29 - Menata Ulang

5.8K 717 131
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




Kami pulang. Tanpa ibu. Kenyataan pahit yang aku harapkan hanya mimpi, ternyata bukan. Semuanya jelas terekam di dalam ingatanku. Bagaimana dinginnya rumah sakit, bagaimana suara adikku yang menjerit memanggil ibu, juga suasana rumah duka yang penuh tangis. Semuanya sangat jelas teringat dalam pikiranku. Sampai tadi kami menuntaskan proses terakhir, mengantar ibu ke krematorium. Lalu menyimpan abunya di rumah abu. Semuanya nyata. Sangat nyata.

"Ibu...."

Yura bergumam lirih dalam tidurnya. Aku langsung mengusap tangannya memberi ketenangan. Saat ini aku dan Yura sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Joshua. Yura sedang tidur bersandar padaku, sementara Joshua duduk di kursi depan bersama supir. Entah sudah berapa kali sepanjang perjalanan Joshua memeriksa keadaan kami. Aku tahu dia sangat khawatir, terlihat jelas dari raut wajahnya.

"Makan dulu?"

Aku menggeleng, lalu langsung membawa Yura ke kamar tamu begitu tiba di rumah Joshua. Rumah masih sepi, Nenek belum pulang hanya ada beberapa pelayan yang sepertinya mengetahui apa yang terjadi padaku karena sedari tadi mereka menatap iba padaku dan Yura.

Aku langsung membawa Yura berbaring, kondisinya masih sangat buruk. Dia masih sering menangis tiba - tiba. Kami sama hancurnya. Tapi aku mencoba bertahan lebih keras untuk tetap kuat agar bisa menjadi pelindungnya.

Pintu kamar dibuka, Joshua masuk bersama dua orang pelayan yang membawa makanan. Aku tidak berselera, kurasa Yura juga begitu.

"Harus tetap makan. Tidak apa apa sedikit juga."

Aku menggeleng, tapi Joshua tidak menyerah. Dia tetap memaksa kami makan. Akhirnya aku terpaksa makan, Yura juga meski hanya sedikit.

Aku baru keluar kamar sekitar pukul sepuluh malam setelah memastikan Yura tidur. Aku bahkan belum berganti pakaian.

"Yura sudah tidur?"

"Sudah."

Joshua menghampiriku, lalu menuntunku menuju kamar kami. Kamar yang sudah lama aku tinggalkan. Semuanya masih sama, hanya saja tidak ada aku yang menempatinya belakangan ini.

"Kau sudah melakukannya dengan baik Hana."

Aku tertegun saat Joshua tiba - tiba memelukku dari belakang.

"Kau sudah bekerja lebih keras dari siapapun Hana."

Ucapnya lagi.

"Sekarang istirahatkan dirimu. Aku tahu kau tidak sekuat itu. Menangislah sekarang."

Akhirnya aku menangis lagi. Benar, aku sudah bekerja terlalu keras. Aku juga sadar aku tidak sekuat itu. Aku hanya berpura - pura bisa menanggungnya sendiri. Karena tidak ada pilihan lain.

"Jangan berbalik. Biarkan seperti ini. Menangislah Hana."

Joshua masih di sini. Memelukku. Menemaniku, bahkan disaat terburuk sekalipun.

MY HUSBAND - JOSHUA HONG (COMPLETED)Where stories live. Discover now