan juga suster datang menghampiri mereka berdua.

"Permisi. Bisa bicara dengan keluarga pasien?" tanya dokter yang bernama Aji Prasetyo. Terlihat dari nametag yang melekat di bajunya.

"Saya, dok."

"Mari bicarakan hal ini di ruangan saya."

*****

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Cia masih berada di rumah sakit dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya.

Tadi dia tidak sempat untuk berganti baju, saking paniknya mendapat telepon kalau Ali masuk ke rumah sakit.

"Cia kamu gak mau pulang dulu buat ganti baju? Kamu juga belum makan loh dari siang."

Cia tersenyum kecil menatap Anna. "Tadi Cia udah telepon mamah buat bawain baju. Sekalian mau ke sini buat jenguk Ali."

"Ya udah kalo gitu Tante beliin kamu roti dulu ya? Lumayan buat ganjal perut kamu yang daritadi belum diisi apa-apa."

"Gapapa, Tan? Gak ngerepotin?" tanya Cia merasa tidak enak.

"Gapapa dong. Harusnya Tante yang ngerasa gak enak karena udah ngerepotin kamu buat jagain Ali di sini." Cia hanya tersenyum menanggapi ucapan Anna. Setelahnya, Anna pamit untuk pergi ke kantin yang ada di rumah sakit.

Sementara Cia tetap duduk di sana sesekali matanya menoleh pada pintu sebuah ruangan. Berharap sang dokter keluar dan operasi pun berjalan dengan lancar.

*****

Di tempat berbeda namun masih di rumah sakit yang sama. Anton, Maira, dan juga Sarah berdiri di depan sebuah ruangan yang di dalamnya ada anak dan cucu mereka sedang di periksa oleh dokter.

"Kalo Mamah gak ngerobek buku itu, pasti Lean gak akan pergi dari rumah dan berakhir kecelakaan."

Sarah dengan cepat menoleh pada Anton ketika putranya menyalahkan dirinya atas kecelakaan Lean.

"Kamu gak bisa seenaknya dong nyalahin Mamah gitu aja," ujar Sarah dengan sarkas.

"Iya, tapi Lean pergi dari rumah karena marah sama Omahnya," ucap Anton yang terus menyalahkan Sarah.

"Udah dong, Mas. Jangan nyalahin Mamah terus. Di sini gak ada yang salah atas kecelakaannya Lean," timpal Maira meleraikan perdebatan antara anak dan ibu itu.

Tak lama kemudian seorang pria dengan berpakaian serba putih keluar dari ruangan itu dengan disusul oleh seorang suster.

Anton segera menghampiri sang dokter dan bertanya. "Bagaimana Dok, keadaan anak saya?"

"Begini. Akibat benturan yang terjadi pada kepalanya, pasien mungkin akan sedikit kehilangan ingatannya." Anton dan lainnya terkejut mendengar kabar itu.

"Hilang ingatan? Apa sangat parah, Dok?"

Dokter itu menggeleng pelan. "Pasien hanya mengalami amnesia sementara. Pasien tidak mampu mengingat kejadian-kejadian sebelumnya. Dan kemungkinan besar, pasien akan lupa dengan apa yang sudah dialaminya."

Anton menghela napasnya sambil bersyukur dalam hati setelah mendengar penjelasan dari sang dokter.

"Kalau begitu saya permisi dulu," ucap sang dokter.

"Baik, dok. Terimakasih."

*****

Tbc...

ALICIA✔Where stories live. Discover now