BAB 37: Menghadapi Bersama-sama

112 10 2
                                    

Arini

Arini melonggarkan pelukan. Dia memandangi netra sayu Bran yang merah dan basah. Bibirnya sedikit terbuka dan bergetar.

"Ka-kamu udah tahu?" gagap Iin masih dengan ekspresi terkejut.

Perlahan kepala Brandon bergerak ke atas dan bawah. "Aku baru aja balik dari rumah sakit tempat kamu periksa."

Kening Arini berkerut dalam.

"Kemarin waktu kamu ngobrol sama anak-anak, aku periksa tas kamu trus nemu struk pembayaran rumah sakit. Aku udah curiga lihat perubahan dari kamu, In."

Bulir bening turun satu per satu dari pelupuk mata indah Arini.

"Karena kamu nggak mau terus terang, jadinya aku cari tahu sendiri," sambung Brandon tercekat.

Arini mencengkram erat lengan suaminya. Perlahan kepala jadi tertunduk. Bibir mungil itu terbuka lebar mengeluarkan isak tangis menyayat hati.

Brandon menenggelamkan istrinya ke dalam pelukan. Hatinya juga tak kalah hancur mendapati kenyataan tentang Arini. Bagaimana jika suatu saat nanti wanita yang dicintainya itu tidak bisa mengenali Bran?

"Maafin aku udah rahasiakan ini dari kamu, Bran," ucap Arini mendongakkan kepala melihat Bran. "Aku nggak mau nambah beban pikiran kamu dengan penyakitku. Aku—"

"Sssttt ... siapa bilang kamu nambah beban pikiran aku, In? Justru dengan menyimpan ini semua bikin aku bingung dan jadi kepikiran." Brandon menangkupkan kedua tangan di wajah Arini dan menyeka bulir bening di pipinya dengan ibu jari.

"Sejak dulu, apapun masalahnya kita selalu hadapi bersama-sama. Sekarang juga gitu. Aku ingin kamu berbagi apapun denganku." Bran menarik napas panjang sebelum meneruskan kalimatnya, "Kamu istriku. Apapun yang terjadi sama kamu, aku yang tanggung jawab."

"Tapi, Bran. Penyakitku nggak main-main. Suatu saat aku akan mengalami kelumpuhan fisik, sebelumnya mentalku yang lumpuh," isak Arini dengan napas sesak.

"Justru karena nggak main-main, kita hadapi bersama, Sayang. Aku nggak mau kamu sendirian lagi menghadapi masa sulit kayak yang udah-udah." Air mata turun satu per satu dari pelupuk mata Bran.

"Aku ingin jadi orang yang selalu ada di samping kamu, In."

Arini menggeleng pelan, lalu menundukkan kepala. Tak lama kemudian dia menaikkan pandangan lagi melihat Brandon.

"Aku nggak mau kamu repot urusin aku nanti, Bran. Sebaiknya kita pisah aja, kamu nikah lagi dengan wanita yang sehat dan—"

Brandon membungkam bibir istrinya dengan ciuman. Dia memagut erat bibir mungil Arini dalam waktu lama, seakan mencurahkan cinta yang tak pernah padam di hati. Perlahan tautan bibir mereka terlepas.

"Jika hal yang sama terjadi kepadaku, apa kamu mau nikah lagi dengan pria lain?" bisik Bran tepat di depan bibir Iin.

Wanita itu menggelengkan kepala. "Tapi ini beda, Bran. Aku wanita, sementara kamu pria."

"Apa bedanya, In? Kita sama-sama mencintai. Aku cinta kamu dan kamu cinta aku," sanggah Bran, "bagiku cukup kamu yang ada dalam hatiku. Hanya kamu yang kuinginkan jadi pendamping hingga ke surga nanti."

"Kita udah janji dari dulu untuk bersama-sama di dunia dan di surga, In," lanjut Brandon.

Mata Iin terpejam erat mendengar perkataan suaminya.

"Jadi please, In. Kita hadapi ini bersama-sama. Jika kamu lupa kenangan tentang kita, aku yang akan ingatkan."

"Emang kamu nggak capek?"

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Место, где живут истории. Откройте их для себя