BAB 30: Mengenang Masa Lalu

92 9 0
                                    

Arini dan Brandon

Arini menatap nanar langit yang mulai berganti warna. Perlahan biru terang yang dihiasi awan putih berubah menjadi jingga. Pantulan kerlip sinar matahari, kini tak lagi sebanyak pertama ia datang beberapa jam yang lalu.

"Gue harus gimana, Bran?" lirihnya kembali terisak.

Mata cokelatnya tertutup rapat mencoba merasakan kehadiran Brandon di sampingnya. Bulir bening yang sempat hilang, kini kembali mengalir di pipi.

"Maaf gue nggak bisa cerita tentang ini sama lo," gumamnya lagi dengan dada yang terasa sesak.

Iin menangkup kedua telapak tangan di depan wajah masih menangis. Dia melepaskan semua yang terasa di sana sejak tadi. Tak peduli lagi jika mata semakin merah dan bengkak. Hidung juga menampilkan semburat warna tomat di bagian puncak.

Beberapa menit kemudian, hatinya kembali tenang. Kelopak mata lebar dengan bulu mata lentik di bagian ujung tertutup sesaat. Ketika terbuka lagi, manik cokelat itu bergerak mengitari sisi pinggir pantai yang didatangi banyak orang untuk melihat sunset.

"Gue kangen sama lo, Bran," lirihnya tercekat.

"Andai lo ada di sini sekarang, kita bisa melihat sunset sama-sama," bisik Iin dengan hati bergemuruh.

"Kenapa sih lo harus ketemu sama Moza? Kita nggak bisa barengan lagi kayak biasa," racaunya lagi.

Dua detik kemudian Arini terdiam ketika melihat sosok yang dirindukan muncul sepuluh meter dari tempat duduk. Tubuh rampingnya langsung berdiri tegak. Kaki yang ditutupi celana panjang bergerak cepat menghampiri pria yang menatapnya dengan sorot mata cemas.

Senyum lebar tergambar jelas di wajah cantik Iin yang terkena pantulan sinar matahari sore. Dia segera menghambur ke dalam pelukan Brandon ketika jarak semakin dekat.

"Ternyata kamu di sini, Sayang," desis Brandon lega setelah menemukan Iin. Matanya tampak merah dan basah.

Arini menenggelamkan kepala di dada bidang milik Bran dalam waktu yang lama. Dia terisak di sana, menumpahkan lagi air mata yang seakan tidak pernah habis mengalir sejak tadi.

Sesaat kemudian kepala Arini mendongak ke atas. Dia memandangi netra sayu Bran lekat. Tangannya membelai pipi yang ditumbuhi cambang itu. Kakinya kini berjinjit ketika ingin mengejar bibir pria itu. Perlahan bibir keduanya bertemu, lalu saling mengecap satu sama lain. Tak peduli dengan orang-orang yang melihat sekarang, mereka semakin larut dengan aktivitas tersebut.

"Gue kangen banget sama lo, Bran," ucap Iin setelah tautan bibir terlepas.

Kening Bran berkerut mendengar perkataan sang Istri.

"Lo nangis? Kenapa? Moza ninggalin lo?" cecar Iin memandang wajah Bran tidak tenang.

Mata Bran melebar seketika mendengar perkataan Arini. "Moza?"

Arini mengangguk cepat. "Perkataan gue bener, 'kan? Dia bukan cewek baik-baik."

Udara di sekitar Bran seakan menghilang, sehingga sulit baginya untuk bernapas.

"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa bawa-bawa nama Moza lagi?" tanya Brandon khawatir setelah menenangkan diri.

Raut wajah Iin menegang ketika sadar apa yang baru saja diucapkannya. Dia menelan ludah, kemudian menarik napas panjang.

"In, kamu beneran nggak apa-apa?" Brandon memegang samping kepala Iin yang terbungkus kerudung.

Netra Arini kembali tertutup rapat karena telah melakukan kesalahan besar. Sesaat yang lalu ia merasa kembali ke masa-masa SMA, tepatnya ketika bertemu lagi dengan Brandon di pinggir pantai setelah pria itu putus dengan Moza.

JUST MARRIED (Trilogi Just, seri-3 / Final)Where stories live. Discover now