BAB 20: Mewujudkan Impian Arini

102 10 4
                                    

Brandon

Beberapa jam yang lalu

Mata sayu Bran beralih melihat ke arah jam dinding yang ada di ruang kerja. Dia mengambil beberapa berkas, lalu memasukkannya ke dalam tas. Sebelum melangkah ke luar ruangan, pria itu menerima sebuah pesan dari seseorang melalui aplikasi whatsapp.

Dia tersenyum melihat foto yang tampil di layar ponsel. Di foto itu tampak sepuluh anak-anak dengan usia sekitar tiga hingga sepuluh tahun berdiri dengan rapi. Ada juga lima orang mendampingi, dua orang berusia paruh baya sementara tiga lagi masih muda. Beberapa di antara mereka sedang menggendong bayi berusia lima bulan hingga satu tahun.

"Nggak sabar menunggu saatnya tiba," gumam Bran melangkah menuju pintu.

Tiba di luar ruangan, dia melihat Pak Habib telah standby dengan sebuah tablet pipih di tangan.

"Berangkat sekarang, Pak," ujar Brandon memberi kode agar Pak Habib ikut dengannya.

Pria berusia enam puluh tahunan itu berjalan di belakang bosnya dengan tenang. Hari ini keduanya berencana memantau proyek yang ada di daerah Tangerang Selatan. Sejak awal duduk di perusahaan, Brandon sering bepergian ke daerah tersebut karena mayoritas proyek Jabodetabek ada di sana.

"Pagi ini kita ke Poris dulu ya, Pak. Saya mau lihat persiapan di sana udah sampai mana," kata Brandon ketika berada di depan lift.

"Baik, Pak," sahut Pak Habib.

Begitu pintu kotak besi itu terbuka, mereka segera masuk. Pada pagi hari, petinggi perusahaan yang berada di dalam naungan The Harun's Group masih berada di dalam ruangan masing-masing sehingga lift VIP masih sepi.

"Sebelum berangkat, kita ke ruangan Iin dulu." Bran mengerling ke arah Pak Habib sembari menekan tombol sepuluh.

Tak lama kemudian pintu lift kembali terbuka, kedua pria itu melangkah ke luar beriringan.

"Ibu ada?" tanya Bran kepada sekretaris Arini setelah tiba di depan ruangan.

"Ada, Pak," jawab sekretaris berkerudung itu.

"Biar saya saja," cegah Bran saat melihat sekretaris Iin ingin berdiri.

Dia mengetuk pintu tiga kali, setelahnya mendorong pintu kaca. Senyum Arini mengambang ketika melihat suami tercinta datang.

"Lagi sibuk ya?" kata Bran melihat Arini berkutat dengan beberapa dokumen yang ada di atas meja.

Ketika tidak sedang rapat, Arini disibukkan dengan berbagai laporan mulai dari progress proyek hingga proposal kerjasama yang telah diseleksi sebelumnya.

Iin menggelengkan kepala, lantas berdiri menghampiri Brandon. "Nggak kok. Tapi ntar siang ada meeting sih."

"Yah, nggak bisa ikut dong." Bran menatap lesu.

"Maaf ya, aku nggak bisa temani kamu ke lapangan."

Bran membelai lembut pinggir kepala Iin yang dibungkus rapi dengan kerudung bermotif bunga.

"Nggak pa-pa. Ada Pak Habib yang ikut. Bisa jadi CCTV kamu," canda Bran mengerling usil.

Arini berdecak, lantas memberi cubitan di pinggang suaminya. "Kamu ini," sungutnya terlihat manis.

Pria itu tertawa geli merasakan sengatan semut di pinggang.

"Ya, daripada nanti suuzan, 'kan?" Brandon mencubit gemas hidung istrinya.

"Makan siang jangan telat ya. Aku seharian loh perginya," sambung Bran.

"Tenang. Nanti aku fotoin deh biar kamu percaya kalau aku nggak telat makan," tutur Iin setelah mengangguk. "Kamu juga jangan telat makan."

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Where stories live. Discover now