BAB 22: Mencari Tahu Kebenaran

115 12 6
                                    

Elfahreza

Desahan pelan keluar dari sela bibir El saat duduk di bangku atap gedung sekolah. Mata cokelatnya menatap nanar langit kota Jakarta Pusat yang cukup cerah menjelang siang. Warna biru langit hanya ditutupi sedikit awan putih.

Dia tidak habis pikir dengan apa yang telah dilakukan Brandon. Jika terbukti pria itu mengkhianati Arini, El tidak akan pernah memaafkannya.

Pandangan pemuda itu beralih ke samping belakang ketika mendengar pintu terbuka. Tampak seorang siswi berkerudung nan imut dan berparas cantik memasuki area atap.

"Maaf, Kak. Aku pikir tadi nggak ada orang," ucap gadis itu.

Senyuman mengambang di wajah tampan El. "Nggak pa-pa. Kalau mau duduk di sini silakan, Syifa. Sekalian ngobrol."

Syifa berdiri di sela pintu. Tampak ragu di irasnya.

El mengerling ke arah bangku satu lagi agar bisa ditempati Syifa.

Gadis itu masih bergeming dengan tilikan mata tidak beranjak dari El. Ada yang tidak biasa di paras pemuda itu. Dia bisa menangkap raut kalut di wajahnya. Setelah menarik napas panjang, Syifa melangkah menuju bangku sebelah El duduk.

"Kakak ... baik-baik aja?" tanya Syifa hati-hati.

El tersenyum samar sambil menggelengkan kepala. Dia kembali terdiam dengan mata masih melihat Syifa. Gadis berparas imut dengan mata cokelat lebar yang ekspresif. Hidung mungil tidak terlalu mancung menyembul di antara kedua pipi yang tirus. Tiba-tiba jantungnya terasa berdebar.

Astaghfirullah, ucap El dalam hati sambil mengalihkan pandangan ketika merasakan sesuatu dalam dirinya.

"Kakak nggak belajar?" Syifa memecah keheningan.

"Bolos satu jam pelajaran," sahut El tersenyum kecut.

Syifa memiringkan kepala sembari mengamati pemuda itu. Dia tahu kalau El saat ini sedang tidak baik-baik saja.

"Syifa," panggil El kembali melihat gadis itu.

"Ya. Kenapa, Kak?"

"Kamu ... udah punya pacar belum?" Akhirnya kalimat yang ingin ditanyakan dari beberapa hari lalu berhasil diucapkan oleh El.

Kening Syifa berkerut beberapa saat, namun tak lama kemudian tawa pelan keluar dari sela bibir mungilnya.

"Kok ketawa?" El menatap bingung respons Syifa atas pertanyaannya.

Syifa menggeleng sambil mengibaskan tangan. "Maaf, Kak," ucapnya kembali mencoba menenangkan diri.

"Aku nggak punya pacar," jawabnya.

"Masa sih? Kamu 'kan ca—"

"Abi nggak bolehin aku pacaran. Katanya dalam Islam nggak ada yang namanya pacaran," sela Syifa sebelum El melanjutkan perkataannya.

Pemuda itu tertegun mendengar perkataan Syifa. Kata-kata itu juga diucapkan oleh Brandon ketika melarang dirinya dan Al berpacaran. Apalagi ayahnya sekarang berbeda dengan dulu, karena pengetahuan agama yang minim didapatkan dari kedua orang tua.

"Trus kamu nggak keberatan dengan itu? Maksudnya kamu masih muda loh."

Senyum lembut tergambar di wajah imut Syifa. "Itu 'kan jelas ada larangan dalam al-qur'an, Kak. Kalau kita keberatan, artinya keberatan dengan ajaran agama sendiri."

El menelan ludah mendengar perkataan gadis itu. Dia kembali melihatnya yang masih tersenyum sambil menatap pot bunga yang berjejer di pagar pembatas. Jawaban yang diberikan Syifa mengisyaratkan tidak ada kesempatan bagi El untuk menjalin hubungan lebih jauh dengannya.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Where stories live. Discover now