BAB 8: Diselimuti Dilema

126 12 6
                                    

Elfarehza

"Woi, ngapain lo duduk di sini?" tegur Hariz sambil menepuk kedua pundak El.

"Eh, lo Riz," sahut El menoleh ke belakang.

Hariz langsung duduk di samping El. Mereka berdua sekarang berada di area atap sekolah, salah satu tempat para favorit siswa menghabiskan waktu di luar jam pelajaran.

Kebiasaan El hampir sama dengan kedua orang tuanya ketika masih bersekolah dulu. Memilih duduk di puncak tertinggi gedung saat tidak ada jam pelajaran. Tempat ini juga menjadi saksi kebersamaan Arini dan Brandon ketika masih menjalin persahabatan.

"Ngapain bengong di sini, entar kesambet loh," ledek Hariz.

"Lagi kesal aja," ujar El dengan kedua tangan memegang pinggir bangku besi di samping tubuh.

"Kesal kenapa?"

El menarik napas pelan, lantas mendongakkan kepala ke atas sehingga netra cokelatnya bisa melihat langit yang diselimuti awan kelabu.

"Gue udah coba lagi minta dibelikan motor sama Bokap, tapi nggak berhasil," ungkap El lesu.

"Sabar, Bro. Berarti lo memang ditakdirkan ke sekolah dianterin supir," ledek Hariz cekikikan.

"Sialan! Senang banget sih ledekin gue," decak El tersungut.

"Trus gue harus gimana? Bantuin lo bujuk Om Brandon?"

Kepala El menggeleng tegas. "Turun kuy!"

Pemuda itu berdiri, bersiap melangkah menuju pintu. Hariz langsung menyusul berjalan di samping El.

"Baru mau nongki (nongkrong) di atap," keluh Hariz.

"Jam istirahat mau habis, Riz."

Hariz nyengir kuda sambil menggaruk kepala yang tak gatal.

Kedua remaja itu langsung menuruni anak tangga menuju lantai tiga. Langkah El berhenti ketika melihat seorang siswi berkerudung baru saja keluar dari musala selesai menunaikan salat Zuhur. Pandangannya tak lepas dari paras cantik nan mungil milik gadis itu.

"Lha kok malah berhenti? Katanya jam istirahat mau habis," cetus Hariz bingung.

Netra hitam Hariz beralih ke arah tempat yang dilihat oleh El. Senyum usil terbit di wajahnya.

"Cie ... kayaknya ada yang suka sama cewek nih," goda Hariz melangkah berdiri di depan El, "akhirnya lo buktikan bisa suka sama cewek juga, El."

Kedua tangan El terangkat ke atas, lantas memegang bahu Hariz. "Awas dulu, Riz," suruhnya sambil mendorong pemuda itu ke samping kanan.

"Mau gue panggilin?"

El menggeleng cepat. "Cantik banget ya?"

Hariz kembali melihat perempuan yang dimaksud El. "Cantik sih, tapi body-nya melar."

El berdecak kesal, lalu mengalihkan paras melihat sahabatnya. "Periksa mata gih, Riz. Melar di mana? Mungil gitu kok."

Mata Hariz kembali menyipit melihat dua orang siswi yang baru saja beranjak dari musala. Dia melihat seorang siswi berkerudung dengan tubuh kecil dan seorang siswi rambut panjang diikat rapi ke belakang bertubuh gempal.

"Maksud lo yang berkerudung?" tanya Hariz penasaran.

Pandangan El beralih lagi melihat ke depan musala. Sedetik kemudian raut kecewa tergambar di iras wajahnya.

"Yah, udah pergi 'kan tuh. Gara-gara lo sih!" omel El bergegas menuju tangga.

"Mau ke mana lo, El? Kelas kita di sana, bukan di bawah," teriak Hariz saat El berjarak dengannya.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Where stories live. Discover now