Aku Pergi

1.4K 113 0
                                    

Dua hari berlalu Giovan masih belum mau bertemu dengan siapa pun. Ia hanya memperbolehkan dokter Arya dan suster yang akan melakukan pemeriksaan atau mengantarkan makanan

"Pa Mama mau ketemu Gio" ucap Kirana saat ini hanya ada mereka berdua didepan ruangan Giovan. Galen dan Galih sedang ke kampus dan Gavin pun sudah kembali bersekolah

"Sabar Ma ingat kata Arya kita harus beri waktu buat Gio dia masih terpukul"

"Tapi seharusnya kita ada di samping Gio saat dia seperti ini Pa"

"Ini keputusan Gio Ma. Kita gak mungkin maksa gak baik juga buat kesehatan Gio"

"Sampai kapan Gio bakalan kayak gini?"tanya Kirana

"Kalau kalian gak berusaha dan diam aja kayak gini mana mungkin Giovan mau bicara dengan kalian"

Kirana dan Evan serentak mendongak menatap pria paruh baya yang baru saja bersuara. Disamping pria itu berdiri wanita yang masih terlihat cantik disaat umurnya yang tak muda lagi

"Ayah. Ibu" Kirana dan Evan berdiri karna terkejut melihat orang tua dari Kirana "kenapa ayah ibu disini?"

"Kenapa? Tidak boleh menjenguk cucu ku yang sedang sakit?"

"Bu-bukan be-"

"Cukup. Apa alasanmu sampai tidak memberi tau tentang keadaan cucu kami. Bagaimana pun kami tetap kakek dan neneknya"  ujar Abraham penuh penekanan

"Sudah lah tidak ada gunanya bicara dengan mereka ingat tujuan awal kita kesini"ucap Dian menenangkan emosi suaminya

"Baiklah"ucap Abraham tampa menghiraukan anak dan menantunya ia langsung membuka pintu Giovan dan masuk ke dalam

Cklek!

Abraham dan Dian masuk ke kamar Giovan mereka melihat cucunya itu tengah tertidur

Dian tersenyum ia langsung menghampiri Giovan

"Gio"bisik Dian mendekatkan mulutnya ke telinga Giovan "Giovan bangun dong sayang nenek kangen ni"

Giovan yang tidak benar-benar tidur membuka matanya mendengar suara yang sudah lama tak ia dengar

"Nenek?"

"Iya sayang ini nenek. Gak kangen hm?"tanya Diana senyuman itu tak lepas dari wajahnya

"Kakek mana?"tanya Giovan

Dian mengarahkan matanya ke arah sofa

Giovan melirik ke arah sofa kakeknya sedang duduk disana sambil tersenyum ke arahnya beberapa detik kemudian Abraham berjalan menghampiri Giovan

"Ssshh..." Giovan mendudukkan badannya meski punggungnya masih terasa sakit

"Pelan-pelan"Dian membenarkan posisi bantal untuk menjadi sandaran Giovan

"Makasih nek"ucap Giovan

"Iya"

"Sekarang cucu kakek gimana keadaannya?"

"Gak baik-baik aja"jawab Giovan

"Hmm? Apa yang gak baik-baik aja? Ada yang sakit?"

"Yang sakit banyak. Tapi..."

"Tapi apa?"Abraham membawa cucunya itu ke dalam dekapannya ia dapat menebak kaarah mana pembicaraan Giovan. Meski Evan dan Kirana tak memberi tau tentang kondisi Giovan Abraham sudah mencari tau langsung kepada dokter yang menangani Giovan "Ngomong aja"

"Gio udah gak bisa jalan" Tangis Giovan lepas begitu saja. Kakeknya itu emang paling bisa membuat Giovan untuk terbuka kepadanya

Abraham membiarkan Giovan menangis di dekapannya ia mengelus rambut hitam Giovan. Dian ikut sedih melihat Giovan menangis seperti sekarang. Terlihat jelas dimatanya tersirat keputusan asaan

"Gio harus gimana lagi?"tanya Giovan "Gio udah gak bisa jalan. Dan kakek tau selangkah lagi Gio bisa dapetin beasiswa di inggris tapi kalau kayak gini Gio udah gak ada kesempatan lagi"

"Giovan denger kakek yah. Gio pengen jalan lagikan?"

Giovan mengangguk

"Ikut kakek mau. Kita ke Singapur berobat disana"

"Ke singapur?"

"Iya Gio. Disana ada dokter kenalan Kakek"saut Dian

Giovan tampak berfikir

"Gio gak harus jawab sekarang pikirin aja dulu"lanjut Dian ia tau Giovan masih ragu "dan nenek mau nanya boleh?"

"Nanya apa?"

"Kenapa gak mau ketemu sama mama papa dan abang-abang kamu?"

Giovan menggeleng "Gio gak tau"

"Kalau menurut nenek kamu marah yah sama mama papa"

Giovan tak menjawab ia lebih memilih menunduk memainkan jari-jarinya

"Giovan"Abraham memanggil cucunya itu "Gio marah sama mama papa karena masa lalu iyakan?  Gio merasa penyebab Gio lumpuh itu karna masa lalu mama sama papa kamu kan. Tapi Gio dengan Gio marah kayak gini apa semuanya akan kembali seperti semula? Apa Gio bakalan bisa jalan lagi?"

Giovan menggeleng

"Jadi Gio taukan harus gimana sekarang?"

*

Galih menatap jalanan yang penuh dengan pengendara yang berlalu lalang, ia sedang menunggu kekasihnya di kafe dekat kampus mereka

"Galih"

Galih mendongak menatap Amira yang berdiri di depannya

"Udah lama maaf yah aku telat"

"Gak papa kok. Duduk gih"

Amira duduk di hadapan Galih

"Mau pesan apa biar aku pesanin"tawar Galih

"Gak usah. Aku cuma mau ngomong"

"Ngomong apa?"

"Galih"Amira menggenggam kedua tangan Galih "aku benar-benar minta maaf. Karna aku udah gak bisa lanjutin hubungan kita lagi"

Galih terdiam sesaat mencerna perkataan Amira "maksud kamu kita putus?"

"Maaf"Amira tertunduk

Galih menarik tangannya dari genggaman Amira "kenapa?"

"Maaf Galih. Aku dijodohin sama anak dari rekan bisnis papa aku dan aku terpaksa nerima perjodohan ini. Sebelumnya aku udah pernah bilangkan sama kamu tentang perjodohan ini tapi kamu sama sekali gak berjuang buat hubungan kita. Sehendaknya kamu temuain mama papa aku dan bilang kamu bakalan serius sama aku"

"Ra. Kamu tau aku lagi ada masalah keluargakan, Adek aku kecelakaan. Seharusnya kamu ngertiin aku Ra. Gak mungkin aku nemuin orang tua kamu disaat kondisi aku lagi kayak gini" Galih langsung berdiri dari duduknya ia hendak melangkah pergi

"Galih"lirih Amira

"Maaf Ra kita emang gak cocok. Kamu cuma mau diperjuangin tapi kamu gak  mau ngertiin kondisi aku. Jalan terbaik kita lebih baik putus. Semoga kamu bahagia sama pilihan kamu, aku pergi" Galih segera pergi dari kafe.

Tadi ia berfikir untuk berbagi cerita yang menjadi beban pikirannya beberapa hari ini dengan kekasihnya. Namun dugaannya salah kekasihnya itu malah menambah beban pikirannya. Lebih tepatnya sekarang itu mantan kekasihnya

NARENDRA BROTHERS (Revisi)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora