BAB 4: Permintaan Mertua

168 17 2
                                    

Arini dan Brandon

Ketika ingin menjawab pertanyaan Lisa, Sandy tiba-tiba muncul dari ruang keluarga. Dia duduk di samping istri tercinta, berhadapan dengan Brandon dan Arini.

"Papa mau bicara sesuatu dengan kalian," cetusnya melihat Bran dan Iin bergantian.

Suami istri itu mengangguk serentak, lantas memilih fokus dengan apa yang dikatakan oleh Sandy.

"Dulu, niat Papa membangun rumah sebesar ini agar bisa berkumpul dengan anak dan cucu." Sandy kembali melihat anak dan menantunya. "Rumah ini terlalu besar untuk kami tinggali berdua. Terasa sepi juga tidak ada canda dan tawa anak-anak. Apa kalian mau pindah ke sini?"

Rupanya Sandy mengutarakan hal yang sama dengan Lisa. Di usia yang tak lagi muda, kakek dan nenek itu merasa kesepian di sana, sehingga ingin menghabiskan hari tua bersama anak dan cucu.

Arini dan Bran kembali saling berpandangan.

"Aku akan diskusikan hal ini dulu dengan Iin, Pa. Tadi Mama juga udah bilang begitu," tanggap Brandon.

Sandy dan Lisa sama-sama mengangguk paham. Tidak mudah memang meminta Bran kembali lagi ke rumah keluarga Harun, setelah apa yang terjadi belasan tahun lalu. Pria itu membawa kepingan hati yang hancur ketika tahu Sandy menikah lagi dengan perempuan lain. Hanya Arini yang selalu setia menemaninya kala itu.

"Cantik banget sih ponakan Auntie." Terdengar suara Gadis dari sela pembatas ruang tamu dan ruang keluarga.

Gadis melangkah menuju sofa sambil menggendong Al.

"Al udah berat, Dis. Suruh jalan aja," ujar Bran.

"Jadi panggilannya Al ya, Cantik? Auntie tadi bingung mau panggil kamu apa, karena panggil Lisa nggak enak. Nama nenek kamu soalnya," celetuk Gadis kepada Al.

Arini dan Brandon memang sengaja memberikan nama yang mirip dengan Lisa, sebagai wujud kasih sayang mereka kepada wanita hebat itu. Seorang Ibu yang penuh kehangatan dan penyayang.

"Iya, An ... Tante," sahut Al tersenyum manis memperlihatkan lubang memanjang di kedua belah pipi.

"Ya ampun, Rin. Al punya lesung pipi kayak kamu loh. Cantik banget. Sayang Cliff nggak di sini."

"Apa hubungannya dengan Cliff, Dis?" Brandon menatap sepupunya curiga.

"Ya kali aja mereka bisa dijodohkan. Boleh 'kan ya, Om?" sahut Gadis mengerling ke arah Sandy.

"Secara agama dan hukum boleh," kata Sandy disambut dengan senyum semringah Gadis.

"Tuh boleh, 'kan," cibir Gadis.

Meski sudah sama-sama dewasa, tidak ada yang berubah dengan mereka. Keduanya masih sering berdebat seperti dulu.

"Mereka masih kecil, Dis. Terlalu dini membahas hal ini," protes Bran dengan wajah mengerucut.

Arini tertawa melihat paras suaminya. "Dia selalu sensi kalau bahas beginian, Kak. Waktu Al masih umur enam bulan aja udah kelihatan over protective-nya.

Gadis berdecak sambil geleng-geleng kepala. "Parah banget lo, Ngeng. Kasihan El dan Al dong kalau udah gede."

"Mungkin efek Papinya dulu kali, Dis," komentar Lisa tersenyum usil kepada Bran.

"Sayang, sebaiknya kita pulang sekarang. Suasana semakin nggak kondusif nih," ajak Brandon melihat Arini, karena merasa dipojokkan.

"Nggak mau ah. Orang aku masih kangen sama Papa Mama kok diajak pulang?"

Bran mendesah pelan ketika strategi untuk melarikan diri tidak berhasil. Lisa, Sandy, Gadis dan Arini tertawa melihat sifat Brandon yang masih sama seperti dulu.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Where stories live. Discover now