Bab 43: Will Always by Her Side

124 13 4
                                    

Brandon

Empat pasang mata kini melihat Bran dengan saksama. Mereka menanti penjelasan dari pria itu. Sejak berada di rumah singgah tadi, Lisa, Sandy, El dan Al menahan diri untuk tidak bertanya apapun.

"Bisa jelaskan apa yang terjadi, Bran?" pinta Lisa dengan tatapan menuntut.

Sandy, El dan Al berbagi sorot mata yang sama dengan Lisa.

Brandon menarik napas berat, kemudian mengangguk. "Nanti kita bicara. Sekarang mau ajak Iin tidur dulu."

"Janji ya, Pi," harap Al.

"Papi janji akan ke sini lagi setelah Mami tidur," sahut Brandon kemudian beranjak dari ruang keluarga menuju kamar.

Pria itu melihat Iin terduduk di pinggir kasur sambil menumpu kening dengan kedua tangan. Wanita itu sadar apa yang terjadi di rumah singgah tadi sore bisa menimbulkan kecurigaan anak-anak dan juga mertuanya.

"Kenapa aku sampai kayak tadi, Bran? Harusnya nggak begitu, 'kan?" sesal Iin menatap sendu.

Raut wajahnya tampak kacau, karena tidak ingin ada yang tahu tentang penyakitnya.

Brandon langsung memeluk istrinya erat sambil berusaha menenangkan. Dia mengusap pelan punggung Iin yang mulai bergetar karena tangis.

"Kita nggak bisa rahasiakan ini seterusnya, In. Lambat laun mereka pasti tahu," bisik Brandon.

"Sekarang kamu ganti baju, trus tidur. Jangan banyak pikiran dan stay positive," sambung pria itu lagi.

"Tapi, Bran. Aku—"

"Stttss ... biar aku yang urus, Sayang. Kamu nggak perlu mikir ini."

"Anak-anak sebentar lagi ujian, Bran. Gimana kalau ganggu konsentrasi mereka ujian?"

Bran melonggarkan pelukan, lalu memandang netra Iin bergantian. "Itu nggak akan terjadi. Mereka berdua anak-anak yang pintar dan dewasa. Aku janji sekolah mereka nggak akan terganggu."

"Beneran ya?"

"Iya, Sayang. Sekarang ganti baju terus tidur ya?" bujuk Brandon.

Arini mengangguk dan menuruti perkataan suaminya. Dia berdiri kemudian berganti pakaian.

"Kamu keluar aja. Pasti udah ditungguin sama Mama, Papa dan anak-anak," suruh Iin tersenyum samar.

"Nggak pa-pa nih aku tinggal? Nanti nggak bisa tidur kalau nggak peluk aku," canda Bran.

Cubitan hinggap di pinggang Bran. "Sana gih. Aku masih bisa tidur kok."

"Kiss dulu dong," sosor Bran sambil memajukan bibir.

Arini berdecak lalu memberi kecupan di bibir suaminya.

"Aku balik ke ruang tamu lagi ya. Good night, Sayang," pamit Bran sebelum beranjak ke ruang tamu.

Pria itu menutup pintu kamar, kemudian melangkah ke tempat kedua orang tua dan anak-anaknya berada. Mereka telah menunggu Brandon dengan raut wajah cemas.

Bran mengambil tempat duduk di sofa single, berhadapan dengan Sandy, Lisa, El dan Al. Keempat orang tersebut menunggu Brandon mengatakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Arini.

"Iin menderita penyakit Alzheimer. Maaf baru kasih tahu sekarang," ungkap Bran dengan nada suara berat.

"Alzheimer?" tanya mereka serentak.

Terdengar tarikan napas berat dari sela hidung Brandon. Kepalanya mengangguk pelan.

"Penyakit yang berhubungan dengan saraf otak. Dokter mengatakan ada produksi protein yang nggak wajar di otak Iin," papar Bran lugas.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Where stories live. Discover now