BAB 24: Pemikiran yang Dewasa

92 9 0
                                    

Elfarehza

El bersandar lesu di dinding kamar. Sulit untuk bersikap seperti tidak terjadi apa-apa di hadapan Bran. Ingin sekali menanyakan langsung kepada pria itu, namun diurungkan. Khawatir jika Arini mendengarkan pembicaraan mereka. Apalagi dia berpikir ayahnya tidak akan mau mengatakan yang sejujurnya.

Pemuda itu memukul dinding dilapisi wallpaper bermotif kotak campuran warna putih dan abu-abu. Hanya itu satu-satunya cara agar El bisa melepaskan kekesalan yang terasa. Pandangannya beralih ke arah ponsel yang tergeletak di atas kasur. Saat ini ia butuh seseorang untuk berbicara, selain Al.

El membuka aplikasi whatsapp dan mencari nama orang yang bisa diajak berbicara. Pencarian berakhir ketika menemukan nama Syifa di daftar kontak. Barangkali gadis itu bisa mendengarkan keluh kesahnya. Hanya dia yang bisa dipercaya. Tidak mungkin bercerita kepada Hariz, karena hari libur sering jalan-jalan dengan keluarganya.

Me: Assalamualaikum. Kamu lagi sibuk nggak, Syifa?

Pesan berhasil dikirim ke aplikasi chat Syifa.

Senyum manis mengembang di paras El saat melihat tanda checklist berubah warna menjadi biru.

"Cepet juga dia bacanya," gumam El semringah.

Syifa: Nggak, Kak. Kenapa?

Me: Bisa ketemuan nggak?

Mata El terpejam erat saat menyadari kekeliruan dengan pesan yang dikirim.

Me: Maksudnya, boleh main ke kosan kamu nggak? Aku mau ngobrol sama kamu.

Dia cepat-cepat mengirimkan pesan tersebut, khawatir Syifa salah paham.

Syifa: Maaf, Kak. Kosan Syifa nggak nerima tamu laki-laki. Maklum kosan syar'i.

Paras El berubah sendu ketika membaca pesan yang dikirimkan Syifa. Jujur dia merasa kecewa, karena tidak bisa datang ke sana.

Syifa: Gimana kalau ngobrol di mall aja sekalian makan siang?

Wajah yang tadi mendung kini berubah cerah seketika. Dia langsung mengubah posisi menjadi duduk sambil membalas chat dari gadis berparas imut itu.

El: Oke. Tapi aku yang jemput ke kosan ya.

Syifa: Ketemuan di mall aja, Kak.

El: Ini aku yang ajak ketemuan loh, Syifa. Jadi aku yang jemput. Tenang aja, aku ke sana sama supir pake mobil kok.

El paham Syifa pasti keberatan jika mereka pergi berdua berboncengan dengan motor misalnya. Baru mengenal gadis itu, ia sudah tahu bagaimana keteguhan prinsipnya dalam beragama. Pemuda itu semakin yakin, hatinya tidak salah karena telah memilih Syifa. Meski saat ini El hanya bisa menyukainya secara diam-diam.

Syifa: Baik, Kak. Dua jam lagi ya. Nanti aku kirimkan alamat kos.

El senyam-senyum membaca pesan dari Syifa. Dia merasa tenang ketika berada di samping gadis itu. Masalah seakan menguap ketika berbicara dengannya.

"Semoga Allah kelak persatukan kita dalam ikatan yang halal, Fa," bisik El dengan senyum masih mengambang. (Ini bocah ingusan udah mikirin hubungan halal :p)

"Cie ... ada yang lagi happy nih kayaknya," ledek Alyssa bersandar di bibir pintu.

El tersentak menyadari kehadiran sang Adik di pintu kamarnya.

"Kaget ya? Makanya kalau lagi nge-chat jangan serius banget, jadi nggak tahu 'kan kalau aku udah berdiri di sini sejak tadi," cibir Al melangkah memasuki kamar kakaknya.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang